Manisnya dodol jambu biji merah Kota Istana

id Riau, jambu biji merah, Siak,APP Sinar Mas, Martha Tilaar

Manisnya dodol jambu biji merah Kota Istana

Dodol jambu biji merah produksi Kampung Maredan, Kabupaten Siak, Riau. (ANTARA/HO DMPA)

Pekanbaru (ANTARA) - Erich Pinchas Fromm, seorang filsuf berkebangsaan Jerman mengatakan bahwa bersatu dengan orang lain adalah kebutuhan terdalam dari setiap manusia.

Ungkapan Erich yang lahir pada tahun 1900 itu mungkin pantas untuk menggambarkan dua kelompok wanita yang tinggal di perkampungan kecil Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Dua kelompok wanita yang saling melengkapi itu berhasil mengangkat tingkat ekonomi dengan sinergi lewat jambu biji merah.

Setahun lalu, jambu biji merah kurang bertuah. Bukan rasa yang menjadi masalah, namun tekstur dan tingkat ketahanannya mudah berubah. Alhasil, jambu jenis itu kalah pamor dibanding jenis lainnya.

Para petani jambu biji di Kampung Perawang Barat, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, tahu betul problematika itu. Jika saat musim panen tiba, tak sedikit jambu itu terbuang sia-sia. Kalaupun dijual, maka pembeli akan menghargai dengan nominal tak setimpal.

Beruntung, sejumlah ibu-ibu di kampung tetangga memiliki solusinya. Berawal dari keprihatinan dan coba-coba, ternyata hasilnya cukup diterima. Adalah sekelompok ibu-ibu yang tergabung dalam Atika Tiga Bersaudara di Kampung Maredan, Kecamatan Tualang, Siak.

Setahun terakhir, mereka berhasil mengolah jambu biji merah menjadi makanan wah. Dodol jambu biji merah, begitu mereka menyebutnya. Jambu merah yang selama ini dianggap kurang bernilai berhasil diolah menjadi sajian lezat, baik untuk acara hajatan kampung, hingga kegiatan rapat di tingkat pemerintahan kabupaten setempat.

Soleha (49) menjadi penggerak untuk memproduksi dodol jambu biji merah itu. Dia menjelaskan bahwa dodol jambu tersebut mulai dikembangkan sejak awal 2019. Seiring waktu berjalan, anggota kelompok yang awalnya tiga ibu rumah tangga, kini bertambah menjadi 15 anggota yang seluruhnya kaum hawa.

Kini dalam satu bulan, tak kurang 80 kilogram dodol jambu merah atau setara 800 bungkus mereka hasilkan. Biasanya pemesan adalah warga kampung setempat atau kampung tetangga yang melaksanakan hajatan pernikahan, syukuran hingga untuk konsumsi rapat oleh para birokrat.

Dia menjelaskan setiap bungkus dodol jambu merah dihargai Rp10 ribu. Dodol itu begitu laris, semanis rasanya. Dengan harga terjangkau namun kualitas tetap terjaga, rata-rata omzet yang mereka raih sekitar Rp8 juta per bulan.

Soleha mengisahkan jika dodol jambu merah itu merupakan buah kerja keras ibu-ibu Kampung Maredan setelah mengikuti pelatihan program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) melalui Pemberdayaan Perempuan Dalam Pelestarian Lingkungan dan Kesejahteraan Keluarga kolaborasi antara APP Sinar Mas dan Martha Tilaar Group di tahun 2019.

Melalui program itu, mereka dibimbing untuk memaksimalkan hasil pertanian lokal, termasuk memberikan nilai tambah dengan pengolahan sederhana. Alhasil, tercetuslah ide menghasilkan dodol jambu biji merah itu.

Proses pembuatan dodol jambu biji merah di Kampung Maredan, Siak, Riau. (ANTARA/HO DMPA)


Selain pelatihan, mereka juga terus mendapatkan bimbingan dan dukungan dari DMPA yang dilangsungkan PT Arara Abadi, unit usaha APP Sinar Mas. Termasuk, keberadaan mesin aduk otomatis senilai Rp55 juta yang didapat berkat dana hibah DMPA kepada unit usaha desa setempat.

Selain memproduksi dodol jambu merah, ternyata ibu-ibu itu juga berhasil memanfaatkan limbah batang lidi pohon sawit. Lidi atau tulang daun sawit itu mereka anyam sedemikian rupa sehingga membentuk wadah kecil. Anyaman itulah yang menjadi pembungkus dodol jambu merah yang terus menebar rasa di penjuru Kota Istana.

"Alhamdulillah kami semua sangat terbantu secara ekonomi. Meski belum begitu besar namun usaha kami terus berkembang," kata Soleha.

Kini, selain dodol jambu merah, mereka juga tengah mengembangkan produk camilan lainnya dengan bahan baku yang sama. Seperti stick jambu merah, kerupuk jambu merah hingga wajik jambu.

