Pekanbaru, (Antarariau.com) - Komisi Yudisial telah menerima lebih 12 ribu laporan masyarakat sepanjang sembilan tahun terakhir namun sebagian besar merupakan laporan yang keliru karena pelapor tidak memahami fungsi dan kewenangan lembaga tersebut.
"Sejak didirikan (tahun 2005), KY telah menerima lebih 12 ribu laporan namun hanya sebagian kecil yang benar-benar diproses dan selebihnya, ada ribuan, merupakan laporan yang keliru sehingga tidak bisa ditindaklanjuti," kata Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Komisi Yudisial, Imam Ansori Saleh kepada Antara di Pekanbaru, Kamis.
Imam mengatakan itu seusai melantik empat orang sebagai penghubung lembaga pengawas hakim untuk Wilayah Provinsi Riau di Lantai Dasar Fakultas Hukum Universitas Islam Riau (UIR) di Pekanbaru.
Dengan demikian, lanjut kata dia, maka dapat diasumsikan bahwa sebenarnya masih banyak masyarakat yang belum mengerti dengan fungsi dan tugas atau kewenangan KY.
"Maka sudah sepatutnya ada perpanjangan tangan di tiap daerah yang nantinya juga berperan untuk menyosialisasikan apa sebenarnya KY, termasuk fungsi, tugas dan kewenangannya," kata dia.
Sampai saat ini, demikian Imam, masih cukup banyak masyarakat yang masih menganggap KY sebagai lembaga yang berwenang dalam mengubah keputusan hakim dan lainnya, padahal sebenarnya tidak sejauh itu.
"Termasuk melakukan tahapan-tahapan berkaitan dengan upaya hukum, padahal tidak sejauh itu kewenangan KY," katanya lagi.
Ia menjelaskan, Komisi Yudisial hanya sebatas melakukan tindakan terhadap hakim yang melanggar kode etik termasuk dalam penerimaan suap.
Sementara untuk berkaitan dengan ringan dan beratnya putusan hakim, menurut dia itu bukan kewenangan KY.
"Terkecuali hakimnya diindikasikan memberikan hukuman ringan karena sesuatu hal seperti kuasa hukum pernah menemui hakim dan terlebih memberikan sesuatu yang berpotensi mempengaruhi hasil putusan itu. Maka itu adalah sebuah pelanggaran kode etik dan kami akan menindak hakim tersebut," katanya.
Komisi Yudisial sebelumnya dibentuk melalui Amendemen Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada tahun 2001.
Ketentuan mengenai Komisi Yudisial diatur dalam Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dimana maksud dasar yang menjadi semangat pembentukannya adalah disandarkan pada keprihatinan mendalam mengenai kondisi wajah peradilan yang muram dan keadilan di Indonesia yang tak kunjung tegak.
Komisi Yudisial karenanya dibentuk dengan dua kewenangan konstitusi, yaitu untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Selanjutnya dalam rangka mengoperasionalkan keberadaan Komisi Yudisial, dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang disahkan di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2004 hingga akhirnya dibentuk sebuah lembaga setahun kemudian dengan ditandai dengan pengucapan sumpah ketujuh Anggota Komisi Yudisial periode 2005-2010 di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.