BKKBN identifikasi 30 keluarga beresiko stunting di Rohul

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara, BKKBN

BKKBN identifikasi 30 keluarga beresiko stunting di Rohul

Dalam upaya percepatan penurunan stunting tingkat Kabupaten Rokan Hulu tahun 2022, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Rokan Hulu melaksanakan Identifikasi Pengukuran dan Audit Kasus Stunting (AKS) Tahap III bersama Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di Kabupaten Rokan Hulu, di RSUD Kabupaten Rokan Hulu, Rabu (23/11) (Antara/HO-Humas BKKBN Riau)

Pekanbaru (ANTARA) - Kepala BKKBN Perwakilan Provinsi Riau Mardalena Wati Yulia menggiatkan identifikasi terhadap 30 keluarga beresiko stunting di Kabupaten Rokan Hulu agar bisa menurunkan cakupan prevalensi stunting di daerah itu yang mencapai 25,8 persen berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021.

"Prevalensi stunting di Rohul masih tinggi jika dibandingkan rata-rata Provinsi Riau sebesar 22,3 persen itu, sehingga diperlukan kerjasama dan konvergensi agar prevalensi stunting di Riau bisa mencapai 14 persen tahun 2024 sesuai target pemerintah," kata Mardalena Wati Yulia, di Rohul,Rabu.

Ia mengatakan itu, pada acara Identifikasi Pengukuran dan Audit Kasus Stunting (AKS) Tahap III bersama Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di Kabupaten Rokan Hulu digelar Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Rokan Hulu, di Aula Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Rokan Hulu pada Rabu (23/11).

Mardalena mengatakan, stunting tidak bisa diobati akan tetapi stunting hanya bisa dicegah. Penyebab stunting adalah karena faktor kekurangan gizi dalam waktu yang cukup lama karena infeksi yang terlalu lama serta pola pengasuhan dan lingkungan.

Dampak jika anak terjadi stunting, katanya, yaitu pertumbuhannya akan terganggu serta perkembangan otaknya terganggu dan ketika dewasa dia akan mudah terserang penyakit sehingga keluarga yang berpotensi tersebut dibutuhkan untuk diaudit.

"Audit kasus stunting dilakukan oleh tim teknis dan pakar dari kalangan dokter spesialis anak, dokter spesialis kandungan, psikolog, serta ahli gizi berasal dari sejumlah organisasi pakar.

Organisasi pakar yang ikut membantu audit kasus stunting di Riau, yakni Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Gizi Indonesia (AIPGI), dan Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi).

Sedangkan audit kasus stunting --berbasis surveilans rutin atau sumber data lain, khususnya memilah kasus-kasus yang sulit-- dibutuhkan katanya, sebagai bentuk kegiatan identifikasi risiko terjadinya stunting pada kelompok sasaran, calon pengantin, baduta (bawah dua tahun), ibu hamil dan ibu pasca-melahirkan (nifas).

"Karenanya penanganan pada kasus stunting sangat memerlukan surveilans data yang rutin dan memadai sebagai basis seleksi kasus dan kajian," kata Mardalena.

Sedangkan keluarga yang memiliki anak yang beresiko stunting, akan di identifikasi apa kenapa, sehingga diketahui kalau memang stunting apa upaya yang harus dilakukan kedepan, tentu tidak hanya sekedar audit.

Untuk itu katanya, pihaknya berharap ada Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) hadir, karena berdasarkan hasil audit stunting itu maka selanjutnya butuh penanganan Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Sosial.

"Jadi setelah audit kasus stunting ini tentu akan ada tindak lanjut berikutnya kepada keluarga beresiko stunting dari seluruh pemangku kepentingan tersebut," demikian Mardalena.

Plt. Kepala DPPKB Kabupaten Rokan Hulu drg. Leni Sumbari mengatakan kegiatan ini dibiayai BKKBN sehingga audit kasus stunting tahap III bisa dilaksanakan di Kabupaten Rokan Hulu.