Soleha yakin usaha yang berkembang dari perkampungan kecil di bibir Sungai Siak itu akan terus bergerak maju menembus pasar yang lebih besar.

Lain Soleha, lain pula Natalia. Ibu Lia, begitu sapaan akrab perempuan paruh baya yang telah merasakan betapa "segarnya" usaha budidaya jambu biji itu. Ratusan pohon buah tropis itu terhampar di lahan satu hektare tepat di samping dan belakang rumahnya, di KM 17 Jalan Lintas Perawang, Kampung Perawang Barat, Kecamatan Tualang, Siak.

Kampung Perawang Barat dan Kampung Maredan hanya berjarak sekitar 10 kilometer. Kedua desa itu merupakan desa binaan DMPA PT Arara Abadi.

Keberadaan pohon jambu ibu Natalia berbatasan langsung dengan masifnya perkebunan sawit yang ratusan kali lipat lebih luas dibanding lahan jambu miliknya. Meski berada di lahan yang tidak tidak sebanding dengan perkebunan sawit, usaha Natalia (46) dan suaminya Holmes (40) tak bisa dipandang sebelah mata.

Dengan bertanam jambu itulah kini ibu dari seorang anak perempuan itu memiliki rumah cukup nyaman di jalan lintas tersebut. Satu unit mobil minibus keluaran terbaru juga terparkir di depan rumah hasil dari keringat keduanya.

Natalia mengatakan usaha jambu biji telah dirintis sejak 17 tahun silam. Namun, kala itu jambu biji hanya selingan, tak lebih untuk kebutuhan dapur agar tetap mengepul. Perubahan terjadi sejak 2017, ketika Kampung Perawang Barat menjadi salah satu kampung yang masuk dalam program DMPA usai kampung itu terbebas dari kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).

Melalui program itu, perusahaan lalu membantu strategi pemasaran, termasuk mendirikan kios-kios di pinggiran jalan. Dari kios itu, jambu serta buah-buahan lainnya dipajang kepada konsumen. Kini, kampung itu telah dikenal sebagai sentra jambu biji di Siak.

Selain penjualan secara langsung, DMPA juga turut membuka pintu pemasaran lebih luas. Alhasil, mulai 2020 ini tak kurang 12 ton jambu dikirim ke Jakarta tiap minggunya. Bisa dihitung berapa pendapatan Natalia dan 15 petani jambu lainnya yang tergabung dalam kelompok wanita tani (KWT) Sekar Tani peroleh jika satu kilo jambu dihargai Rp10 ribu per kilogram.

Tak berhenti di situ, jambu merah, salah satu dari tiga jenis jambu yang dibudidayakan oleh Natalia dan suaminya kini diserap dengan baik oleh Soleha dan kelompoknya untuk dijadikan dodol jambu merah.

Soleha mengatakan pendapatan dari satu hektare jambu biji merah, kristal dan jambu biji serta buah tropis lainnya mencapai Rp10 juta per bulan. Selain jambu, Holmes dan Natalia juga mengaku memiliki empat hektare perkebunan sawit.

"Namun hasil empat hektare sawit tak sebanding dengan satu hektare jambu. Kami tengah berfikir untuk mengganti sawit menjadi tanaman jambu. Tapi saya mau lihat dan pelajari dulu potensinya," ujar Natalia.

DMPA merupakan program yang digulirkan APP Sinar Mas untuk mendorong masyarakat beralih ke pertanian yang berkelanjutan serta bagian dari Kebijakan Konservasi Hutan (FCP) berlangsung sejak 2016 silam. Kampung Perawang Barat dan Maredan menjadi salah satu desa yang tergabung dalam program itu.

Melalui DMPA, masing-masing desa yang berhasil lepas dari Karhutla mendapat kucuran dana hibah hingga Rp250 juta. Namun dengan catatan, bahwa dana itu harus terus digulirkan untuk kesejahteraan masyarakat. Hingga saat ini, program DMPA di Riau telah diimplementasikan di sekitar 150 desa, dan memberi manfaat kepada lebih dari 9.600 rumah tangga.

Penghulu Kampung Perawang Barat Faizal mengakui jika program DMPA telah memberikan dampak begitu besar, terutama dari sisi sosial dan ekonomi kepada masyarakatnya. Penghulu atau setara kepala desa berusia 43 tahun itu mengatakan dengan perubahan tingkat sosial dan ekonomi yang lebih baik membuat masyarakat Perawang Barat lebih mencintai lingkungan, termasuk meninggalkan cara-cara membuka lahan dengan membakar.

Senada dengan Faizal, Penghulu Kampung Maredan Haji Sunani menambahkan jika program DMPA yang digulirkan oleh PT Arara Abadi, unit usaha APP Sinar Mas itu bermanfaat besar untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan dengan cara meningkatkan perekonomian keluarga. Dia berharap program itu terus bergulir dan dikembangkan di masa mendatang.