Siak (ANTARA) - Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), Datuk Seri Sahril Abubakar bereaksi terkait LAMR Kabupaten Siak lantaran lembaga adat tersebut tidak diberikan anggaran oleh pemerintah setempat bertahun-tahun lamanya.
Akibatnya LAMR Siak saat ini menjadi satu-satunya lembaga adat di Provinsi Riau yang tidak punya anggaran sendiri. Padahal dalam hal penganggaran sudah ada Peraturan Menteri Dalam NegeriNomor 39 Tahun 2007 Tentang Pedoman Fasilitasi Ormas Bidang Kebudayaan, Keraton Dan Lembaga Adat Dalam Pelestarian Dan Pengembangan Budaya Daerah. Selain itu juga ada Peraturan Daerah Provinsi Riau tentang LAM.
"Kita sangat kecewa mendengar hal ini, rasanyasekelas Pemerintah Kabupaten Siak tak mungkin tak punya dana membantu anggaran LAM. Karena anggaran LAM itu wajib, ada di Perda, Provinsi dan semua kabupaten/kota lain ada," kata Datuk Sahril ketika dihubungi, Sabtu.
Datuk Sahril yang juga keturunan Suku Limapuluh, salah satu suku pendiri Kesultanan Siak, juga menyayangkan untuk apa ada Perusahaan Minyak Bumi dan Gas PT Bumi Siak Pusako BSP dengan Blok Coastal Plain Pekanbaru (CPP) Blok di sana. BUMD yang juga diperjuangkan LAM ini dengan dana tanggungjawab sosial perusahaannya saja dirasa sudah bisa membantu LAM.
Lebih disayangkannya lagi, Siak merupakan tempat pusat budaya Melayu Riau karena ada kesultanan. Kalau Pemkab Siak mengerti tentang Melayu apalagi Siak ini tempat pusat budaya Melayu Riau, mestilah ada upaya jalan untuk membantu.
"Apa yang ditakutkan, kabupaten/kota lain ada, kenapa Siak ketakutan terus. Itu sudah dibolehkan oleh peraturan perundang-undangan, tinggal lagi LAM Siak menjalankan anggaran secara baik dan benar, kalau betul kita orang Melayu yang memangku jabatan hari ini mau mengembangkan adat Melayu supaya tidak terkikis habis," ujarnya.
Lebih kecewanya lagi, LAM Riau sudah pernah mengutus perwakilan kepada Pemkab Siak soal anggaran ini dua tahun lalu. Pihaknya sudah menyerahkan dan menjelaskan Permendagri tersebut dan jika masih ragu dipersilahkan untuk konsultasi ke Jakarta.
Namun demikian supaya lebih amannya disarankan kepada pemangku kepentingan untuk membuat peraturan daerah tentang LAMR Siak. Kabupaten/Kota lain seperti Pekanbaru, Dumai dan Rokan Hulu itu ada.
"Belajarlah ke daerah itu, kalau mau membantu, minta tim pendamping. Sekarang soalnya itikad saja, ada atau tidak keseriusan mau bantu LAM. Bukan bantu tapi memang harus menganggarkan. Di Riau ini ikonnya adat Melayu ada di Siak, semua merujuk ke situ. Saya mengajak LAM Siak terus bicara dengan datuk setia amanah adatnya, kalau juga tak mau cabut saja gelar setia amanahnya, sangat kecewa kita," ulasnya lagi.
Apalagi Gedung LAM Siak aset Pemkab Siak juga. Kepala daerah serta 90 persen aparaturnya juga orang Melayu tak mungkin tak punya hati untuk Melayu."
"Kalau tak perlu, bubarkan saja LAM di situ," sebutnya.
Sebelumnya, dalam Forum Konsultasi Publik Rancangan Awal Rencana Kerja Kegiatan Daerah Siak 2023, Rabu (27/1) menguap kembali pembahasan LAMR setempat yang tak punya anggaran. Anggota Bidang Kajian dan Penelitian LAMR Siak, Deddy Irama menyampaikan kepada Bupati Siak, Alfedri bahwa sejak Ketua LAMR Siak, Datuk Wan Said tahun 2016 lembaga tersebut tak punya anggaran sendiri.
"Jadi kami mengusulkan adanya anggaran berkelanjutan untuk LAMR Siak. Jadi kami mendorong adanya Perda tentang LAMR Siak seperti yang di provinsi atau di kabupaten/kota lainnya, di Pekanbaru dan Dumai ada,"
Deddy menambahkan seharusnya pemerintah, kepala daerah dan jajarannya tahu tentang hal tersebut. Bahwa harus ada sinergi antara pemerintah dengan lembaga adat yang tertera dalam ungkapan "Tali pilin Tigo".
"Masak Bupati tidak tahu dengan aturan tersebut, ini kan lucu. Dan bagaimana dengan Tali Pilin Tigo sinergi antara pemerintah dengan adat, harusnya itu terjalin dengan baik," ungkapnya.
Hanya LAMR Siak tak diberi anggaran, LAM Riau bereaksi keras
"Kalau tak perlu, bubarkan saja LAM di situ,