Bengkalis (ANTARA) - Tari Zapin Api merupakan salah satu budaya lokal di Pulau Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia 2017 dari Provinsi Riau. Selain penuh keunikan dengan nuansa mistis, dalam tarian tersebut juga terkandung nilai-nilai Islami.
Tari Zapin Api dulunya digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran agama Islam bagi masyarakat melayu di Pulau Rupat pada abad ke-15. Bahkan syair-syair lagu yang dilantunkan dalam pertunjukan menceritakan kebesaran Ilahi dan Nabi Muhammad SAW, serta mempererat hubungan antarmasyarakatMelayu beragama Islam.
Yang lebih unik lagi, setiap pemain harus ganjil, pemain musiknya harus tiga orang. Bahkan meskipun diturunkan 10 penari Zapin Api, yang akan dirasuki saat pembacaan mantra oleh khalifah (pimpinan ritual) tetap lima atau tujuh penari.
"Kami pun tidak bisa menjawab terlalu banyak kaitannya, namun dalam Islam sendiri banyak yang ganjil-ganjil dalam hitungannya," ujar seniman Zapin Api Muhammad Hafis kepada ANTARA, Kamis (11/2).
Hafis yang juga Ketua Sanggar Petak Semai di Teluk Rhu, Rupat Utara, mengungkapkan sebelum tampi, tiga hati sebelumnya para pemain harus menjalani ritual, salah satunya puasa bagi pemain pemula. Akan tetapi bagi pemain yang sudah senior biasanya menjalani amalan zikir ribuan kali menjelang tampil. Selain itu pemain dan kru harus menjauhi segala pantangan yang bertolak belakang dengan syariat Islam, di antaranya mabuk, minum alkohol, atau berzina.
Seandainya pantangan tersebut dilanggar, maka akan terlihat dengan sendirinya. Penari yang melanggar pantangan tidak akan dirasuki ketika dibacakan mantra oleh Khalifah."Pastilah akan ketahuan kalau pemain tersebut melanggar pantangan," ungkapnya.
Untuk Khalifah sendiri, kata Hafis, tampil atau tidak di tarian Zapin Api harus tetap menjaga alat musik, terutama alat musik gambus yang terbuat dari kayu pilihan dan dibuat sendiri oleh sang khalifah. Di alat musik tersebut diberitulisan kaligrafi potongan ayat-ayat Alquran. Potongan ayat itu berasal dari "wahyu" melalui mimpi.
"Khalifah yang memasang tali, memandikan dan mengasapi alat musik gambus tersebut dengan kemenyan setiap malam Jumat, kemudian dibawa tidur agar qodam (ikatan) antara gambus dengan khalifah sangat erat. Seandainya ada sesuatu yang akan mengganggu khalifah, gambus tersebut akan berbunyi sendiri tanpa dimainkan. Itu pertanda alat musik tersebut bisa dimainkan dalam tarian Zapin Api," jelasnya.
Selanjutnya, satu hari menjelang tampil tepatnya setelah shalat Ashar, para pemain dan penjaga api akan dimandikan dengan buah limau untuk pembersihan terakhir pada jasad di bagian luar. Selepas shalat maghrib, para pemain berkumpul untuk melakukan shalat sunah dua rakaat dan berdoa meminta perlindungan kepada Allah SWT. Proses mandi tersebut diyakini bisa mencegah para penari tersulut api dan tidak merasakan panas bara yang mengaga.
Selesai melaksanakan shalat sunah, para pemainmelakukan ritual wudhu memakai asap kemenyan dan prosesnya seperti berwhudubiasa ketika hendak melaksanakan salat, kemudian baru masuk ke lokasi permainan.
Pada bagian awal tarian, para pemain bertelanjang dada duduk sambil berzikir dengan berkonsentrasi penuh dan dipimpin oleh pawang sambil membacakan mantra untuk pemanggilan arwah. Ketika para pemain sudah terlihat kerasukan, maka sabut kelapa dan kemenyan dibakar.
"Yang paling sulit itu menentukan durasi pemanggilan oleh sang khalifah, bisa saja proses setengah jam atau satu jam tergantung kondisi di lapangan," ungkapnya.
Ketika para pemain sudah mulai dirasuki, biasanya para pemain musik akan memainkan sebanyak tiga lagu khas. Untuk lagu bertempo paling cepat adalah lagu Syeh Abdul Kadir Jailani, lagu Siti Fatimah untuk yang bertempo sedang, dan untuk tempo paling lambat adalah lagu Raja Beradu. Para penari yang sudah kerasukan berjalan dan menari tanpa pola sambil menginjak-injak bara api dari sabut kelapa.
"Dengan lagu tempo yang lambat akan memberi peluang kepada pawang untuk melihat kondisi dan mengawal ritual sedang berjalan. Untuk proses penyadaran terhadap pemain juga memainkan lagu tempo lambat ini," jelasnya lagi.
Hafis menceritakan, awalnya Tari Zapin Api disebut Tari Api dan dimainkan pada acara tahunan oleh masyarakat pada sekitar abad ke-13 dengan nama acara pelihara kampung untuk meminta keberkahan dan mengundang sejumlah pawang termasuk pawang api. Akan tetapi pawang api tidak akan datang kalau tidak disambut dengan tarian.
Pada waktu itu belum ada alat musik. Kedatangan pawang api di acara pelihara kampung tersebut disambut dengan sebuah tarian dan namanya tari api yang dilestarikan masyarakat melayu yang belum beragama Islam.
