Singapura (ANTARA) - Harga minyak naik lebih dari satu persen pada sesi Asia pada Selasa sore, setelah jatuh ke posisi terendah sembilan bulan sehari sebelumnya, di tengah indikasi bahwa aliansi produsen OPEC+ dapat memberlakukan pengurangan produksi untuk menghindari jatuhnya harga lebih lanjut.
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November terangkat 1,17 dolar AS atau 1,39 persen, menjadi diperdagangkan di 85,23 dolar AS per barel pada pukul 06.44 GMT. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman November naik 1,13 dolar AS menjadi diperdagangkan di 77,84 dolar AS per barel.
Pada Selasa, greenback turun dari tertinggi 20-tahun yang disentuh pada hari sebelumnya, memberikan beberapa kelegaan pada pasar minyak.
Dalam dua sesi perdagangan sebelumnya, Brent jatuh 7,1 persen sementara WTI merosot 8,1 persen di bawah tekanan ganda dari lonjakan dolar yang membuat harga minyak mentah berdenominasi greenback lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain, serta meningkatnya kekhawatiran bahwa kenaikan suku bunga akan memicu resesi yang akan membatasi permintaan bahan bakar.
Para pejabat dari produsen utama bereaksi terhadap penurunan beberapa hari terakhir dengan mengindikasikan bahwa mereka mungkin mengambil tindakan untuk menjaga stabilitas harga.
Menteri Perminyakan Irak Ihsan Abdul Jabbar pada Senin (26/9/2022) mengatakan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, sedang memantau situasi harga minyak, ingin menjaga keseimbangan di pasar.
"Kami tidak ingin kenaikan tajam harga minyak atau keruntuhan," katanya dalam sebuah wawancara di TV pemerintah Irak.
Para analis mengatakan aksi jual lebih lanjut di pasar minyak dapat membuat OPEC+ melakukan intervensi untuk mendukung harga dengan secara kolektif mengurangi produksi mereka.
"Jika kita ingin melihat pemotongan, mereka harus sedikit lebih besar dari 100.000 barel per hari (bph) yang disepakati pada pertemuan terakhir untuk memiliki dampak yang berarti pada pasar," kata analis di ING Economics dalam sebuah catatan.
OPEC+ meningkatkan produksi tahun ini setelah rekor pemotongan dilakukan pada 2020 karena penurunan permintaan yang disebabkan oleh pandemi COVID-19. Namun, organisasi telah gagal dalam beberapa bulan terakhir untuk memenuhi peningkatan produksi yang direncanakan, merusak efektivitas pengurangan produksi yang diumumkan.
Gangguan dari perang Rusia-Ukraina menambah kegelisahan pasar di tengah kurangnya kejelasan atas rencana batas harga Uni Eropa pada ekspor minyak Rusia yang diperkirakan akan dimulai pada Desember.
"Kami memperkirakan harga akan menyaksikan pemulihan menuju 80 dolar AS per barel untuk WTI, sedangkan untuk Brent, harga diperkirakan rebound menuju 87 dolar AS per barel," kata Sugandha Sachdeva, Wakil Ketua Penelitian Komoditas di Religare Broking.
Perkiraan kedatangan Badai Ian menyebabkan BP Plc dan Chevron Corp menutup produksi pada Senin (26/9/2022) di anjungan minyak lepas pantai di Teluk Meksiko, wilayah produksi lepas pantai utama AS. Badai kategori 2 berada di Karibia dan diperkirakan akan menjadi badai besar dalam dua hari.
Baca juga: Harga minyak melonjak di Asia, terimbas Presiden Putin kerahkan banyak pasukan
Baca juga: Harga minyak stabil saat prospek kenaikan Fed tekan permintaan bahan bakar