Jakarta (ANTARA) - Head of Research Colliers Indonesia Ferry Salanto menilai gedung kantor pemerintah di Jakarta memiliki potensi yang menarik untuk dimanfaatkan dan dikolaborasikan dengan pihak swasta pasca ibu kota pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN) nanti.
Ia menyebut gedung-gedung kantor yang akan dikosongkan ini bisa dijadikan opsi bagi para penyewa karena lokasinya strategi di kawasan pusat bisnis.
"Meskipun banyak bangunan milik pemerintah yang ada sudah tua, namun memiliki keunggulan strategis karena lokasinya yang kebanyakan berada di kawasan pusat bisnis," katanya dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Kendati demikian, Ferry mengatakan gedung-gedung milik pemerintah ini juga bisa memperburuk kondisi pasar properti yang sudah kelebihan pasok. Terlebih jika kondisinya kosong sehingga dianggap sebagai pasokan baru.
"Apabila gedung milik pemerintah yang kosong ini dianggap sebagai pasok baru, ini dapat memperburuk kondisi pasar yang sudah kelebihan pasok ruang kantor," katanya.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan, sebanyak 40 gedung pemerintah, termasuk kementerian dan lembaga negara (tidak termasuk aset BUMN), mencakup 1,34 juta meter persegi ruang kantor di Jakarta.
Jumlah tersebut mencapai 55 persen dari total ruang kosong atau sekitar 2,43 juta meter persegi di sektor perkantoran komersial.
Ferry menyoroti bahwa gedung kantor milik pemerintah masih menarik untuk dikolaborasikan dengan entitas swasta. Namun, mengubahnya menjadi ruang kantor komersial yang dapat disewakan akan jadi pekerjaan yang menantang karena masih berlimpahnya pasok ruang kantor saat ini.
"Dari perspektif investasi, bermitra dengan sektor swasta untuk aset milik pemerintah menghadirkan tantangan karena nilai buku aset yang tinggi. Hal ini sulit untuk mencapai hasil yang ideal mengingat pendapatan sewa yang relatif rendah," imbuhnya.
Lebih lanjut, banyak perusahaan multinasional yang sangat memperhatikan standar Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan (HSE) serta sertifikasi bangunan hijau.
"Sehingga memungkinkan dibutuhkan pekerjaan tambahan yang signifikan untuk membuat bangunan-bangunan tersebut agar sesuai dengan standar modern," katanya.
Ferry mengatakan kolaborasi dengan sektor swasta akan lebih menarik jika ada opsi penawaran penjualan aset. Meski diizinkan secara aturan, namun proses ini melibatkan prosedur ketat untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas, sehingga penjualan aset negara jarang terjadi.
Di masa lalu, model BOT (Build-Operate-Transfer) cukup menarik karena aset properti tidak terlalu bernilai tinggi sehingga menghasilkan pengembalian yang menarik.
"Namun untuk saat ini, dengan nilai aset yang relatif tinggi dan pendapatan sewa yang masih tertekan, memperpanjang periode konsesi yang akan membuat skema BOT menjadi layak," katanya.
Baca juga: Pemerintah gelontorkan anggaran pembangunan untuk IKN Rp43,4 triliun selama 2024
Baca juga: OIKN: Sejumlah infrastruktur Kota Nusantara akan diresmikan Desember 2024