Ankara (ANTARA) - Parlemen Eropa pada Senin menggelar sidang untuk membahas agresi Israel ke Jalur Gaza yang pada 7 Oktober lalu genap berlangsung setahun.
Dalam sidang tersebut, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengakui hak Israel untuk "membela diri", meski ada batasan-batasan yang harus dipatuhi.
Borrell lantas menyatakan prihatin atas semakin redupnya kemungkinan gencatan senjata tercapai serta melebarnya konflik kawasan. Ia menyoroti ketiadaan solusi politik sebagai isu dasar yang melampaui peperangan dan bantuan kemanusiaan.
Pejabat Uni Eropa tersebut menyatakan, solusi dua negara adalah yang paling diterima komunitas internasional dalam mengakhiri konflik Israel-Palestina. Ia pun mengkritik Pemerintah Israel yang menolak mendukung "satu-satunya solusi perdamaian" itu.
Meski demikian, sejumlah anggota Parlemen Eropa yang berhaluan sayap-kanan tetap menuduh Borrell menyetarakan kelompok pejuang Hamas dengan Israel saat dirinya menyebut korban tewas agresi Israel di Gaza hampir menyentuh 41.000 orang.
Borrell pun membantah pandangan bahwa semua kecaman terhadap Israel adalah antisemitisme.
Karena narasi pro-Israel mendominasi sidang, sejumlah anggota dewan pun bereaksi terhadap tiadanya sorotan atas puluhan ribu warga Palestina yang meninggal dan kejahatan tentara Israel terhadap rakyat sipil.
Anggota dewan dari Belgia, Marc Botenga, mengkritik jalannya sidang yang terlalu fokus pada korban jiwa dari Israel dan mempertanyakan kapan Parlemen Eropa akan mengakui ribuan orang Palestina yang tewas di tangan Israel.
Senada, Grzegorz Braun, anggota dewan dari Polandia, mengecam diamnya Uni Eropa atas retorika dan hasutan Israel terhadap rakyat Palestina. Ia mengatakan, Israel seharusnya dicap sebagai "teroris".
Anggota dewan yang mewakili Spanyol, Estrella Galan Perez, menuduh kepala pemerintahan Israel Benjamin Netanyahu "mengutamakan kekuasaannya daripada kepentingan korban-korban dari Israel", sehingga menjadi "ancaman terbesar bagi Bumi".
Ia pun mendesak Uni Eropa bertindak lebih terhadap Netanyahu dan melakukan embargo senjata atas Israel.
Sudah hampir 42.000 warga Gaza, yang sebagian besar wanita dan anak-anak, tewas dan hampir seratusan ribu lainnya terluka akibat agresi Israel yang berlangsung sejak 7 Oktober 2023 dan kini berpotensi memicu konflik kawasan.
Serangan tersebut juga telah menyebabkan hampir seluruh penduduk Gaza menghadapi kelangkaan pangan, air bersih, dan obat-obatan yang akut akibat blokade Israel.
Meski menghadapi persidangan Mahkamah Internasional (ICJ) atas kejahatan genosida, Israel terus melanjutkan agresinya di Jalur Gaza.
Baca juga: UNRWA sebut kelaparan besar di Gaza terjadi akibat tindakan sengaja Israel
Baca juga: 17.000 anak Palestina meninggal dalam serangan Israel di Gaza
Sumber: Anadolu