Jakarta (ANTARA) - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 menekankan perlunya bagi penyintas COVID-19 untuk membuka komunikasi dengan teman dan keluarga terdekat untuk mencegah dampak negatif stigma dari orang-orang yang awam tentang penyakit tersebut.
"Kalau kita sendiri terstigma berarti penting sekali kita membuka komunikasi dengan teman untuk mencari dukungan yang bisa kita dapatkan lalu tetap berkomunikasi," kata Anggota Subid Tracing Bidang Penanganan Kesehatan Satgas COVID-19 Dr. dr. Retno Asti Werdhani, M.Epid dalam konferensi pers Satgas COVID-19 secara virtual, Jakarta, Senin.
Baca juga: Retno Marsudi: Indonesia tak ada niat buka hubungan diplomatik dengan Israel
Ia mengatakan bahwa stigma sebenarnya terjadi secara murni karena ketidaktahuan seseorang terkait masalah, dalam hal ini adalah tentang COVID-19. Karena ketidaktahuan itu, seseorang cenderung memberikan label negatif kepada orang lain yang terkena COVID-19 seolah-olah penyintas tersebut menjadi biang masalah.
Padahal semestinya, para penyintas COVID-19 tidak perlu dijauhi secara emosional, tetapi sebaliknya perlu mendapatkan dukungan agar mendorong masa pemulihannya.
Namun sayangnya, kondisi sosial tidak selalu seperti yang diharapkan karena masih banyak orang yang tidak mengerti tentang COVID-19 dan cara pencegahannya tetapi kemudian mereka tidak mencari tahu dan malah menjauhi penyintas.
Karena itu, para penyintas COVID-19 perlu mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekat yang diketahui dan telah terbukti bisa memberikan masukan dan mau mendengarkan keluhan atau masalah yang mereka hadapi.
Kemudian, selain perlunya membuka komunikasi dengan orang-orang terdekat, para penyintas yang terstigma juga dapat meluruskan persepsi kurang tepat tentang COVID-19 kepada masyarakat awam melalui media sosial yang dianggap efektif, seperti Facebook (FB), Twitter atau Instagram dan juga WhatsApp (WA) Group.
"Jadi dari survei Tim Fakultas Psikologi UI didapatkan bahwa ada tiga media favorit di masyarakat yang bisa menjadi sumber informasi untuk meluruskan persepsi itu dan sekadar untuk mencoba menggambarkan apa yang dialami oleh teman-teman yang survive. Itu mereka bisa pakai media sosial seperti FB, IG, Twitter, WhatsApp Group. Itu juga penting sekali karena viralnya cepat sekali," kata Retno.
Melalui media tersebut, para penyintas bisa meluruskan berita-berita tidak benar tentang COVID-19, sekaligus mengingatkan orang-orang di sekitar tentang perlunya menerapkan protokol kesehatan secara baik dan benar untuk mencegah penyakit yang berpotensi berbahaya bagi orang-orang rentan, tetapi dengan protokol yang benar sebenarnya penyakit itu bisa dicegah.
"Jadi kita bisa ikut membantu untuk meluruskan hoaks yang banyak, karena di sini kita belajar untuk peduli orang lain, kita bantu. Kalau kita tahu teman-teman kita kena COVID-19, jangan dijauhi tapi didukung," demikian kata Retno.
Baca juga: Menlu RI Retno Marsudi soroti kejahatan lintas batas di masa pandemi
Baca juga: Retno Marsudi sebut prinsip Dasasila tetap relevan untuk Gerakan Non-Blok
Pewarta: Katriana
Berita Lainnya
Ricky apresiasi perjuangan tim putri Indonesia capai final Piala Uber 2024
04 May 2024 16:30 WIB
ICC: Ancaman terhadap keputusan Mahkamah bisa dianggap sebagai suatu kejahatan
04 May 2024 16:26 WIB
LPEM UI prediksi ekonomi Indonesia tumbuh 5,15 persen pada kuartal I 2024
04 May 2024 15:41 WIB
Mahasiswa pro-Palestina di Univ. Princeton mulai lakukan aksi mogok makan
04 May 2024 15:34 WIB
Food Station pastikan stok beras aman seiring masuknya masa panen di daerah
04 May 2024 15:28 WIB
Ketua MPR Bambang Soesatyo ingatkan ancaman kemajuan teknologi bagi peradaban
04 May 2024 14:54 WIB
Empat stadion dan lapangan di Bali jadi lokasi latihan di Piala Asia Putri U-17
04 May 2024 14:44 WIB
UNRWA sebut perang di Jalur Gaza sama dengan perang terhadap perempuan
04 May 2024 14:38 WIB