Tiba saatnya UMKM Indonesia untuk buka lapak di pasar China

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara, UMKM

Tiba saatnya UMKM Indonesia untuk buka lapak di pasar China

Seorang model mempromosikan produk UMKM melalui video streaming dari salah satu perusahaan agregator di kompleks Canton Fair, Guangzhou, Provinsi Guangdong, China, Selasa (27/9/2022). (ANTARA/M. Irfan Ilmie)

Jakarta (ANTARA) - Hubungan Indonesia dengan China dalam berbagai bidang semakin erat di tengah situasi global yang menghadapi ancaman resesi.

Perdagangan bilateral kedua negara juga terus meningkat di tengah mulai meredanya ancaman pandemi COVID-19.

Di bidang perdagangan, Kementerian Kepabeanan China (GACC) mencatat total nilai perdagangan kedua negara pada tahun 2021 mencapai 123,4 miliar Dolar AS atau meningkat sebesar 58,4 persen dibandingkan pencapaian pada tahun 2020.

Pada periode Januari-Juli 2022 saja, total perdagangan kedua negara mencapai 82,2 miliar Dolar AS atau naik 29,1 persen dibandingkan periode Januari-Juli 2021.

Defisit neraca perdagangan Indonesia dengan China juga terus menurun. Selama triwulan I/2022 defisit perdagangan Indonesia menurun sebesar 47,99 persen dibandingkan triwulan I/2021.

Pada periode Januari-Maret 2022, Indonesia mengalami defisit perdagangan dengan China sebesar 190,79 juta Dolar AS atau berkurang 47,99 persen dibandingkan dengan periode Januari-Maret 2021 sebesar 366,81 juta Dolar AS.

Nilai impor Indonesia dari China selama periode tersebut mencapai 16,47 miliar Dolar AS atau naik 30 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 12,67 miliar Dolar AS.

Sementara nilai ekspor Indonesia ke China selama periode tersebut mencapai 16,28 miliar Dolar AS atau tumbuh sebesar 32,32 persen dibandingkan nilai total ekspor periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 12,31 miliar Dolar AS.

Dengan demikian, maka sudah dapat dipastikan bahwa perdagangan kedua negara akan kembali mengalami peningkatan pada tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya.

Apalagi sejak tahun lalu, Indonesia dan China melalui bank sentralnya masing-masing, yakni Bank Indonesia dan People's Bank of China (PBOC) telah menandatangani kesepakatan mekanisme penyelesaian transaksi bilateral yang dikenal dengan Local Currency Settlement (LCS).

Dengan diberlakukannya LCS tersebut, para pengusaha Indonesia dan China bisa melakukan transaksi menggunakan mata uang Rupiah dan dolar tanpa harus mengonversinya dengan mata uang Dolar AS, seperti sebelumnya.

Beberapa produk unggulan Indonesia yang mengalami peningkatan nilai ekspor ke China hingga di atas 100 persen, di antaranya bahan bakar mineral, produk turunan nikel, produk industri penggilingan, produk keramik, logam mulia, olahan dari sayuran, mutiara alam, mutiara budi daya, dan olahan daging ikan.

Besi dan baja dari Indonesia nilai ekspornya tumbuh 72,35 persen, bijih logam (109,29 persen), aneka produk kimia (65,17 persen), bahan kimia organik (107,37 persen), dan timah dan turunannya (283,61 persen).

Secara umum komoditas unggulan Indonesia yang mengalami pertumbuhan ekspor ke China masih banyak yang bersumber dari alam sehingga belum memberikan dampak yang signifikan terhadap pertambahan nilai.

Mungkin hanya bulu unggas olahan, bunga tiruan, barang dari rambut manusia sebagai komoditas yang memberikan nilai tambah yang mengalami pertumbuhan ekspor ke China hingga 165,95 persen.

Seorang model mempromosikan produk UMKM melalui video streaming dari salah satu perusahaan agregator di kompleks Canton Fair, Guangzhou, Provinsi Guangdong, China, Selasa (27/9/2022). ANTARA/M. Irfan Ilmie

Jitu

Meningkatnya nilai ekspor Indonesia tersebut tampaknya masih belum menyentuh pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Padahal Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pengembangan dan pemberdayaan UMKM merupakan hal yang sangat penting bagi perekonomian global karena UMKM merupakan tulang punggung perekonomian dunia.

Kemenkeu menyebut UMKM menyumbang 90 persen dari kegiatan bisnis dan berkontribusi lebih dari 50 persen lapangan pekerjaan di seluruh dunia.

Di negara berkembang, UMKM formal berkontribusi sekitar 40 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Kontribusi ini sebenarnya jauh lebih besar jika memasukkan UMKM informal yang sebagian besar tidak tercatat.

