Bengkayang (ANTARA) - Desa Sungkung merupakan nama daerah terpencil di perbatasan Indonesia dan Malaysia bagian timur. Secara administratif berada di Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.
Desa Sungkung dulunya merupakan desa yang gelap dan terisolasi. Masyarakat desa ini hidup dalam keterbatasan, tanpa akses listrik yang memadai. Aktivitas sehari-hari hanya dapat dilakukan pada siang hari, dan malam hari hanya diterangi oleh lampu minyak atau pun api unggun.
Namun, semuanya berubah ketika listrik mikrohidro hadir di desa itu. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMh) yang dibangun di sungai yang mengalir di desa ini berhasil menghasilkan listrik yang cukup untuk menerangi desa mereka.
Masyarakat di desa Sungkung sangat gembira dengan hadirnya listrik mikrohidro ini. Mereka dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan lebih mudah dan nyaman. Anak-anak dapat belajar dengan lebih baik karena memiliki penerangan yang cukup. Ibu-ibu dapat melakukan pekerjaan rumah tangga dengan lebih efisien, karena memiliki listrik yang stabil.
Dengan adanya listrik mikrohidro, desa Sungkung juga menjadi lebih maju. Masyarakat desa ini dapat menikmati fasilitas-fasilitas modern, seperti televisi dan internet. Mereka dapat terhubung dengan dunia luar, dan memiliki akses ke informasi yang lebih luas. Mereka lebih mudah berkomunikasi dengan sanak saudara yang tinggal di luar desa.
Hadirnya listrik mikrohidro di desa Sungkung juga membawa dampak positif bagi perekonomian masyarakat. Mereka dapat memulai usaha-usaha baru, seperti warung-warung kecil, kerajinan tangan dan juga pengolahan hasil pertanian.
Dalam lima tahun terakhir, desa Sungkung telah berubah menjadi desa dengan status maju. Masyarakat desa ini telah menikmati manfaat dari listrik mikrohidro, dan telah dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Desa Sungkung telah menjadi contoh bagi desa-desa lain di Indonesia, bahwa listrik mikrohidro dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di desa-desa terpencil sebagai bentuk kemandirian energi.
Pada awalnya, masyarakat desa Sungkung hanya memiliki akses listrik yang terbatas. Mereka harus menggunakan generator diesel yang mahal dan tidak ramah lingkungan. Itupun tidak semua warga mampu membeli. Sisanya mereka menggunakan pelita sebagai penerang. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan listrik mereka.
Untuk mendapatkan listrik pada 2015, pemerintah Kabupaten Bengkayang bersama pemerintah desa melakukan survei dan studi kelayakan untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMh) di desa Sungkung. Tim survei menemukan bahwa desa Sungkung memiliki potensi aliran sungai yang cukup besar untuk menghasilkan listrik mikrohidro.
Setelah melakukan survei dan studi kelayakan, kemudian rencana pembangunan dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDesa). Mereka memulai proses pembangunan dengan membersihkan lahan dan memasang pipa-pipa yang diperlukan.
Setelah itu, mereka memasang turbin air yang akan mengubah energi kinetik air menjadi energi listrik. Mereka juga memasang generator yang akan mengubah energi listrik menjadi listrik yang dapat digunakan dengan didampingi tim ahli.
Proses pembangunan pembangkit listrik mikrohidro memakan waktu beberapa bulan.
Masyarakat desa Sungkung bekerja keras untuk memastikan bahwa pembangkit listrik mikrohidro dapat beroperasi dengan baik. Akhirnya, pada hari yang ditunggu-tunggu, pembangkit listrik mikrohidro di desa Sungkung resmi beroperasi. Masyarakat desa Sungkung sangat gembira karena mereka dapat menikmati listrik yang stabil dan terjangkau.
Proses pembangunan dilakukan pada 2016 di desa Sungkung III, tepatnya di dusun Senoleng, dan untuk pertama kali listrik hadir pada 2017. Kemudian disusul dusun lainnya pada 2020-2021 di dusun Batu Ampar. Begitu juga dengan desa Sungkung II dan desa-desa lainnya di Kecamatan Siding.
Setelah miliki akses listrik yang stabil dan terjangkau, warga mulai membeli alat-alat elektronik untuk kebutuhan rumah tangga, seperti lampu LED, televisi, kulkas dan kipas angin.
Setelah pembangkit listrik mikrohidro beroperasi, pengeluaran untuk penerangan desa Sungkung turun drastis. Mereka hanya perlu mengeluarkan biaya operasional dan perawatan pembangkit listrik mikrohidro dari biaya yang dihitung Rp5.000 per bola lampu setiap bulannya.
Jika rumah tangga menambah elektronik lainnya seperti televisi di bayar Rp15 ribu, rice cooker penanak nasi Rp10.000, dan kulkas Rp100 ribu. Yang berati rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan dengan pemakaian elektronik lengkap sekitar Rp130-150 ribu perbulan. Sedangkan ketika harus memakai diesel, mereka mengeluarkan biaya hingga Rp500 ribu per bulan.
Dibandingkan lagi jika menggunakan minyak tanah, mereka mengeluarkan sekitar Rp150 ribu- Rp200 ribu per bulan untuk membeli minyak tanah dan perawatan pelita. Selain itu minyak tanah juga sangat langka.
Solusi desa terpencil
PLTMh termasuk ke dalam sumber energi baru terbarukan yang layak disebut sebagai energi bersih, kata pemerhati lingkungan, yang juga ketua komunitas pencinta alam Tana' Panyanggar Kalbar, Hatari.
Menurut dia, pembangunan PLTMH sangat penting dalam membantu pemerintah menanggulangi krisis energi yang sedang terjadi saat ini terutama untuk meningkatkan rasio kelistrikan pada daerah-daerah terpencil yang tidak mampu dijangkau jaringan listrik PLN.
PLTMh cukup menjawab akan krisis energi, sehingga Kalbar tidak bergantung kepada pasokan energi dari negara tetangga Malaysia, yang energi listriknya juga di hasilkan dari Hidroelektrik Bendungan Bakun yang menghasilkan Daya 2.400 MW.
"Paling tidak mengurangi ketergantungan kita terhadap pasokan listrik dari Malaysia, agar Kalbar juga ada kemandirian dan ketahanan energi," ujarnya.
Potensi tenaga air dari sungai yang mengalir sangat memungkinkan untuk bisa sedikit mengatasi krisis energi, setidaknya untuk dimanfaatkan masyarakat yang tinggal di daerah sekitar aliran sungai, yaitu dengan membangun desa mandiri energi melalui pemanfaatan potensi mikrohidro yang ada di wilayah tersebut.
Selain pertimbangan biaya pembangunan yang tergolong lebih murah, biaya operasional dan pemeliharaan PLTMh pun lebih murah dibanding dengan menggunakan mesin diesel berbahan-bakar solar.
Jika terjadi kerusakan pada insalasi PLTMh, tidak sulit untuk mendapatkan suku cadang, karena sudah banyak yang diproduksi di Indonesia. Masyarakat yang memanfaatkan PLTMh juga akan terdorong untuk memelihara lingkungan hidup di sekitarnya.
Energi yang diperoleh dari air ini juga menyiratkan makna mengajak menjaga kelestarian alam. Masyarakat bergotong-royong menjaga hutan di hulu agar sungai tetap terjaga dengan baik, karena mereka sudah merasakan manfaat akan kelestarian hutan.
Baca juga: Pertama di industri semen, tim inovasi Semen Padang bangun PLTMH berkapasitas 17 kW