Pekanbaru, (Antarariau.com) - Bupati Kampar, Provinsi Riau, Jefry Noer menyatakan dirinya bukan preman melainkan kepala daerah yang sewajibnya menjalankan amanah masyarakat dan memajukan daerah.
"Begitu juga sebagai suami, saya membina istri dan anak-anak saya untuk mencintai masyarakat bukan malah memusuhinya," kata Jefry kepada pers di Pekanbaru lewat pesan elektronik yang diterima, Selasa malam.
Pernyataan itu menjawab tudingan sekelompok orang yang menuding dirinya sebagai preman dan istrinya, Eva Yuliana telah melakukan penganiayaan terhadap pengusaha perkebunan kelapa sawit.
Eva Yuliana merupakan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kampar yang juga terpilih sebagai anggota DPRD Provinsi Riau mendatang.
Tudingan yang menyebut bahwa Eva telah menganiaya, menginjak dan bahkan mencakar Nur Asmi (36), warga Dusun V Pematang Kulim, Desa Pulau Birandang, Kecamatan Kampar Timur, dibantah oleh Jefry.
Menurut dia semua bukti menunjukkan kejanggalan atas laporan Nur Asmi di kepolisian, termasuk hasil visum dokter Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bangkinang yang menyebut kalau ditubuh Nur Asmi tidak ditemukan luka-luka akibat penganiayaan.
"Tudingan itu sudah sangat keterlaluan. Dan itu menjadi fitnah yang sangat luar biasa. Tak hanya di media digemborkan seperti itu. Tapi juga di aksi-aksi demo yang dilakukan oleh kelompok tertentu di kawasan Kantor Bupati Kampar. Terus terang, kami tak terima Bu Eva diperlakukan seperti itu," kata Iman Nahnu Isbad, salah seorang warga Kecamatan Tapung Hulu.
Warga Bangkinang, Kecamatan Tapung Hilir bahkan warga Pulau Birandang menyatakan tidak percaya jika Eva telah melakukan tindakan yang dituduhkan.
"Jangan bilang kami tidak bisa turun menggelar aksi unjuk rasa dengan massa yang besar untuk membela Eva," kata Wahyu, salah seorang warga.
Menanggapi rencana aksi dukungan itu, Bupati Kampar Jefry Noer kemudian membuat maklumat.
"Saya minta kepada masyarakat pendukung istri saya dan juga yang mendukung saya untuk menjadi bupati, tidak terpancing. Jangan sesekali membikin demo tandingan," katanya.
Sebelumnya massa dari berbagai organisasi masyarakat dan mahasiswa telah beberapa kali menggelar aksi unjuk rasa menuntut penghukuman untuk Eva Yuliana.
Massa menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Bupati Kampar dengan melibatkan bocah yang masih bersekolah, beberapa di antaranya bahkan mengaku mendapatkan upah atas aksi tersebut.
Namun demikian, Jefry meminta agar masyarakat Kampar membiarkan aksi yang hanya dilakukan oleh segelintir dari sekitar 800 ribu masyarakat Kabupaten Kampar itu.
"Sebab NKRI adalah negara demokrasi. Kalau ada fitnah yang berkembang, jadikan itu ladang pahala. Dan kalau para pendemo itu merusak, nanti akan ada aparat penegak hukum yang menangani. Biarkan sajalah mereka," kata Jefry.
Mengenai tudingan kepada Eva, kata Jefry, ada penegak hukum yang menangani.
"Percayakan saja kepada aparat hukum. Kita juga sudah sepakat bahwa panglima tertinggi di negeri ini adalah hukum. Percayakan saja itu kepada hukum," katanya lagi.
Yang paling bagus dilakukan oleh masyarakat kata Jefry adalah bekerjalah dengan sungguh-sunggu di desa masing-masing untuk memajukan Kampar.
"Jangan tinggalkan pekerjaan, anak, istri atau suami hanya untuk demonstrasi," kata dia.
Memang kata Jefry, cukup banyak masyarakat yang terbawa-bawa hingga ikut-ikutan berunjuk rasa.
"Kebanyakan yang ikut itu tidak mengerti apa-apa. Nah, kalau saya biarkan masyarakat pendukung isteri saya turun ke jalan. Akan timbul bentrok. Ini tak baik. Mau yang menghujat atau yang mendukung, semuanya adalah masyarakat saya. Saya tak mau ada pertikaian," katanya.
Kepada oknum yang disebut-sebut menunggangi aksi demonstrasi itu, Jefry minta untuk tidak memikirkan kepentingan diri sendiri.
"Jangan berusaha mengadu domba masyarakat. Kalau ada keinginan menjadi bupati, berbuat baiklah. Jangan ngabisin duit untuk hal-hal yang mahal membuat masyarakat marah," katanya