Jakarta (ANTARA) - Produser Base Entertainment Shanty Harmain mengatakan pandemi COVID-19 memberikan guncangan yang besar terhadap industri perfilman Indonesia, termasuk dalam model produksi film yang harus memprioritaskan protokol kesehatan.
"Pandemi ini bagaikan halilintar di siang bolong. Sebelum pandemi ini terjadi, perfilman Indonesia sedang mengalami tingkat pertumbuhan sangat tinggi yakni 20 persen per tahunnya, namun tiba-tiba harus rem mendadak dan semua berhenti," katanya dalam acara Podcast Antara tentang Produksi dan Distribusi Film saat Pandemi secara virtual, di Jakarta, Jumat.
Ia menegaskan bahwa pandemi COVID-19 menyebabkan produksi dan distribusi film terganggu.
Shanty menjelaskan bahwa ada unsur ketidakpastian yang menjadi masalah utama yang mengguncang industri perfilman Indonesia, karena tidak ada yang mengtahui sampai kapan pandemi akan berakhir.
Bahkan untuk memulai kembali di masa adaptasi kehidupan baru (AKB) bersama pandemi COVID-19, kata dia, banyak hal yang harus disesuaikan, diperhatikan dan dilakukan, terutama berkenaan dengan prioritas protokol kesehatan dalam masa produksi film.
Ia mengatakan pada rencana awal pihaknya akan merilis film baru di awal April 2020 dan sedang persiapan produksi di awal April 2020.
Namun, ketika Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dimulai pada Maret 2020, maka seluruh kegiatan yang sudah direncanakan itu terpaksa berhenti seketika. Kegiatan promosi batal, dan kegiatan produksi harus berhenti pada saat itu.
Banyak pihak yang terdampak, termasuk pembuat film atau tim produksi film, pemain film, distributor film dan pekerja lepas yang menjadi bagian dari ekosistem perfilman.
"Kita sudah persiapan promosi dan itu harus diberhentikan dan harus berpikir ulang kapan harus ganti, strateginya seperti apa, pendanaan seperti apa," katanya.
Pada saat itu, pihaknya menunggu protokol dan kebijakan dari pemerintah untuk bisa memulai kembali kegiatan produksi.
Pihaknya juga harus berpikir keras menyusun berbagai langkah ke depan, termasuk membuat perencanaan dan strategi serta mendesain ulang untuk memulai kembali kegiatan produksi di masa pandemi COVID-19.
Kegiatan produksi yang batal dimulai di awal April 2020, kini mulai masuk praproduksi film di Agustus 2020.
"Sekarang ini bikin pusing bagaimana memulai kembali dan dengan adanya pemikiran bahwa ada pandemi di tengah kita dan harus dipikirkan protokol kesehatan dari segala lini, kita tidak hanya bicara soal produksi tapi juga distribusi film," katanya.
Dalam masa pandemi COVID-19, kata dia, produksi film tidak bisa selamanya berhenti. Untuk itu, harus ada adaptasi dan perubahan yang dilakukan.
Satu yang harus dipikirkan, katanya, adalah protokol kesehatan sangat melekat dengan desain produksi. Itu berbicara banyak aspek, di antaranya jumlah orang atau kru, jenis adegan, protokol yang harus dilakukan, dan berbagai desain ulang sebelum pengambilan gambar.
Bahkan, pihaknya harus mengalokasikan dana tambahan khusus untuk melakukan protokol kesehatan selama kegiatan produksi film.
"Kita harus menyisihkan dana tambahan khusus protokol kesehatan, seperti sebelum produksi semua kru harus menjalani tes PCR," katanya.
Di pihaknya, semua kru wajib mengikuti uji usap sebelum kegiatan produksi film, bahkan setiap hari selama kegiatan produksi film berlangsung.
Misalnya, dengan kru 90-100 orang, maka setiap hari ada sekitar 10 orang yang wajib ikut tes usap dengan metode PCR, demikian Shanty Harmain .
Pewarta: Martha Herlinawati S