Gaza Krisis: Warga Masak Pakai Sampah Plastik

id Gaza,Palestina

Gaza Krisis: Warga Masak Pakai Sampah Plastik

Warga Palestina berduka atas kematian seorang korban serangan udara Israel di sebuah rumah sakit di Kota Gaza pada 25 Juni 2025. (ANTARA/Xinhua/Mahmoud Zaki)

Pekanbaru (ANTARA) - Di samping masalah kelaparan, serangan tembakan, dan pengeboman, warga sipil di Gaza kini harus menghadapi bahaya mematikan lainnya, yakni penggunaan sampah plastik untuk bahan bakar memasak, kata badan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (25/6).

"Penembakan dan pengeboman di Jalur Gaza terus berdampak buruk pada warga sipil. Serangan-serangan tersebut dilaporkan telah menewaskan dan melukai banyak orang, sebagian besar di antaranya saat sedang mencari bantuan," kata Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA).

"Para mitra melaporkan bahwa akibat kelangkaan bahan bakar, gas, dan listrik, warga pun membakar sampah plastik untuk memasak."

Ketika sampah plastik dibakar di tempat penampungan atau tenda darurat, kondisi ventilasi udara yang buruk akan menimbulkan risiko keselamatan dan kesehatan yang sangat besar bagi anggota keluarga yang rentan, termasuk anak-anak dan lansia, papar OCHA.

Badan kemanusiaan PBB itu mengatakan bahwa otoritas Israel terus membatasi pengiriman bahan bakar ke Jalur Gaza dan juga pendistribusian ke seluruh daerah kantong itu, sehingga langsung mempersulit layanan penyelamatan bagi orang-orang yang kekurangan dan kelaparan.

Cepatnya penipisan persediaan bahan bakar yang tersisa membahayakan upaya penyelamatan warga di Gaza.

Komite Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) melaporkan bahwa pada Selasa (24/6), Rumah Sakit Lapangan Palang Merah di Rafah menerima gelombang korban massal sebanyak 149 kasus.

"Semua pasien yang datang melaporkan bahwa mereka terluka saat dalam perjalanan ke lokasi penyaluran bantuan," kata ICRC. "Enam belas orang dinyatakan meninggal saat tiba, dan tiga lainnya meninggal akibat luka mereka tak lama setelah tiba. Sebagian besar pasien dilaporkan mengalami luka tembak."

Korban tewas dan luka di antara warga Gaza yang sedang mencari makanan biasanya terjadi di pusat-pusat distribusi bantuan milik Gaza Humanitarian Foundation, badan non-PBB yang telah dimiliterisasi dan disetujui Israel serta dioperasikan oleh AS.

ICRC menyatakan bahwa pihaknya telah mengaktifkan prosedur penanganan korban massal sebanyak 20 kali sejak 27 Mei. Badan itu menambahkan, "Skala dan frekuensi insiden seperti ini menjadi bukti yang mengkhawatirkan tentang bahaya yang tak dapat ditoleransi yang dihadapi warga sipil saat mereka berupaya mengakses bantuan."

Dana Kependudukan PBB melaporkan bahwa 80 persen unit perawatan kritis, termasuk yang digunakan untuk persalinan, berisiko tutup ketika rata-rata ada 130 persalinan per hari di Gaza. Penyaluran bahan bakar untuk Gaza adalah masalah hidup dan mati.

OCHA mengatakan bahwa dapur umum mampu menyiapkan lebih dari 200.000 makanan setiap hari sepanjang pekan ini. Namun, dibandingkan dengan lebih dari 1 juta makanan yang didistribusikan setiap hari pada akhir April, jumlah tersebut menunjukkan penurunan sekitar 80 persen, bantuan yang terlalu kecil untuk diberikan kepada jutaan orang yang berada di ambang kelaparan.

OCHA menyampaikan bahwa untuk mengatasi masalah yang begitu masif di Gaza secara optimal, otoritas Israel harus mengizinkan aliran pasokan dalam jumlah yang lebih besar dan jenis makanan yang lebih bervariasi, serta gas untuk memasak, bahan bakar, dan perlengkapan tempat tinggal, masuk ke Jalur Gaza.

Seorang anak Palestina membawa sekantong kayu bakar yang dikumpulkan di tempat penampungan sementara di tengah kekurangan gas dan bahan bakar untuk memasak di wilayah utara Kota Gaza, pada 24 Juni 2025. (Xinhua/Rizek Abdeljawad)

"Untuk memfasilitasi distribusi bantuan yang tertib, pasokan harus disalurkan setiap hari melalui beberapa perlintasan dan rute darat secara bersamaan, sehingga dapat memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa aliran bantuan esensial mengalir dengan stabil, mencukupi, dan reliabel," kata OCHA.

OCHA mengatakan pihaknya dan mitra-mitranya berupaya mengoordinasikan 15 gerakan kemanusiaan di Gaza pada Selasa, tetapi hanya empat yang difasilitasi sepenuhnya oleh otoritas Israel. Tujuh upaya lainnya ditolak mentah-mentah, sehingga tim tidak dapat mengangkut air, mengambil truk yang rusak, atau memperbaiki jalan.

OCHA menyampaikan bahwa tiga misi lainnya pada awalnya disetujui namun kemudian terhambat di lapangan, meskipun satu misi di antaranya akhirnya terlaksana pada Rabu. Misi lainnya harus dibatalkan oleh penyelenggara.

Badan kemanusiaan PBB itu mengatakan puluhan ribu siswa tidak dapat mengikuti ujian umum sekolah menengah tahun ini, yang diselenggarakan pekan ini, akibat masalah ketidakamanan, perintah pengungsian, dan kendala konektivitas internet di seluruh Gaza. Tahun lalu, sekitar 39.000 siswa sekolah menengah atas di Gaza dilaporkan tidak dapat mengikuti ujian.

Baca juga: Kekurangan BBM dan Serangan Senjata, Akses Air Bersih Gaza Kritis

Baca juga: PBB Soroti Krisis Gizi Anak di Gaza

Pewarta :
Editor: Vienty Kumala
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.