Bagi Indonesia, pemulihan dan kinerja perekonomian juga disumbangkan oleh pemulihan UMKM.

Indonesia sendiri memiliki 64 juta unit UMKM yang mewakili 99 persen dari total kegiatan bisnis. Mereka bahkan menyerap 97 persen lapangan kerja dan menyumbang 60 persen dari PDB nasional.

China sebagai pasar barang dan jasa yang sangat besar dan luas di dunia tentunya memberikan kesempatan tersendiri bagi siapa saja yang ingin berusaha di negara berpenduduk 1,4 miliar jiwa itu.

Beberapa merek sarang burung walet, kopi, mi instan, dan biskuit dari Indonesia sudah cukup lama dikenal oleh konsumen di China.

Namun merek-merek yang turut andil dalam mendongkrak nilai ekspor Indonesia ke China tersebut diproduksi oleh perusahaan-perusahaan nasional yang berskala besar dan memiliki jaringan di berbagai negara.

Nama besar dan kemampuan finansial yang besar pula menjadikan merek-merek tersebut mudah mendapatkan akses pasar di China dan diterima oleh konsumen. Apalagi mereka juga menggandeng perusahaan lokal China.

Lalu bagaimana dengan sektor UMKM yang sebenarnya produknya tidak kalah dengan merek-merek besar tersebut, termasuk dalam segi kualitas?

Bank Indonesia yang hadir di China dalam empat tahun terakhir memiliki misi membawa produk-produk UMKM Indonesia tersebut.

Dengan menggandeng sebuah perusahaan China yang berkantor pusat di Guangzhou, 30 unit UMKM dari berbagai daerah di Indonesia mulai menapaki pengalaman baru untuk berkompetisi di negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

Ke-30 unit UMKM tersebut merupakan binaan Bank Indonesia, Kementerian Perdagangan RI, dan Lembaga Pembiayaaan Ekspor Indonesia (LPEI).

"Pemilihan 30 UMKM tersebut melalui proses kurasi yang ketat. Produk UMKM ini diharapkan dapat menembus pasar China," kata Wakil Kepala Kantor Perwakilan BI Beijing Firman Hidayat, kepada ANTARA di Guangzhou, Provinsi Guangdong, Rabu (28/9).

Sebelumnya dia bersama Konsul Ekonomi Konsulat Jenderal RI di Guangzhou Adhi Kawidastra berkunjung ke ruang pajang Overseas Prominent Brands (OPB) yang berada di kompleks Canton Fair, Selasa (27/9).

Selain bertemu CEO OPB Steven Hou, keduanya juga melihat secara langsung produk-produk unggulan sejumlah UMKM Indonesia yang dipasarkan oleh perusahaan agregator tersebut, di antaranya kopi, teh, makanan ringan, dan bumbu instan.

OPB mempunyai platform daring dan memiliki lebih dari 200 ribu mitra business to business (B2B) buyers di China.

Ceruk pasar China sangat besar dan luas, namun tidak mudah untuk dimasuki produk-produk dari luar, apalagi bagi perusahaan berskala kecil, termasuk UMKM.

"OPB selanjutnya akan memberikan semacam bantuan teknis kepada para UMKM di Indonesia bagaimana cara memasarkan produk-produknya di China dan mempertemukan UMKM dengan B2B buyers di China," ujar Firman menambahkan.

Strategi yang diambil Kantor Perwakilan BI Beijing di bawah kepemimpinan Tutuk SH Cahyono tersebut tampaknya cukup jitu.

BI Beijing tidak muluk-muluk memasang target produk-produk rumahan seperti kopi dan bumbu instan dari Aceh, teh celup gaharu dari Kalimantan Timur, dan makanan ringan dari Sidoarjo bisa merambah semua pasar China yang sangat luas dan penuh persaingan ketat itu.

Memilih Guangzhou sebagai tempat persinggahan produk unggulan UMKM tersebut sudah sangat tepat, selain secara geografis berada di wilayah selatan daratan Tiongkok sehingga lebih dekat dengan Indonesia, ibu kota Provinsi Guangdong itu juga dikenal sebagai kota dagang tempat bertemunya para pembeli dari berbagai negara.

Guangzhou juga memiliki Canton Fair, kompleks arena pameran barang ekspor-impor terbesar di China yang luasnya mencapai 1,13 juta meter persegi.

Di kompleks Canton Fair itu pula OPB sebagai mitra utama BI Beijing melakukan aktivitas bisnisnya. Jadi, tunggu apa lagi kalau kesempatan bagi UMKM Indonesia sudah tampak di depan mata.

Baca juga: UMKM Ekraf Riau binaan PHR manfaatkan peluang usaha baru

Baca juga: Menteri BUMN Erick Thohir tinjau pasar murah dan bazar UMKM di Purwakarta