Pekanbaru (ANTARA) - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyampaikan keprihatinan mendalam atas eskalasi konflik antara Iran dan Israel yang belakangan ini menelan ratusan korban jiwa serta mengancam stabilitas kawasan Timur Tengah. Respon tegas dan seruan untuk menahan diri disampaikan oleh sejumlah pejabat tinggi PBB dalam pertemuan darurat Dewan Keamanan yang digelar pada Jumat (13/6) di Markas Besar PBB, New York, menyusul serangan udara besar-besaran Israel ke wilayah Iran.
Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi dalam pertemuan tersebut menyoroti dampak serius dari serangan Israel terhadap fasilitas nuklir utama Iran di Natanz. Ia mengungkapkan bahwa fasilitas pengayaan uranium di Natanz mengalami kerusakan berat, dengan adanya kontaminasi radiologis dan kimiawi.
“Saya telah berulang kali menyatakan bahwa fasilitas nuklir, dalam keadaan apa pun, tidak boleh menjadi target serangan. Serangan semacam ini tidak hanya membahayakan manusia, tetapi juga lingkungan,” ujar Grossi dikutip dari Al Jazeera.
Baca juga: Media: Pasukan Israel langgar wilayah perairan Lebanon, culik seorang nelayan
Meskipun kontaminasi dinilai masih dapat dikendalikan dengan langkah-langkah yang tepat, Grossi menyatakan kesiapan IAEA untuk mengirim tim keamanan nuklir guna membantu pengamanan lokasi jika diminta oleh Iran. Ia juga menyerukan semua pihak untuk menunjukkan "penahanan maksimal" guna menghindari eskalasi lebih lanjut.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Politik dan Pembangunan Perdamaian, Rosemary DiCarlo, dalam kesempatan yang sama, menegaskan bahwa penyelesaian damai melalui jalur diplomasi tetap menjadi satu-satunya cara terbaik untuk menjamin sifat damai dari program nuklir Iran.
“Kita harus menghindari konflik yang lebih luas yang akan berdampak besar terhadap perdamaian dan keamanan global,” kata DiCarlo.
Dalam forum Dewan Keamanan tersebut, Iran melalui Duta Besar Amir Saeid Iravani menyampaikan bahwa serangan Israel merupakan “deklarasi perang” dan “serangan langsung terhadap tatanan internasional”. Ia melaporkan sedikitnya 78 warga Iran tewas dan lebih dari 320 lainnya terluka akibat serangan tersebut.
Iravani juga menuding Amerika Serikat sebagai pihak yang turut bertanggung jawab atas serangan itu karena memberikan dukungan intelijen dan politik kepada Israel. “Mendukung Israel saat ini sama dengan mendukung kejahatan perang,” ujarnya.
Menanggapi tudingan tersebut, perwakilan Amerika Serikat, McCoy Pitt, membantah keterlibatan militer AS dalam serangan. Namun ia membela tindakan Israel sebagai bentuk pertahanan diri, seraya memperingatkan bahwa Iran akan menghadapi konsekuensi berat jika menyerang kepentingan AS.
Baca juga: Jerman: Israel tak bisa lagi berdalih berantas terorisme di Jalur Gaza
Di sisi lain, Israel melalui perwakilannya, Danny Danon, menyatakan bahwa serangan ke fasilitas nuklir Iran merupakan langkah “penyelamatan nasional”. Ia mengklaim Iran berada di ambang memproduksi beberapa bom nuklir dan bahwa serangan tersebut dilakukan demi mencegah potensi ancaman eksistensial terhadap negaranya.
“Berapa lama dunia berharap kami diam? Hingga bom dirakit? Hingga rudal Shahab membawa hulu ledak itu menuju Tel Aviv?” ujar Danon dalam pernyataan yang disampaikan saat serangan balasan dari Iran sedang berlangsung.
Ketegangan kedua negara semakin meningkat setelah Iran meluncurkan serangan rudal ke berbagai wilayah Israel seperti Tel Aviv, Yerusalem, dan Haifa, sebagai respons atas serangan udara yang menewaskan sejumlah pejabat militer tinggi dan ilmuwan nuklir Iran.
PBB, melalui berbagai pernyataan pejabatnya, menyerukan penghentian kekerasan dan kembalinya kedua pihak ke meja perundingan. Hingga saat ini, Dewan Keamanan PBB belum mengeluarkan resolusi resmi terkait konflik tersebut, namun tekanan internasional agar kedua negara menahan diri terus meningkat.
PBB menegaskan komitmennya untuk terus memfasilitasi dialog demi menjaga perdamaian regional dan mencegah meluasnya konflik yang dikhawatirkan dapat memicu perang besar di kawasan Timur Tengah.