Polda Riau Belum Tetapkan Tersangka Kayu Ilegal

id polda riau, belum tetapkan, tersangka kayu ilegal

Polda Riau Belum Tetapkan Tersangka Kayu Ilegal

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Kepolisian Resor Pelalawan, Riau, belum menetapkan tersangka dalam kasus tangkapan kayu diduga ilegal yang melibatkan PT Siak Raya Timber, dari hasil penangkapan 15 Februari 2015.

"Belum ada tersangka, masih penyelidikan, ada beberapa saksi yang diperiksa dari pihak PT SRT," kata Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo kepada wartawan di Pekanbaru, Rabu.

Ia menegaskan bahwa kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan sejak penangkapan 24 hari yang lalu.

Ia meyakini pihak Polres Pelalawan akan menuntaskan kasus itu dan apabila terbukti, maka pelaku akan dijerat dengan Pasal 12 huruf i Undang-undang Nomor 18 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Sebelumnya, penangkapan tersebut dilakukan oleh Polsek Sei Kijang di Jalan Meridan Km 4 Desa Simpang Beringin, Kabupaten Pelalawan. Petugas menghentikan empat unit mobil truk tronton yang mengangkut kayu olahan karena diduga menggunakan dokumen tidak sesuai dengan peruntukannya.

Guntur mengatakan, asal kayu tersebut dari PT Siak Raya Timber Kabupaten Siak dengan tujuan ke PT Iwan Superwood di Jalan Kaharudin Nasution Km 15 Simpang Tiga, Pekanbaru.

Polisi telah melakukan pemeriksaan terhadap empat sopir, petugas penerbit Faktur Angkut Kayu Olahan (FAKO) di PT SRT bernama Dedi Candra, Azwardi petugas pengeluaran kayu dari PT SRT, Sudirwan selaku pembeli kayu, Hermanto sebagai Direktur PT Siak Raya Timber, dan Heryanto selaku Komisaris PT SRT.

"Dokumen diduga tidak sesuai prosedur dan fisik kayu. Saat ini petugas Dinas Kehutanan Pelalawan melakukan pengukuran volume kayu di masing-masing mobil," katanya.

Dari hasil pengukuran tersebut baru bisa disimpulkan bahwa dokumen yang digunakan untuk kayu tersebut tidak sesuai dengan peruntukannya atau ilegal.

"Perbuatan tersebut melanggar UU RI No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan Pasal 12 huruf e dan h, dengan ancaman hukuman paling rendah lima tahun dan setingginya 15 tahun tambah Denda Rp2,5 miliar," katanya.