Jakarta (ANTARA) - Ibu pengganti atau surogasi menghadapi risiko yang lebih tinggi terhadap komplikasi kehamilan dan sesudah melahirkan dibandingkan dengan wanita yang hamil secara alami atau melalui bantuan, menurut sebuah studi terbaru.
Dikutip dari Medical Daily, Rabu, Sebuah studi yang diterbitkan dalam "Annals of Internal Medicine" menyelidiki implikasi kesehatan dari tiga jenis kehamilan: kehamilan tanpa bantuan, fertilisasi in vitro (IVF), dan pengganti gestasional.
Hasilnya mengungkapkan bahwa ibu pengganti atau surogasi berisiko lebih tinggi mengalami perdarahan usai melahirkan yang parah, hipertensi, dan preeklamsia, dibandingkan dengan mereka yang hamil secara alami atau dengan IVF, pengganti juga memiliki risiko lebih tinggi untuk melahirkan prematur.
Namun, bukti tentang morbiditas neonatal yang parah kurang jelas. Morbiditas neonatal merujuk pada kondisi medis yang menyebabkan rawat inap di rumah sakit setelah melahirkan, masa observasi, atau kematian dalam 28 hari pertama kehidupan.
"Studi ini dipicu oleh peningkatan penggunaan pengganti gestasional di seluruh dunia dan kurangnya informasi tentang dampak dari modality reproduksi ini terhadap hasil kehamilan, baik untuk pengganti gestasional maupun anak yang dilahirkan," kata penulis utama Dr. Maria Velez dalam siaran pers.
Para peneliti menganalisis 863.017 kelahiran di Ontario, Kanada, antara tahun 2012 dan 2021, dengan fokus pada kehamilan yang terjadi tanpa bantuan, melalui IVF, dan menggunakan pengganti gestasional.
Mereka memeriksa berbagai hasil kesehatan, termasuk komplikasi maternal dan neonatal yang parah, preeklamsia, persalinan caesar, kelahiran prematur, dan perdarahan sesudah melahirkan.
Hasil menunjukkan bahwa risiko morbiditas maternal parah adalah 2 persen untuk kelompok tanpa bantuan, 4 persen untuk kelompok IVF, dan 8 persen untuk kelompok pengganti gestasional.
Saat menganalisis risiko berbagai morbiditas, kelompok pengganti gestasional menunjukkan risiko lebih tinggi untuk gangguan hipertensi dan perdarahan sesudah melahirkan.
"Tenaga medis yang terlibat dalam perawatan individu dan pasangan yang memerlukan pengganti gestasional untuk membangun keluarga harus memberi saran kepada pasien dan pengganti gestasional tentang potensi risiko selama kehamilan dan awal sesudah melahirkan. Terdapat pedoman tentang kriteria kelayakan untuk meminimalkan risiko komplikasi kehamilan di antara pengganti gestasional. Namun, pedoman ini tidak selalu diikuti secara ketat," ungkapnya.
Studi ini memiliki beberapa keterbatasan. Penelitian ini tidak mengeksplorasi alasan orang tua memilih pengganti gestasional, motivasi pengganti yang memilih untuk menjadi pengganti, atau sumber donor telur dan sperma.
Selain itu, jenis IVF yang digunakan juga tidak dipertimbangkan. Faktor-faktor ini dapat berpengaruh signifikan dalam memahami risiko yang terkait dengan surrogasi.
Baca juga: Waspada hipertensi pada ibu hamil, dokter Agustina Nurmala ungkap tiga bahayanya
Baca juga: Dokter: Ibu hamil saat mudik perlu ganti posisi duduk maksimal dua jam sekali
Berita Lainnya
Mensos-Menko Pemberdayaan Masyarakat percepat nol kemiskinan ekstrem di Indonesia
18 December 2024 17:19 WIB
Kemenag berhasil raih anugerah keterbukaan informasi publik
18 December 2024 17:00 WIB
Dokter menekankan pentingnya untuk mewaspadai sakit kepala hebat
18 December 2024 16:37 WIB
Indonesia Masters 2025 jadi panggung turnamen terakhir The Daddies
18 December 2024 16:28 WIB
Menko Pangan: Eselon I Kemenko Pangan harus fokus pada percepatan swasembada pangan
18 December 2024 16:13 WIB
ASEAN, GCC berupaya perkuat hubungan kerja sama kedua kawasan
18 December 2024 15:57 WIB
Pramono Anung terbuka bagi parpol KIM Plus gabung tim transisi pemerintahan
18 December 2024 15:51 WIB
Pertamina berencana akan olah minyak goreng bekas jadi bahan bakar pesawat
18 December 2024 15:12 WIB