Ahli Bioremediasi Ini 'Mengajarkan' Mahasiswanya Melanggar Aturan Pemerintah

id ahli bioremediasi, ini mengajarkan, mahasiswanya melanggar, aturan pemerintah

Ahli Bioremediasi Ini 'Mengajarkan' Mahasiswanya Melanggar Aturan Pemerintah

Pekanbaru, (AntaraRiau.com) - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pemulihan lahan atau lingkungan tercemar dengan menggunakan mikroorganisme atau bakteria (bioremediasi) PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) masih bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta Selatan.

Terakhir, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung pada Senin malam (13/5) menghadirkan tiga orang saksi ahli untuk tiga terdakwa karyawan Chevron yakni Widodo, Kukuh Kertasafari dan Endah Rumbiyanti.

Satu dari tiga saksi ahli yang didatangkan pihak JPU merupakan seorang dosen teknik kimia dari salah satu perguruan tinggi nasional, Prayitno.

Pria bertubuh kurus dan berambut tipis dengan penampilan serba minimalis ini tampak santai memasuki ruang sidang untuk dimintai keterangan oleh majelis hakim yang dipimpin oleh Sudharmawatiningsih.

Awalnya, Prayitno memang benar-benar tampak seperti ahli bioremediasi dengan komentar yang begitu meyakinkan dihadapan majelis hakim dan penasehat hukum para terdakwa.

Pernyataannya tentang bioremediasi terlontar dengan lantang, meski saksi ahli ini hanya mempelajari ilmu pengelolaan limbah dengan metode penebaran bakteria secara alamiah. Tanpa ada panduan atau landasan metodologi yang jelas.

Sempat lebih meyakinkan, ketika pria ini menyatakan bahwa ilmu tentang bioremediasi yang didapatnya secara 'ortodoks' itu juga dijadikan sebagai bahan materi pendidikan teknik kimia bagi para mahasiswa dan mahasiswinya.

"Saya belajar tentang bioremediasi sejak sekitar tahun 2000. Ilmu ini kemudian saya terapkan dalam mata kuliah di kampus. Bioremediasi merupakan salah satu sub judul dari pelajaran ilmu teknik kimia yang juga penting untuk diketahui," kata Prayitno.

Namun dari 'seribu' kata yang dilontarkan saksi ahli dalam persidangan itu, terselip beberapa pernyataan yang sangat janggal hingga mendapatkan sorotan tajam dari kelompok penasehat hukum atas terdakwa Widodo di awal sidang.

Satu diantaranya adalah sistem penerapan bioremediasi dalam pengelolaan limbah minyak yang menurut dia tidak harus mengacu pada ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (KepMen LH).

Menurut ahli ini, hal itu merupakan salah satu bentuk penyempuraan dari adanya kelemahan aturan yang dibuat oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (KepMen LH) Nomor 128 Tahun 2003 jelas-jelas mengatur tentang tatacara dan persyaratan teknis pengolahan limbah dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis.

Dalam peraturan ini, juga tercantum dengan lengkap dimana bioremediasi dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal yang pada umumnya, di daerah yang tercemar jumlah mikroba yang ada tidak mencukupi untuk terjadinya bioproses secara alamiah.

"Dalam teknologi bioremediasi dikenal dua cara menstimulasi pertumbuhan mikroba, yaitu dengan biostimulai dan bioaugmentasi," kata penasehat hukum.

Namun menurut saksi ahli, dua metode itu saja tidak cukup dan harus ada upaya-upaya lainnya agar pengelolaan limbah pada lahan yang terkontaminasi minyak bisa lebih maksimal.

Untuk diketahui, biostimulasi ádalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrient dan oksigen.

Jika jumlah mikroba yang ada sangat sedikit, maka harus ditambahkan mikroba dalam konsentrasi yang tinggi sehingga bioproses dapat dimulai.

Mikroba yang ditambahkan menurut penasehat hukum adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium diperbanyak dan kembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Penambahan mikroba dengan cara ini disebut sebagai bioaugmentasi dan sangat efektif.

Namun lagi-lagi, Prayitno tidak setuju dengan metode itu. Menurut dia, nutrient dan oksigen saja tidak cukup untuk menurunkan tingkat atau kadar cemaran limbah minyak pada median atau lingkungan itu.

Perdebatan mengenai proses pengerjaan bioremediasi antara penasehat hukum dan saksi ahli ini berjalan begitu alot. Pasalnya, salah satu yang menjadi tuntutan para JPU hingga membawa kasus ini ke 'meja hukum' adalah adanya dugaan pelanggaran peraturan dan penerapan sistem bioremediasi yang dipandang tidak cermat hingga menimbulkan kerugian bagi negara.

Penasehat hukum terdakwa Kukuh Kertasafari dalam sidang lanjutan di hari yang sama dengan terdakwa Widodo, juga memperdebatkan persoalan itu. Antara ketaan hukum atau aturan dengan penyempurnaan metode bioremediasi 'ala' Prayitno terus menuai kontrofersi sepanjang jalannya persidangan.

Hingga akhirnya, beberapa dari sebelas orang penasehat hukum Kukuh melontarkan sejumlah pertayaan-pertanya strategis yang akhirnya membuka beberapa ruang kejanggalan tentang apa yang disampaikan saksi ahli itu.

Dari beberapa pertanyaan itu, salah satunya melibatkan langsung profesi saksi ahli sebagai dosen teknik kimia di salah satu universitas di Indonesia.

"Artinya, sebagai seorang dosen saksi ahli juga menerapkan ilmu tentang bioremediasi yang saudara ketahui itu ke sejumlah mahasiswa?," kata penasehat hukum bertanya. Saksi ahli tidak membantah.

"Apakah saudara saksi ahli (Prayitno) dalam menerapkan ilmu tentang bioremediasi kepada mahasiswa tidak memiliki landasan atau dasar-dasar yang jelas termasuk PerMen LH?," lagi tanya penasehat hukum.

Setelah cukup bingung, Prayitno akhirnya pun tidak membantahnya. Dia mengakui penerapan pengetahuannya tentang bioremediasi memang tidak bisa berlandaskan PerMen LH mengingat masih harus ada penyempurnaan lagi.

Satu titik persoalan sebenarnya telah terungkap dalam persidangan yang digelar hingga larut malam itu. Namun masih memunculkan sejumlah opsi.

Opsi yang pertama PerMen LH tentang bioremediasi adalah salah. Atau malah saksi ahli yang mengenal bioremediasi secara 'ortodoks' mengungkapkan suatu kebohongan.

Lantas, bagaimana dengan pertanyaan terakhir dari mulut terdakwa Kukuh Kertasafari yang menyatakan ; "Apakah saudara saksi ahli artinya juga mengajarkan mahasiswa - mahasiswa 'saudara' untuk melanggaran peraturan pemerintah?"

Pertanyaan itu langsung 'dipangkas' oleh ketua majelis hakim sebelum mendapat respon dan jawaban dari saksi ahli. Lho....!!!!