Bengkulu, 23/5 (ANTARA) - Gajah Sumatera (Elephas maximus Sumatrae) yang ditemukan mati pada 2011 di sekitar perkebunan kelapa sawit PT Alno dalam Kecamatan Putria Hijau, Kabupaten Bengkulu Utara diduga akibat terlalu banya makan pupuk jenis urea.
Berdasarkan hasil otopsi laboratorium dari Institut Pertanian Bogor (IPB), gajah itu mati akibat terlalu banyak makan pupuk urea, sehingga kadar nitrogennya cukup tinggi, kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Bengkulu Amon Zamora, seperti dilansir ANTARA di Bengkulu, Senin (22/5).
Gajah liar itu paling suka makan rasa masin-masin, sedangkan pupuk di perkebunan itu rasanya juga masin, sehingga gajah tersebut mengkonsimsi dalam jumlah banyak dan mengakibatkan kematian.
Gajah itu ditemukan tim evaluasi gajah liar beberapa bulan lalu, sudah dalam bentuk tulang belulang di sekitar kawasan perkabunan kelapa sawit PT Alno di Bengkulu Utara.
Dengan hasil penelitian itu pemilik perkebunan PT Alno dan PT Agricinal diimbau agar penggunaan pupuk bagi tanaman kelapa sawit itu tidak sampai diketahui gajah.
Ia mengatakan, Polres Bengkulu Utara saat ini tengah memproses pegawai PT Alno, terutama disekitar gajah itu itu ditemukan mati karena hewan dilindungi itu diduga memakan pupuk terlalu banyak.
Atau ada dugaan sengaja diberikan agar hewan itu tidak mengganggu tanaman kelapa sawit lagi padahal kawasan perkebunan itu dulunya merupakan habitat gajah liar.
Sekarang gajah liar itu hanya berlindung dalam kawasan hutan pusat latihan gajah seluas 6.800 Ha, sedangkan dikelilingnya sudah menjadi kebun kelapa sawit perkebunan besar.
Dengan demikian sangat diperlukan perluasan kawasan koredor gajah sesuai usulan sebelumnya dari kawasan PLG menuju kawasan hutan Taman nasional Krinci Seblat (TNKS) seluas 11 ribu hektare.
Bila sudah ada kawasan koredor mudah-mudahan gajah liar itu tidak menjadi ancaman dan bisa dikendalikan dengan tanaman bambu, namun bila tidak cepat direalisasikan kawasan hutan koredor itu gajah liar menjadi ancaman konflik dengan manusia.
"Biasa setiap tahun anggar cukup besar hanya menangani konflik gajah manusia, sedangkan anggaran untuk itu setiap tahun selalu diperkecil alternatifnya adalah dengan menyetujui izin kawasan hutan koredor gajah tersebut," ujarnya.
Representatif Pro Fauna Bengkulu Radius Nursidi mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir ada empat Gajah Sumatra ditemukan mati di sekitar perkebunan kepala sawit milik PT Alno di Kecamatan Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara.
"Informasi ini kami peroleh dari anggota ProFauna di sekitar Pusat Latihan Gajah Seblat bahwa empat gajah itu ditemukan mati di sekitar perkebunan Alno," katanya.
Dugaan awal, kematian empat satwa langka itu akibat diracun, ini merupakan dampak konflik gajah yang berujung pada kematian satwa tersebut hampir terjadi setiap tahun.
Data Profauna menyebutkan periode 2004 hingga 2007 sebanyak tujuh ekor gajah mati di kawasan itu. Selanjutnya pada 2009 sebanyak dua ekor dan 2010 satu ekor.
Sehingga periode 2004 hingga 2011 terdapat 14 ekor gajah yang mati tanpa diketahui pelakunya.
"Dari sejumlah kasus itu tidak satupun yang diproses secara hukum. Ini juga menjadi catatan dan pertanyaan besar kami terhadap BKSDA," katanya. (ANTARA)
Berita Lainnya
PT Pupuk Iskandar Muda ekspor 30.000 ton urea ke Sri Lanka
06 March 2021 10:04 WIB
Sindikat Pemburu Gading Juga Bunuh Anak Gajah
14 February 2015 16:27 WIB
Gajah Bunuh Seorang Manajer Senior
12 October 2013 11:35 WIB
Perambah Tesso Nilo Bunuh Dua Gajah Sumatera
29 March 2010 15:05 WIB
Izin Tak Lengkap Menara Telekomunikasi Disegel Aparat
03 April 2017 15:30 WIB
Jokowi Jenguk Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Hasyim Muzadi
15 March 2017 11:05 WIB
Pemko Batu Alokasikan Rp4,3 Miliar Untuk Bantu Ibu Hamil
07 February 2017 10:50 WIB