Jakarta (ANTARA) - Para peserta Residensi Pemajuan Kebudayaan 2024 berkumpul mengelilingi empat ibu yang memainkan kesenian tradisional gondang oguang di Desa Tanjung, Kecamatan Koto Kampar Hulu, Kabupaten Kampar.
Pada hari keenam kegiatan residensi ini, peserta dari dalam maupun luar negeri menyimak dengan penuh perhatian alunan musik kesenian gondang oguang yang terdiri atas calempong (sejenis bonang dalam gamelan Jawa), gondang (kendang), dan gong ini.
Dua ibu memainkan calempong, masing-masing memainkan gondang dan gong.
Tak ada nyanyian dalam gondang oguang
Pelestari tradisi lisan dari Kampar, Salman Azis (58) mengatakan dalam kesenian tradisional gondang oguang, pantang atau tidak boleh terdengar nyanyian karena suara perempuan diyakini adalah aurat.
Namun demikian, para pemain gondang oguang tetap bernyanyi dalam hati sehingga suara para pemain biasanya agak serak setelah mereka bermain musik.
"Suara setiap pemain calempong agak-agak serak setelah main karena hatinya selalu bernyanyi meski suara tidak dikeluarkan," kata penerima penghargaan sebagai Tokoh Sastra Lisan dari Balai Bahasa Provinsi Riau 2023 ini.
Kesenian tradisional gondang oguang ini memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Kampar.
Gondang oguang dimainkan pada momen-momen penting, salah satunya saat upacara adat pengukuhan Ninik Mamak (kepala suku) dan hari-hari besar keagamaan.
Bila upacara adat pengukuhan Ninik Mamak tidak diiringi alat musik tradisional ini, dapat dikatakan tidak sah penobatannya atau gagal.
Untuk memainkan gondang oguang, pemain harus meminta izin ketua adat terlebih dulu.
Setelah izin dikantongi, barulah alat musik yang akan dimainkan untuk gondang oguang boleh diturunkan dari rumah penyimpanan.
Penggodokan peserta
Para peserta residensi melakukan riset dan menjalani masa inkubasi sejak 2 Agustus hingga 27 Agustus 2024.
Salman Azis menjadi salah satu pelatih dalam kegiatan Residensi Pemajuan Kebudayaan 2024 di Riau dengan tema "Musikalisasi Pantun dan Tradisi Lisan".
Selain Salman, ada Taslim bin Faham dari Rokan Hulu yang juga didapuk sebagai pelatih. Taslim bin Faham merupakan maestro tradisi lisan Riau, yang dikenal sebagai pengkoba atau tukang koba.
Koba atau bokoba adalah tradisi lisan jenis cerita yang disampaikan dengan cara bernyanyi.
Cerita koba berisikan tentang kehidupan, alam, manusia, hewan, makhluk halus dan makhluk-makhluk ajaib, dewa, kesaktian, kayangan, ketampanan dan kecantikan, keperkasaan, dan terkadang diselingi kisah lucu.
Setiap koba memiliki irama dendangmasing-masing, seperti di wilayah Rokan (Hulu dan Hilir) terkenal gaya rantau kopar yang mendayu dan merayu.
Istilah bokoba memiliki arti bercerita dengan diiringi alunan gendang bebano.
Kedua maestro tradisi lisan Riau tersebut berkolaborasi dengan kelompok musik kontemporer bernama Riau Rhythm.
Di program ini, Riau Rhythm mengalihwahanakan sastra lisan pantun ke musik.
Nantinya para peserta residensi akan mengikuti pelatihan selama 6 hari bersama Riau Rhythm. Setelah itu peserta menjalani masa inkubasi untuk membuat karya.
Targetnya, para peserta mampu membuat komposisi musik baru berdasarkan riset yang mereka lakukan selama residensi.
Para peserta dibagi menjadi tiga kelompok sehingga tiga karya yang dihasilkan nantinya akan dipentaskan dalam showcase di Pekanbaru pada 27 Agustus dan showcase di Jakarta pada 30 Agustus 2024.
"Harapan kita dari hasil residensi ini, mereka akan membuat musik dengan metodologi baru, dengan proses penciptaan gaya baru," kata Rino Dezapaty, komposer sekaligus anggota Riau Rhythm.
Rinomenekankan pentingnya komposer memadukan imajinasi dan riset untuk diterapkan dalam membuat komposisi musik.
Melalui program residensi, para peserta menjadi lebih peduli terhadap budaya di daerah mereka masing-masing dan berupaya melestarikannya.
Riau Rhythm sendiri berasal dari Pekanbaru, Riau. Mereka memadukan unsur musik budaya tradisi melayu dengan alat musik Barat.
Mereka mengumpulkan informasi sejarah, baik lisan maupun tulisan, kemudian menuangkan ide dan gagasan yang mereka dapat ke dalam karya musik atau yang sekarang dikenal dengan musikalisasi puisi.
Jejak penampilan Riau Rhythm tidak hanya dalam negeri, namun juga sering diundang untuk tampil di luar negeri.
Salah seorangpeserta residensi, Aryo Seno Hool (27), terlihat begitu antusias ketika bisa mendapatkan pengetahuan baru tentang keberagaman seni budaya Indonesia.
Musisi blasteran Yogyakarta-Australia itu mengaku memiliki kedekatan budaya dengan Indonesia dan telah mempelajari musik karawitan khas Jawa, Sunda, dan Bali selama mengikuti program darmasiswa di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
Dia berharap bisa belajar lebih banyak tentang musik dari Indonesia, utamanya dari Riau.
"Musik Riau berbeda sekali dengan Jawa. Saya ini setengah Yogyakarta, jadi sudah belajar juga tentang karawitan dan sebagainya, tetapi calempong ini menarik. Ada kehidupan di balik musiknya dan layak untuk dikenalkan lebih luas," kata Aryo Seno Hool.
Selama residensi, Aryo bersama pelaku budaya internasional lainnya akan berkolaborasi dengan pelaku budaya nasional yang telah terseleksi sebanyak 30 orang.
Tidak hanya di Pekanbaru, sebagian peserta juga mengikuti residensi di lokasi lain, yaitu di Cirebon, Jawa Barat, untuk mengenal tari topeng losari, dan di Yogyakarta untuk mengenal olahraga tradisional jemparingan.
Diplomasi budaya Indonesia
Program Residensi Pemajuan Kebudayaan Tahun 2024 digelar oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), melalui Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan.
Kegiatan ini merupakan bentuk pelaksanaan pembinaan yang termuat dalam salah satu di antara empat aspek penguatan tata kelola kebudayaan lainnya, yakni pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan, sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Program ini menargetkan pembinaan bagi para pelaku budaya dan komunitas budaya, baik dalam negeri maupun luar negeri, bersama para ahli di bidangnya.
Pelaku budaya internasional yang berpartisipasi pada program ini berasal dari Australia, Meksiko, Italia, India, Kanada, Amerika Serikat, Brunei Darussalam, Belanda, Malaysia, Kolombia, India, Ekuador, Thailand, Yunani, Mesir, Filipina, Yordania, dan Polandia.
Kolaborasi ini selain menjadi bentuk diplomasi budaya Indonesia, juga menjadi upaya dalam memperluas dan memperkuat jejaring pelaku budaya Indonesia di kancah internasional.
"Program Residensi Pemajuan Kebudayaan ini menjadi sarana melestarikan budaya Indonesia sekaligus memperkenalkannya kepada generasi muda sebagai bentuk pembinaan para pelaku budaya," kata Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan Kemendikbudristek Restu Gunawan.