Sertifikasi Kayu Beri Nilai Tambah Ekspor

id sertifikasi kayu, beri nilai, tambah ekspor

Pekanbaru, (antarariau) - Kebijakan Kementerian Kehutanan melalui Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) disambut baik pelaku industri karena sertifikasi itu akan memberikan nilai tambah untuk komoditas Indonesia itu di pasar ekspor.

"Sertifikasi legalitas kayu yang diakui oleh negara-negara tujuan ekspor produk kehutanan Indonesia akan menjadi nilai tambah untuk daya saing perusahaan Indonesia di luar negeri," kata Presiden Direktur Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), Kusnan Rahmin, di Pekanbaru, Senin.

Menurut Kusnan, kebijakan pemerintah melalui Peraturan Menteri Kehutanan terkait penerapan SVLK di industri termasuk industri pulp dan kertas, merupakan langkah positif untuk memberi jaminan kepada pasar bahwa ekspor produk kayu dan olahannya dari Indonesia berasal dari kayu yang legal.

"Apalagi dengan adanya pertumbuhan kebutuhan yang kuat di Asia dimana terjadi pergeseran pasar pulp, dari pasar negara-negara barat berpindah ke timur," katanya.

Artinya, ia menjelaskan kebutuhan kertas dunia untuk tahun 2010 sampai 2014, diprediksi akan banyak datang dari negara di Asia seperti dari China dan India.

Karena itu, ia yakin kebijakan SVLK bakal berdampak positif bagi industri kehutanan Indonesia yang selama ini menjadi sasaran propaganda dan kampanye hitam dari berbagai organisasi. Sertifikasi legalitas kayu akan membantu pelaku bisnis kehutanan dalam memenuhi standar penilaian lestari yang diminta pasar ekspor terutama dari Uni Eropa, AS, Jepang, dan Australia.

Menurut dia, walau kebijakan pemerintah itu baru berlaku efektif mulai Maret 2013, RAPP sudah siap menjalankannya. Sebab, sejak tahun 2010 perusahaan itu telah mengantongi sertifikat SVLK dan PHPL (Pengelolaan Hutan Produksi Lestari) bagi hutan tanaman yang dikelolanya.

"Adanya kedua sertifikat tersebut telah membuktikan bahwa kayu yang bersumber dari hutan tanaman yang dikelola oleh RAPP bukan hanya saja sah atau legal, namun juga berarti bahwa kayu tersebut berasal dari hutan tanaman yang telah dikelola secara lestari," kata Kusnan.

Sebelumnya, santer beredar bahwa sejumlah pelaku industri kehutanan keberatan dengan kebijakan SVLK dan meminta pemerintah memangkas proses inspeksi terkait penerapannya.

Data Kementerian Kehutanan mencatat hingga kini baru sekitar 233 dari 1.881 unit industri pengolahan kayu, dan 12 unit pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang telah memeroleh SVLK dari sejumlah lembaga verifikasi legalitas kayu yang resmi ditunjuk pemerintah.

Belum lagi, hingga kini hanya sekitar delapan unit industri kayu berbasis masyarakat, terdiri dari satu unit hutan tanaman dan tujuh unit hutan rakyat yang telah bersertifikasi.