Singapura (ANTARA) - Saham Asia melemah pada awal perdagangan Kamis, sementara dolar melemah karena investor tetap berhati-hati menjelang perkiraan kenaikan suku bunga 25 basis poin oleh Federal Reserve AS bulan depan.
Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang merosot 0,16 persen, sedangkan Nikkei Jepang naik tipis 0,07 persen dan indeks S&P/ASX 200 Australia tergelincir 0,07 persen.
Indeks saham-saham unggulan China CSI 300 tergerus 0,16 persen, sementara Indeks Komposit Shanghai terpangkas 0,22 persen dan indeks Hang Seng Hong Kong dibuka 0,60 persen lebih tinggi.
E-mini berjangka untuk S&P 500 turun 0,25 persen, sementara Nasdaq berjangka turun 0,36 persen. Fokus investor di Asia akan tertuju pada pendapatan dari Taiwan Semiconductor Manufacturing Co Ltd (TSMC) di kemudian hari, dengan para analis memperkirakan perusahaan akan membukukan penurunan laba bersih kuartal pertama 5,0 persen.
Para pedagang bersiap untuk pertemuan dari bank-bank sentral dalam beberapa minggu ke depan ketika meredanya kekhawatiran atas sektor perbankan membawa inflasi dan kebijakan moneter kembali menjadi fokus.
"Fokus sempit bank sentral global dalam memerangi inflasi menjadi lebih rumit karena mereka sekarang dihadapkan pada tugas tambahan untuk menjaga stabilitas keuangan," kata Thomas Poullaouec, kepala solusi multi-aset APAC di T. Rowe Price.
Jajak pendapat Reuters terhadap para ekonom menunjukkan The Fed kemungkinan akan memberikan kenaikan suku bunga 25 basis poin pada Mei dan kemudian mempertahankan suku bunga stabil selama sisa tahun ini. Pasar memperkirakan peluang 83 persen kenaikan Fed sebesar 25 basis poin, alat CME FedWatch menunjukkan.
Retorika hawkish dari pembicara Fed berlanjut dengan Presiden Federal Reserve New York John Williams mengatakan bahwa tingkat inflasi masih pada tingkat bermasalah dan bank sentral AS akan bertindak untuk menurunkannya.
Aktivitas ekonomi AS sedikit berubah dalam beberapa pekan terakhir karena pertumbuhan lapangan kerja agak moderat dan kenaikan harga tampaknya melambat, menurut laporan Fed pada Rabu (19/4/2023).
Bacaan terbaru bank sentral tentang keadaan ekonomi memberikan gambaran tentang kondisi bisnis, bank dan pekerja setelah kegagalan pertengahan Maret dari dua bank regional besar yang mengguncang kepercayaan di sektor keuangan AS.
Tetapi karena kekhawatiran akan krisis yang luas mereda, volatilitas menjadi tidak terlalu liar. Pada Rabu (19/4/2023), indeks Volatilitas CBOE, yang dijuluki pengukur ketakutan Wall Street, turun ke titik terendah sejak November 2021.
Sementara itu, imbal hasil obligasi pemerintah 10-tahun turun menjadi 3,597 persen di jam-jam Asia setelah mencapai puncak empat minggu di 3,639 persen pada Rabu (19/4/2023).
Imbal hasil obligasi pemerintah AS dua tahun, yang biasanya bergerak sejalan dengan ekspektasi suku bunga, turun 1,3 basis poin menjadi 4,252 persen, setelah menyentuh 4,286 persen sehari sebelumnya, tertinggi sejak 15 Maret.
Di pasar mata uang, indeks dolar AS turun 0,039 persen, dengan euro naik 0,04 persen menjadi 1,0958 dolar. Yen melemah 0,08 persen menjadi 134,83 per dolar, sementara sterling terakhir diperdagangkan turun 0,05 persen pada 1,2432 dolar.
Baca juga: BRI bayarkan dividen tunai senilai Rp34,89 triliun kepada pemegang saham
Baca juga: Saham Asia melonjak, dolar AS jatuh karena Fed isyaratkan jeda suku bunga