Warga Dumai Mulai Rasakan Gatal-gatal Akibat Banjir

id warga dumai, mulai rasakan, gatal-gatal akibat banjir

Pekanbaru, (ANTARARIAU News) - Sejumlah warga Kota Dumai, Provinsi Riau, dikabarkan mulai merasakan gatal-gatal pada kulit akibat banjir "pasang keling", atau naiknya air laut ke daratan, hingga menyebabkan ratusan rumah dan berbagai instalasi umum di sekitar kota itu terendam.

Selain mengalami gatal-gatal, sebagian warga kepada ANTARA di Dumai, Rabu, juga mengaku mereka memiliki berbagai keluhan penyakit kulit lain seperti kudis, kurap dan kutu air.

"Sudah tiga hari rumah kami terendam air laut sehingga kami harus mengungsi ke rumah tetangga. Setiap hari terutama pada pagi dan sore hari, kaki kami harus terendam air karena kami harus memantau kondisi barang-barang di rumah, takut hilang digondol maling" kata seorang warga Jalan Meranti Laut, Junaidi.

Junaidi yang ditemui saat berada di rumahnya mengatakan banjir pasang keling kali ini merupakan yang terparah sepanjang tahun 2011.

Selain merendam ratusan rumah warga di Kecamatan Dumai Barat, banjir juga merendam sejumlah instalasi umum milik pemerintah dan masyarakat di sana seperti Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Kantor Lurah dan Camat, serta Musholla dan Masjid juga Gereja.

"Kami kesal sama pemerintah, yang lambat menangani persoalan ini. Padahal yang namanya banjir di Dumai selalu terjadi setiap musim hujan seperti sekarang," kata warga Jalan Nelayan Laut, Baswanto.

Mengingat banjir sekarang semakin parah bahkan ketinggian air mencapai satu meter, kata dia, warga berinisiatif untuk mendatangkan alat berat guna menggali saluran air yang tersumbat.

"Kami juga bergotong royong untuk menggali sampah-sampah yang menyumbat saluran air atau parit. Mengharapkan pemerintah, sampai kapan," katanya.

Di tempat terpisah Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Dumai, Basri, mengatakan, untuk mengatasi banjir yang melanda sebagian Kota Dumai diperlukan "upaya paksa".

"Upaya paksa" yang dimaksud ialah melakukan tindakan cepat tanpa harus ada perundingan atau koordinasi banyak pihak yang pastinya akan memakan waktu panjang.

"Masyarakat butuh penanganan cepat, jadi harus ada upaya paksa seperti dalam pelurusan sistem saluran air baik kanal maupun sungai. Jika harus memakan atau justru membelah lahan konsesi perusahaan baik milik Pertamina maupun Chevron atau PT Dock sebaiknya lakukan saja. Setelah terealisasi dan banjir terbukti dapat teratasi, baru koordinasi dilakukan di belakang hari," kata dia.

Upaya itu, menurut Basri, yang dinamakan "upaya paksa tidak melanggar peraturan yang ada bahkan sesuai dengan amanah Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup".

"Jika telah terjadi suatu bencana yang menyebabkan timbulnya kerugian materil dan banyak warga jadi korban, maka pemerintah sepantasnya melakukan penanganan yang cepat dan tepat," kata Basri.