Pekanbaru (ANTARA) - Wakil Gubernur Riau Edy Natar Nasution memandang perlu peran aktif dari semua pihak mulai dari PKK, dinas kesehatan, perguruan tinggi, tokoh masyarakat, tokoh adat, agama dan perusahaan, dalam menurunkan prevalensi tengkes di daerah itu.
"Kasus 'stunting' harus terus diupayakan turun sebab dapat 'mematikan' masa depan seorang anak, bahkan sebelum ia tumbuh dewasa dan mengindikasikan penurunan kemampuan kognitif anak," kataEdy Natar Nasution di Pekanbaru, Rabu.
Ia mengatakan itu pada acara pertemuan rekonsialiasi program percepatan penurunan tengkes dan Rakerda Program Bangga Kencana Provinsi Riau Tahun 2022 bertema "melalui konvergensi lintas sektor bergerak bersama mewujudkan percepatan penurunan tengkes dan penguatan Program Bangga Kencana di Provinsi Riau".
Edy mengatakan berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi tengkesdi Provinsi Riau sebesar 22,3 persen atau berada di bawah capaian nasional 24,4 persen dan berada pada urutan ke-10 terbawah secara nasional. Namun demikian, urutan prevalensitengkesRiau masih berada di atas standar WHO.
"Karenanya dalam upaya percepatan penurunan 'stunting' di Riau membutuhkan pendekatan intervensi yang komprehensif mencakup aspek penyiapan kehidupan berkeluarga, pemenuhan asupan gizi, perbaikan pola asuh peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, peningkatan akses air minum, sanitasi lingkungan yang bersih serta rumah layak huni," katanya.
Dengan berbagai kompleksitasnya itu, katanya, maka percepatan penurunan tengkes harus terfokus pada keluarga berisiko tengkes.
Untuk itu, katanya lagi, isu tengkes masuk dalam isu strategis nasional dan daerah sehingga Pemprov Riau menjadikan penurunan prevalensi tengkes sebagai salah satu indikator kinerja kepala daerah dalam RPJMD Provinsi Riau 2019-2024.
Sekretaris Utama BKKBN BI, Tavip Agus Rayanto mengatakan, perlu perobahan pendekatan yang sebelumnya kebijakan penanganan tengkes sudah baik akan tetapi yang dibutuhkan adalah pengawalan, evaluasi kegiatan pada level desa, kelurahan dan capaian serta kendala dan validasi data.
"Dan dengan mencermati beberapa negara penanganan 'stunting' yang baik dimulai dari fase pencegahan terutama pada 1.000 hari pertama kelahiran (HPK). Pendampingan keluarga ibu hamil dan pra melahirkan, serta pendampingan pada calon pengantin, dan lakukan audit 'stunting'," katanya.
Selain itu, keberadaan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang sudah terbentuk di Riau, diharapkan tim dapat menjalankan tugas dan tanggungjawabnya untuk mengkoordinasikan dan mengevaluasi penyelenggaraan percepatan penurunan tengkes secara efektif.
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Riau, Mardalena Wati Yulia mengatakan TPPS sudah terbentuk pada 172 kecamatan berada dalam 10 Kabupaten, kecuali 2 kabupaten yakni Kabupaten Bengkalis dan Inhu yang belum terbentuk TPPS-nya.
"Melalui pertemuan rekonsialiasi ini diharapkan dapat mendorong peningkatan komitmen dan koordinasi TPPS, dan mensinergikan program ini secara secara utuh, menyeluruh dan terpadu," katanya.