Kemudian masuk pengaruh islam oleh orang Aceh yang waktu itu kapal mereka pecah di Pulau Beting Aceh dan akhirnya bermukimdi Pulau Rupatsambil menyebarkan agama Islam. Saat itu, tari api ini dahulunya ketika dimainkan memakai unsur mantra dan kemudian diubah oleh Syeh Jafar berasal dari Aceh dengan doa dan zikir. Akhirnya tarian itu berubah nama menjadi zapin Api yang digunakan sebagai salah satu sarana untuk menyebarkan agama Islam.
Pada abad ke-17, Tari Zapin Api kemudian dijadikan sebagai tarian menyambut hari-besar agama Islam dan acara tahunan sepertiritual mandi safar dan juga sebagai sarana hiburan di pesta pernikahan. Jadi tarian Zapin Api ini bukan dari ragam tari tetapi dari alat musik dan tempo yang dimainkan karena tempo yang dimainkan berbentuk zapin makan tari api tersebut dinamakan tari Zapin Api.
"Tari Zapin Api bukanlah identik dengan ragam tapi identik dengan musiknya. Kalau ragamnya tetap seperti tari api," ujarnya.
Ia juga menyayangkan minimnya perhatian pemerintah terhadap dukungan mengembangkan budaya yang berasal dari Pulau Rupat ini karena kecintaan terhadap Indonesia dan pelestariannya maka tari zapin api ini sudah menjadi warisan budaya pada tahun 2017, walaupun sempat vakum selama 40 tahun.
"Bantulah kami untuk melestarikan budaya Tari Zapin Api yang sempat vakum tidak pernah dimainkan dari tahun 1970-2009 karena tidak ada perhatian dari pemerintah, dan sejumlah pemainnya sempat hijrah mencari pekerjaan ke Malaysia," harapnya.
Sebuah pesan rohani
Budayawan Riau Saukani Alkarimmengatakan nilai-nilai Islam di Tari ZapiApi dapat terlihat secara jelas dalam pertunjukannya. Sebagai sebuah produk budaya, Tarian Zapin Ap, tentu selalu akan berkembang sesuai dengan polesan zaman. Tapi yang paling penting adalah bagaimana dari sebuah peristiwa seni dan budaya, pesan-pesan rohani itu tersampaikan dengan baik kepada masyarakat.
Menurutnya, Zapin Api merupakan istilah baru yang diberikan kepada tarian yang menggunakan media api. Tarian yang menggunakan media api ini banyak dipraktikkan di berbagai daerah di Nusantara. Tarian Api ini sudah berkembang sejak lama di Rupat, dan merupakan warisan dari zaman ke zaman. Tarian ini penuh dengan nuansa magis. Mengingat tarian ini berkembang pada masa polytheisme dan animisme, maka unsur mistis dan pemujaan terhadap alam dan penguasa alam sangat terlihat dengan jelas.
Selain itu, orang Melayu masa lampau sangat percaya bahwa alam merupakan bagian dari sesuatu yang maha tinggi, sehingga setiap gerak kehidupan harus dimulai dengan penghormatan terhadap unsur-unsur kekuatan alam, seperti tanah, air, angin, dan api. Namun demikian, setelah Islam masuk, mulai dilakukan proses perubahan dalam ritual zapin api.
"Jika pada masa dulu, kekuatan para pawang dan penari diperoleh lewat segudang kerjasama dengan makhluk astral, maka pada masa Islam, kekuatan dipohonkan(diminta) kepada Allah SWT. Mantra-mantra mulai berganti dengan zikir," jelasnya.
Ditambahkannya, berbagai pantang larang yang sebelumnya dibuat dalam konsep animisme, diubah dengan konsep yang lebih Islami, misalnya berpuasa dengan ritual tertentu, dilarang melakukan hal-hal yang tercela, dan lain sebagainya. Proses pengisian nilai-nilai Islam dalam Zapin Api ini hampir sama dengan proses yang dilakukan pada berbagai bentuk kesenian yang lain, katakanlah wayang kulit. Dalam wayang kulit, Sunan Kalijaga memainkan nilai nilai Islami dalam kisah yang dibuat, tanpa menghilangkan bentuk atau konsep dasar dari pewayangan.
Wajib didukung
Penjabat Bupati Bengkalis Syahrial Abdi menegaskan bahwa Tari Zapin Api dari aspek kegiatan budaya wajib didukung Pemerintah Kabupaten Bengkalis karena menjadi bagian dari budaya masyarakat.
"Saya bersama Kadis Pariwisata, Bapeda dan Dinas Sosial pernah membahas persoalan ini, solusi lainnya yakni perhatian jangka panjang terhadap pemain dan kru agar tetap bisa bermain dengan memenuhi kebutuhan biaya hidup mereka dengan catatan mereka ini fokus dengan pengembangan budaya Tari Zapin Api ini," ujar Bupati.
Selain itu,Syahrial juga menegaskan pengembangan budaya kearifan lokal dari Pulau Rupat ini sudah menjadi atensi dari Pemkab Bengkalis untuk tetap bertahan dan tampil dalam sejumlah ivenwisata nantinya.
"Minimal transformasi dari budaya animisme dan bergeser ke media dakwah pada waktu itu dan idealnya harus diangkat dalam sebuah diskusi bersama MUI terkait syair-syair yang mengandung nilai-nilai islam ini," kata Syahrial.