Dumai, 7/6 (ANTARA) - Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dalam dua pekan terakhir diduga telah menyantap puluhan ekor ternak dan memperlihatkan kemunculan di Kelurahan Basilam Baru, Kecamatan Sungai Sembilan, Dumai, Provinsi Riau.
"Sehari 'tok belang' --sebutan untuk satwa langka itu-- dapat muncul dua sampai tiga kali dengan jumlah minimal dua sampai tiga ekor ke perkebunan bahkan ke komplek permukiman warga di Dusun Geniot, Basilam Baru," kata seorang warga setempat, Sunanda (43).
Pemuka masyarakat setempat, Syarif menyatakan rata-rata warga di Kelurahan Basilam Baru sudah mengetahui dan melihat wujud penampakan tuk belang.
"Sebagian ada yang melihat harimau saat sedang berada di kebun sawit ada juga yang melihatnya di sekitar permukiman. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan," katanya.
Selain menampangkan wujud, hewan buas itu juga telah menelan puluhan ternak warga terutama jenis unggas seperti ayam dan itik.
"Kita harapkan adanya perhatian pemerintah sebelum harimau itu memakan korban jiwa," ujar Syarif.
Penyempitan Habitat
Humas "World Wide Fund for Nature" (WWF) Provinsi Riau, Syamsidar, melalui komunikasi selular kepada ANTARA di Dumai, menerangkan, keluarnya harimau sumatra hingga merayap ke perkebunan dan pemukiman warga disebabkan terus menyempitnya habitat hewan dilindungi itu.
Syamsidar menjelaskan, hutan konservasi Senepis yang berada di perbatasan antara Kota Dumai dan Kabuaten Rokan Hilir, Riau, itu telah terjadi penyempitan yang kemudian memaksa kucing besar itu mencari makan di kawasan warga.
"Penyembitan lahan habitat harimau itu, bisa jadi atau sangat mungkin disebabkan perambahan dan pembakaran yang kian hebat. Peralihan fungsi hutan menjadi wilayah industri atau perkebunan tersebut, yang membuat kawanan harimau keluar dari sarangnya," terang dia.
Di wilayah Sinepis sendiri, kata Syamsidar, belum terdeteksi secara pasti jumlah harimau yang hidup. Namun perkiraan secara manual, kata dia, ada sekitar 40-45 ekor harimau sumatera yang hidup atau mencari makan secara terpisah, tidak bergerombolan dengan jumlah yang besar.
"Masing-masing harimau biasanya membentuk gerombolan dengan jumlah yang kecil. Satu gerombolan harimau paling banyak biasanya ada tiga sampai lima ekor," jelasnya.
Selain itu, kondisi lahan konservasi yang sebagiannya berstatus konsesi PT Sinar Mas Groub, menurut Syamsidar, menjadi alasan mengapa harimau di Sinepis kurang menjadi sorotan pemerintah dan berbagai organisasi kepedulian lingkungan.
"Sekarang saja, kita belum mengetahui secara pasti apakah Sinepis lahan konservasi harimau atau lahan taman nasional. Kondisi ini yang sebenarnya menyulitkan kita untuk melakukan upaya penyelamatan habitat harimau," terangnya.
Walau demikian, kata Syamsidar, pihaknya akan tetap melakukan upaya penyelamatan dini dengan mengkoordiansikan permasalahan konflik harimau vs manusia di Kelurahan Basilam Baru, Sinepis, ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
"Bersama BKSDA terlebih dahulu kita akan melakukan riset atau pendataan ulang atas jumlah harimau di Sinepis. Kemudian setelah itu, kita juga akan berupaya dengan berbagai cara lainnya, karena kawasan ini merupakan kawasan yang memang rawan konflik," ujarnya.
Kota Dumai memang belum termasuk wilayah operasi atau wilayah kerja kita, namun dengan adanya laporan konflik ini, kita akan tetap berupaya," imbuhnya.