Andai Surabaya Miliki Restoran Sungai Ala Bangkok

id andai surabaya, miliki restoran, sungai ala bangkok

Andai Surabaya Miliki Restoran Sungai Ala Bangkok

Oleh Fiqih Arfani

"Yang tiketnya berwarna hijau, ayo lewat jalan ini. Jangan sampai terlepas dengan rombongannya, jalannya teratur dan satu-satu," teriak seorang perempuan berkali-kali sembari melambai-lambaikan tangan kanannya menunjukkan sobekan tiket.

Rambutnya yang terkuncir dengan gelang karet sesekali tersibak, keringat pun menetes setetes demi setetes melintasi kulit dahinya yang putih, nyaris masuk ke matanya yang bulat.

"Begini ini kalau mau makan malam, wisatawannya banyak sehingga antrenya panjang. Kalau tidak berteriak, saya khawatir rombongan tertinggal," ucapnya sembari menghentikan lompatan-lompatan kecilnya. "Kalau tidak lompat, khawatir tidak diketahui, maklum tubuh saya tidak terlalu tinggi," tambahnya sambil tertawa kecil.

Suasana malam itu memang ramai, pengunjungnya berjubel, di dalam maupun di luar River City Shopping Complex Building, pusat perbelanjaan sekaligus dermaga sebagai tempat sandaran kapal, persis di sisi sungai Chao Phraya, di Bangkok, Thailand.

Cherry Wararat, nama perempuan itu, pemandu wisata asal "Negeri Gajah Putih", tak berhenti berteriak sampai memastikan rombongan wisatawan yang dipandunya lengkap.

"Saya ingin mengajak wisatawan tak melupakan Thailand, salah satunya dengan makan malam di atas kapal sembari mengitari Sungai Chao Phraya yang membelah Bangkok," tutur ibu satu anak tersebut.

Ya, makan malam di sana tidak seperti biasanya. Sebelum menyantap sepiring nasi, harus melewati berbagai tahapan, ditambah antre, berjubel dan harus datang sekitar 1-2 jam sebelum jam makan malam.

"Meski awalnya membuat "mood" makan menurun. Biasanya makan tinggal duduk dan pesan, tapi sekarang harus menunggu, antre, berdesakan untuk menuju dermaga. Tapi ternyata, di situlah sensasinya," ucap Bambang Wahyono, wisatawan asal Surabaya, Indonesia.

Sebelum masuk dermaga, mata dijamin terbelalak saat melihat wanita berpakaian khas Thailand menyematkan bunga kecil di dada kiri pengunjung. Sambutan yang hangat dengan senyumnya yang tipis, membuat siapa saja yang datang tak ingin melewatkannya berfoto bersama.

"Kalau sudah foto, jangan dilupakan tiketnya. Dilihat juga ada nama kapal dan nomor meja, jangan sampai hilang kalau ingin masuk," ucap Cherry mengingatkan.

Tepat pukul 19.30 waktu setempat (tidak ada perbedaan waktu dengan WIB), pengunjung dipersilakan masuk kapal dan menempati posisi sesuai mejanya masing-masing.

Segelas jus mixed fruit warna biru dan air putih terhidang di meja, lengkap dengan set alat makan, ditambah sebuah lampu duduk bersinar redup dan satu vas bunga mawar.

Tidak hanya satu, deretan meja serupa berjajar pada dek kapal yang terdiri atas ruang bawah berkapasitas sekitar 120 tamu, dan dek atas berkapasitas sekitar 180 tamu.

Selang 10 menit kemudian, kapal yang di dindingnya bertulis "Chao Phraya Princess" tersebut perlahan berangkat dari dermaga mengarungi sungai. Ukuran kapalnya, lebar sekitar 10 meter dan panjang tidak lebih dari 50 meter.

Semilir angin malam mulai terasa, pemandangan gedung-gedung modern dan bangunan khas Thailand, ditambah benderangnya lampu di sisi-sisi sungai sepanjang 372 kilometer itupun seolah menghipnotis mata agar tak beralih dan bangkit dari meja makan.

Sejumlah bangunan yang akan dijumpai selama perjalanan di antaranya, situs sejarah terkenal dan biara-biara keagamaan seperti Royal Grand Palace Wat Pra Kaew, Wat Arun (The Temple of the Dawn), Bangkhunprom Istana, Kanlayanamitr Bait Suci, dan Rama VIII Bridge, jembatan paling terkenal di Bangkok.

"Tapi kalau tidak berdiri dan ambil makan, bukan makan malam namanya. Ayo makan dulu. Nanti lihat bangunannya sambil makan," ajak Januar Sagita, wisatawan asal Surabaya lain mengajak rekannya.

Berbagai jenis menu masakan disajikan prasmanan, mulai hidangan Eropa, Asia, hingga masakan khas Thailand. Seperti nasi putih, nasi goreng, spaghetti, tom yam, capcay, sup krim dan segala jenis masakan "seafood" serta hidangan pembuka maupun penutup lainnya.

Sembari makan, alunan musik romantis mengiringi. Tidak itu saja, lagu asal berbagai negara pun dinyanyikan oleh sang biduan ditemani seorang pemain musik. Lagu yang dinyanyikan pun sengaja untuk wisatawan yang hampir 100 persen berasal dari mancanegara.

"Pilihlah aku jadi pacarmu, yang pasti setia menemanimu, jangan kau salah pilih yang lain, yang lain belum tentu setia, jadi pilihlah aku," nyanyian sang penyanyi di meja dekat wisatawan asal Indonesia.

Saat beralih ke meja wisatawan asal Iran, lagu dan iringan musik khas Iran dinyanyikannya. Begitu juga saat menyapa pengunjung asal Uzbekistan dan lainnya.

Usai santap makan, pengunjung diajak bernyanyi dan berjoget bersama. Joget Poco-Poco pun ditampilkan dan membuat wisatawan asal luar Indonesia terhibur ingin mencobanya.

Selama dua jam, kapal yang menyusuri sungai kembali ke lokasi awal. Saat berangkat, kapal berjalan di sisi kanan perlahan. Usai melewati Jembatan Rama VIII, kapal berputar dan beralih di sisi sebelahnya.

Kapal dan santap makan malam ini setiap harinya beroperasi pukul 19.45 dan tiba kembali di dermaga pukul 22.00 waktu setempat.

Per tamu, biaya yang dikeluarkan 1.300 baht atau setara dengan Rp520 ribu (kurs Rp400 per 1 baht).

Restoran terapung tersebut mampu menarik wisatawan mancanegara dan menjadi konsep khusus sebagai bagian dari pemanfaatan potensi wisata sungai dan budaya Thailand.

Bersambung .....