Pekanbaru (ANTARA) - 15 kepala desa menyatakan sikap menolak PT. Rimba Peranap Indah (RPI) yang berada di kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) dan Kabupaten Pelalawan sebagai buntut konflik lahan masyarakat yang tak selesai sejak 25 tahun lalu.
Masyarakat dan kepala desa menilai PT. RPI tidak menjalankan amanat SK Menteri Kehutanan atas areal hutan seluas 11.620 hektare dan diduga telah menyerobot dan mengolah lahan warga.
"Sebelumnya telah dilakukan negosiasi antara masyarakat dengan perusahaan mulai dari tingkat kecamatan bahkan provinsi. Namun pihak PT. RPI tidak menjalankan kesepakatan yang telah dibuat di depan pemerintah tingkat daerah," sebut Ketua LAMR Inhu Datuk Seri Marwan, Rabu.
Selain itu, aset dan akses masyarakat dirusak dan dihancurkan oleh pihak PT. RPI sehingga tidak dapat dipergunakan oleh masyarakat.
"Tak hanya merusak aset, perusahaan diduga juga mengintervensi masyarakat dengan menggunakan tenaga aparat negara dalam menjaga areal mereka, sehingga membuat masyarakat takut," lanjutnya.
Selain itu setelah melakukan pengecekan bersama instansi terkait, kedua belah pihak sepakat lahan tersebut dalam status quo yang artinya tidak boleh beraktifitas di area tersebut.
Namun hingga hari ini PT RPI tidak kooperatif serta dengan sengaja merusak perkebunan dan aset LAMR di area sengketa. Oleh karena itu masyarakat menyatakan penolakan demi masyarakat yang merasa dirugikan.
Baca juga: Rawan Konflik, Aktivitas PT RPI Dihentikan