(antarariau.com) - Menteri Koordinator dan Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono dikonfirmasi mengenai peranannya dalam penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional di Riau pada 2012.
"Konfirmasi yang lama itu juga, tentang peranan Kemenko Kesra dalam rangka koordinasi terhadap masalah-masalah yang terkait dengan penyelenggaraan PON, itu menjadi tanggung jawab dan tugas saya untuk selalu melakukan koordinasi," ungkap Agung seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK Jakarta sekitar pukul 11.45 WIB, Kamis.
Agung mengaku tidak ada pertanyaan mengenai penambahan anggaran PON Riau.
"Tidak disinggung (mengenai penambahan anggaran), hanya konfirmasi untuk tersangka Rusli saja," tambah Agung.
Sebelumnya Deputi Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Djoko Pekik seusai diperiksa KPK membenarkan adanya bantuan dana dari Kemenpora sebesar Rp100 miliar untuk penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional XVIII ke pemerintah provinsi Riau.
Dana tersebut merupakan bantuan sosial dari pemerintah pusat ke daerah, dan tidak ada dana lain yang dialirkan Kemenpora ke Pemrov Riau selain Rp100 miliar tersebut untuk akomodasi dan konsumsi.
Gubernur Riau Rusli Zainal diketahui meminta tambahan dana ke pemerintah pusat sebesar Rp460 miliar untuk infrastruktur penunjang PON, meski PON sudah menghabiskan dana sekitar Rp2,2 triliun yang berasal dari anggaran daerah sejak 2008.
Agung mengakui bahwa ia juga tidak ditanyai mengenai fakta persidangan mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Riau Lukman Abbas yang mengaku menyerahkan uang 1.050.000 dolar AS (sekitar Rp9 miliar) kepada politisi partai Golkar Kahar Muzakhir sebagai langkah permintaan bantuan PON dari dana APBN Rp290 miliar.
Lukman mengatakan pada awal Februari 2012, ia menemani Gubernur Riau Rusli Zainal untuk mengajukan proposal bantuan dana APBN untuk keperluan PON melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga senilai Rp290 miliar.
Proposal itu disampaikan Rusli kepada Setya Novanto dan pascapertemuan dengan Setya Novanto, Lukman diminta menyerahkan uang kepada Kahar Muzakhir.
Menurut Lukman, ia datang ke kantor Kahar di gedung DPR di lantai 12, namun bukan Kahar yang menerima uang.
Uang 850.000 dolar AS diserahkan oleh sopir Lukman kepada Acin, ajudan Kahar di lantai dasar Gedung DPR, selebihnya 200.000 dolar AS diberikan melalui Dicky dan Yudi dari Konsorsium Pembangunan Stadion Utama PON.
Dalam kasus ini KPK telah menetapkan 14 orang tersangka, 10 di antaranya adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau.
Tiga orang telah divonis yaitu Faisal Aswan dari fraksi Golkar dan M Dunir dari fraksi PKB dan mantan Wakil Ketua DPRD Riau asal fraksi PAN Taufan Andoso yakin yang seluruhnya dihukum 4 tahun penjara.
Sedangkan pihak pemerintah yang juga ditetapkan KPK sebagai tersangka adalah Gubernur Riau Rusli Zainal, mantan staf ahli Gubernur Riau Lukman Abbas yang sebelumnya menjabat Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora), Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Olahraga pada Dispora Riau Eka Dharma Putri, dan pegawai PT Pembangunan Perumahan (PP) Rahmat Syaputra.
Lukman Abbas pada Rabu (13/3) telah divonis lima tahun dan enam bulan penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider hukuman kurungan selama tiga bulan, karena terbukti melakukan suap kepada anggota DPRD Riau sebesar Rp900 juta dan menerima dana untuk pribadi sebesar Rp700 juta dari kontraktor PT Adhi Karya dan kontraktor kerja sama operasi (KSO) proyek PON.
Pada kasus tersebut, anggota DPRDM Dunir merupakan Ketua Pansus revisi Perda PON, sedangkan Faisal adalah yang menerima titipan uang senilai Rp900 juta dari pihak kontraktor yang diduga sebagai uang jasa (uang lelah) dalam penuntasan revisi perda yang dominan adalah untuk penambahan anggara pada PON lalu.
Sebagai imbal balas atas hadiah itu, Taufan dan rekan-rekannya berjanji bakal mengesahkan rencana revisi Perda tentang Perubahan Perda Nomor 6/2010 yakni Pengikatan Dana Anggaran Kegiatan Tahun Jamak untuk pembangunan arena menembak dan stadion utama PON XVIII Provinsi Riau.
Perda yang akan direvisi ada dua, yakni Perda No 6 dan Perda No 5, bila revisi perda pertama lolos, pihak perusahaan atas perintah Pemprov Riau melalui Kadispora, Lukman Abbas waktu itu, akan memberikan kembali Rp900 juta dengan total Rp1,8 miliar.
Saat pemberian uang suap itu, KPK langsung menangkap basah Faisal yang menerima uang di rumahnya, pada kawasan Simpang Tiga, Pekanbaru.