Pekanbaru, (Antarariau.com) - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau bersama Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau dan Indonesian Corruption Watch melakukan kajian dan menemukan adanya kekurangan penerimaan daerah Provinsi Riau dari Pendapatan Provisi Sumber Daya Hutan mencapai Rp116 Miliar sepanjang 2010-2014
"Temuan ini berdasarkan hasil perhitungan ptoduksi kayu dengan realisasi pendapatan bukan pajak yang tercatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKDP) setelah audit," kata Peneliti Fitra Riau, Triono Hadi di Pekanbaru, Kamis.
Dia mengatakan Dana Bagi Hasil PSDH sebagaimana yang tercatat dalam LKDP pemerintah daerah se Provinsi Riau tahun 2010-2014 adalah sebesar Rp717 Miliar. Sementara, kata dia, hasil perhitungan produksi kayu dari dinas kehutanan seharusnya penerimaan daerah seluruh provinsi dari PSDH mencapai Rp833 Miliar.
"Dengan demikian terdapat kehilangan sebesar Rp116 Miliar," ungkapnya.
Hasil kajian ini menurutnya menunjukkan pula bahwa selama ini kontribusi pendapatan dari sektor kehutanan terhadap pendapatan daerah sangat minim. Untuk bagian Provinsi Riau pendapatan dari sektor tersebut rata-rata pada 2010-2014 hanya 0,4 persen dari seluruh total pendapatan daerah.
"Sedangkan kontribusi untuk pendapatan daerah se-Provinsi Riau hanya berkontribusi 4-5 persen dari total 12 kabupaten/kota sepanjang 2010-2014," tambahnya.
Dikatakannya bahwa kekurangan penerimaan juga disebabkan keberagaman data yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah baik di tingkat daerah, pusat, dan lembaga statistik. Padahal pembagian DBH data produksi sangat menentukan berapa penerimaan negara serta menjadi instrumen pembagi ke daerah.
Salah satunya kajian ini juga menemukan perbedaan data realisasi produksi yang dikeluarkan dinas kehutanan dengan data yang tercantum dalam beberapa Rencana Kerja Tahunan perusahaan. Selain itu juga terdapat perbedaan produksi kayu dari hutan alam (rimba campuran) yang tarif pajaknya beda dengan kayu hutan tanaman industri.
Tidak hanya itu, hal aneh berdasarkan data juga ditemukan bahwa beberapa daerah justru lebih besar DBH PSDH dari yang semestinya diterima. Disamping terdapat juga daerah yang justru penerimaan dari PSDH yang tidak sesuai dengan data produksi yang diperoleh daerahnya.
Sementara itu kehilangan penerimaan Dana Bagi Hasil daerah Provinsi Riau dari Dana Reboisasi mencapai Rp679 Miliar sepanjang 2010-2014
Hasil perhitungan DR seharusnya yang terima Pemerintah Daerah di Provinsi Riau sebesar Rp1,014 Triliun. Sementara realisasinya hanya Rp335 Miliar, terdapat kehilangan sebesar Rp679 Miliar.
DR sendiri merupakan DBH yang didapat akibat dari ekploitasi kayu alam oleh perusahaan yang diperoleh daerah kabupaten/kota penghasil dari pemerintah pusat setelah disetor perusahaan kehutanan.
Dalam kajiannya, tiga lembaga ini selain menemukan kekurangan penerimaan secara kamulatif menurutnya terdapat juga daerah yang semestinya mendapatkan DR tapi tidak mendapatkannya.
"Di Provinsi Riau terhadap 11 daerah yang menghasilkan kayu alam, berdasarkan LKDP hanya delapan kabupaten yang menerima DBH DR. Sementara tiga lainnya tidak mendapatkan yakni Kampar, Rokan Hulu dan Indragiri Hilir," ungkapnya.
Dia mengatakan besarnya potensi kekurangan penerimaan, maka pemerintah baik pusat maupun daerah harus memperbaiki tata kelola penerimaan dari sektor kehutanan. Penerimaan negara dari pengelolaan sumber daya alam yang selama ini minim, bahkan tidak sebanding dengan luasan serta kerusakan lingkungan.
"Hal ini agar dioptimalkan untuk membiayai pembangunan ke depan," sambungnya.
Oleh karena itu hal yang harus dilakukan menurutnya adalah pengelolaan pendapatan dari sektor kehutanan harus dilakukan secara transparan, penggunaan data akurat serta mempublikasikan informasi produksi kayu berdasarkan klasifikasi jenis kayu. Kemudianmengidentifikasi ruang-ruang yang berpotensi disalahgunakan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
"Terakhir penegak hukum harus melakukan audit secara khusus penerimaan dari sektor kehutanan," ujarnya.