Fayakhun kecam pembiaran pengemis anak

id fayakhun kecam, pembiaran pengemis anak

Pekanbaru - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Fayakhun Andriadi, mengecam keras sikap pemerintah yang terkesan kurang berbuat maksimal sehingga berselewirannya para pengemis anak terus berlanjut menjadi pemandangan tak manusia di berbagai kota besar, utamanya Jakarta.

"Entah ini bisa disebut pembiaran atau apa? Tapi yang jelas, ini merupakan sebuah pemandangan umum sehari-hari, yang menurut saya tidak normal, tidak manusiawi," katanya kepada ANTARA, melalui jejaring komunikasi, Sabtu.

Politisi muda Partai Golkar yang menjadi anggota DPR RI dari daerah pemilihan (Dapil) DKI Jakarta ini, mengaku miris ketika sepanjang hari menyaksikan para pengemis anak-anak di mana-mana.

Dikatakan, merupakan sebuah ironi ketika di tengah hiruk pikuk kehidupan warga kota Jakarta yang seakan tak pernah lelah beradu nyali untuk menyasar paradigma peningkatan kualitas hidup, terlihat anak-anak kecil tampak asyik menunggu di sudut-sudut kota.

"Mereka berusaha bertahan hidup, berusaha ikut menikmati kualitas hidup yang dihasilkan dengan mengemis. Hati siapa pun tentu saja sebetulnya akan miris lalu muncul keinginan untuk mengulurkan tangannya. Paling tidak, agar mereka juga ikut merasakan manisnya hidup," tuturnya.

Hanya saja, menurutnya, cara tersebut tentu saja kurang tepat, karena justru akan menimbulkan permasalahan baru.

"Yang lebih menyedihkan lagi, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta seakan malah melakukan pembiaran. Hujaman kritik paradigmatik terus mengalir, hanya saja Gubernur Fauzi Bowo seakan tak bergeming," tandasnya.

Kalau pun ada tindakan, lanjutnya, tak ubahnya seperti mengatasi kebakaran yang menimpa rumah-rumah warga Jakarta.

"Jadi yang terpenting baginya adalah si 'jago merah' yang melalap rumah-rumah warga dapat dipadamkan, persoalan besok atau lusa terjadi kebakaran lagi itu hal lain," ujarnya.

Padahal, demikian Fayakhun Andriadi, kebanyakan pengemis tersebut masih sangat belia, anak-anak di bawah umur.

"Masa¿masa yang semestinya mereka habiskan untuk memaksimalkan tumbuh kembang fisik dan mentalnya, malah mereka gunakan untuk sekadar melantunkan lagu-lagu picisan di sudut-sudut kota," tuturnya.

Ditambahkan, semua itu dilakukan anak-anak 'tak berdosa' ini demi mendapatkan sekeping dua keping uang logam dari penumpang angkutan umum atau pengendara sepeda motor yang tampak menyemut.

Padahal, menurutnya, inilah masa-masa di mana seharusnya mereka mendapat asupan gizi dan pengetahuan yang baik.

"Bukan justru mendapati kerasnya kehidupan di jalanan ibu kota, bahkan disemprot sumpah serapah, caci maki dan perkataan buruk lainnya, yang terlontar dari mulut orangtua mereka yang mendapati para pengemis belia tak kunjung mendapatkan penglaris," kata Fayakhun Andriadi.

Hak Asasi Anak

Anggota Komisi I DPR RI itu mengingatkan, di dalam Negara hukum yang demokratis layaknya Indonesia, hak-hak anak sejatinya dilindungi oleh undang-undang.

Untuk itulah, menurutnya, perlindungan terhadap individu merupakan tugas Negara, dan ini tentu saja tak terkecuali bagi anak-anak, karena inilah yang disebut sebagai "equality before the law".

"Tegasnya, hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 45 dan Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak Yaitu Deklarasi Hak Asasi Anak (Declaration of the right of the child) yang telah diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Hak-Hak Anak," tandasnya.

Fayakhun yang duduk sebagai anggota Komisi Luar Negeri dan Pertahanan di DPR RI saat ini juga mengungkapkan, deklarasi hak asasi itu memuat empat hal utama.

"Yakni hak hidup, hak kelangsungan hidup atau tumbuh kembang baik fisik maupun mental, kepentingan terbaik anak (adopsi atau perceraian), dan hak partisipasi dan mengemukakan pendapat," jelasnya kandidat doktor politik Universitas Indonesia (UI) ini.

Jadi, menurut Fayakhun Andriadi, jelaslah Pemprov DKI Jakarta dalam hal ini Gubernur Fauzi Bowo tidak hanya berkewajiban untuk menertibkan para pengemis dan anak jalanan ibukota, tapi juga memberikan jaminan kepada masyarakat untuk mendapatkan hak-haknya.

"Fauzi Bowo juga berkewajiban mengajak dan mengatur warganya agar mampu menempatkan toleransi dengan tepat dalam konteks keberadaan pengemis dan anak jalanan," tandasnya.

Ini, lanjutnya, dilakukan dengan tidak memberikan kesempatan kepada para pengemis untuk menjadikan jalanan ibukota sebagai kehidupan alternatif untuk bertahan hidup.

Selain itu, menurutnya, Fauzi Bowo juga semestinya segera memberikan solusi dan aksi terhadap lemahnya implementasi hukum yang diterbitkan untuk mengentaskan para pengemis dan anak jalanan, baik dari sisi pemahaman warga masyarakat maupun sisi penegakkan hukum (law imporcement).

"Melakukan pembiaran atas maraknya pengemis anak-anak di Jakarta, sesungguhnya Fauzi Bowo telah melakukan pelanggaran atas UUD 1945. Jelas di pasal 34 tercantum bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara," tegas Fayakhun Andriadi.