Jakarta (ANTARA) - Presiden RI Joko Widodo membayangkan Nahdlatul Ulama (NU) kelak memiliki basis data digital, menggunakan teknologi blockchain dalam penyimpanan data digital, hingga kecerdasan buatan atau artificial intelligence lainnya.
Hal itu disampaikan Presiden dalam sambutannya saat menghadiri Pengukuhan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) Masa Khidmat 2022-2027 dan Harlah Ke-96 NU, di Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin, yang disaksikan secara virtual dari Jakarta.
Baca juga: Presiden Jokowi: Ibu Kota Negara baru bukan sekadar pindah gedung, apalagi?
"Situasi dunia yang serba baru menuntut hadirnya cara-cara baru yang kreatif. Perubahan yang cepat akibat revolusi industri dan juga pandemi, menuntut cara-cara baru yang inovatif, modernisasi, digitalisasi, otonomasi tak mungkin lagi bisa dihindari. Saya membayangkan beberapa waktu ke depan, NU memiliki database jamaah yang lengkap dan canggih dengan bantuan teknologi digital," tuturPresiden.
Presiden menilai sangat memungkinkan bagi NU memakai teknologi blockchain, serta kecerdasan buatan lain karena NU memiliki sumber daya manusia yang sangat baik.
"Sangat mungkin,memakai blockchain, artificial inteligence, memakai machine learning dan lain-lain, sangat memungkinkan. Karena NU memiliki SDM-SDM yang sangat baik dan mengerti mengenai hal ini," ujar Presiden.
Kepala Negara juga membayangkan NU mempunyai marketplace andal yang menjadi tempat bagi produsen dan konsumen NU bertransaksi secara praktis, serta memasukkan produk-produk unggulan warga NU dalam rantai pasok global.
"Saya membayangkan ini dalam waktu segera, NU mempunyai platform edutech, yang juga mempunyai platform learning management system yang andal, yang memfasilitasi jutaan santri untuk mengaji dari semua kiai-kiai besar, ilmuwan, teknolog dan entrepreneur dimana pun dan kapan pun secara mudah dan murah," jelasnya.
Pada kesempatan tersebut, Presiden menyampaikan bahwa dirinya kenal dengan salah satu ahli teknologi informasi yang kini tinggal di Singapura. Orang itu tidak lain adalah warga NU, Ainun Najib.
Menurut Presiden, Ainun Najib akan mampu membantu NU memiliki basis data digital dan lainnya.
"Saya kenal satu orang, yang lain masih banyak lagi. Beliau ini kerja di Singapura, sudah lama, tujuh tahun lalu saya kenal. 'Ngerjain' ini semuanya, apa pun bisa. Masih muda sekali, namanya mas Ainun Najib. NU," ucap Presiden.
Presiden berseloroh, gaji Ainun di Singapura sangat besar, dan kemungkinan harus dibayar lebih besar jika diminta bekerja di Indonesia. Namun Presiden meyakini, jika para Kiai NU yang meminta langsung kepada Ainun Najib, maka yang bersangkutan akan bersedia dibayar berapa pun.