Bercerita lewat seni, Bayu Andama Putra garap film lewat jalur Indie

id Berita hari ini, berita riau antara, berita riau terkini, Bayu Andama Putra

Bercerita lewat seni, Bayu Andama Putra garap film lewat jalur Indie

Sejumlah besutan projek film ditulis sutradara Bayu adalah film berjudul Teror Lil’alamin (2015), Inspirasi Kamar Mandi (2016), Apa Pilihanmu (2016), Hikayat Lemari dan Tarian Menuju Barat (2018) dan Mitos Urban (2019). Dan masih banyak lainnya, hasil garapan jiwa seninya (Ramadhani Indah Al Dillah/Frislidia/Antara)

Pekanbaru (ANTARA) - Berawal dari kesenangannya berpesan tentang perasaan dan keresahan melalui puisi, mengantarkan pemuda yang biasa disapa Bayu ini berkenalan dengan film.

Sebelum akrab dengan film ia telah lebih dulu menciptakan 800-1000 puisi, mulai dari coretan di buku sekolah hingga puisi yang terbit di laman Koran. Jumlah ini terhitung sejak Bayu duduk di bangku SMA hingga saat ini di semester tujuh perkuliahan.

Akhir tahun 2019, Bayu lolos dalam program Mahasiswa Bicara Film di Festival Film Universitas Indonesia mewakili Universitas Riau dengan essaynya berjudul “Pari Kecil, Selembar Sampul Majalah dan Relasi Kuasa dalam Arus Pinggir Film Indonesia” dan menjadi juri dalam Anugerah Makara Emas (Film Pilihan Mahasiswa) dalam program kompetisi Film Fiksi Pendek UI Film Festival 2019.

Mahasiswa tingkat akhir di Universitas Riau jurusan Ilmu Komunikasi ini jatuh cinta dengan seni dan bercita-cita menjadi pengajar di bidang film maupun dosen di jurusannya saat ini.

“Aku ingin di Pekanbaru ada sekolah ataupun laboratorium yang khusus membahas film dan siapa saja bisa bergabung tanpa perlu menjadi bagian dari komunitas terlebih dahulu, siapa tau itu bisa jadi cikal bakal Kampus yang aku menjadi dosen mengajar disitu,” katanya sambil tertawa.

Ia mengatakan, menurutnya cerita adalah cara paling mudah untuk mempengaruhi orang lain dan film adalah media bercerita paling efektif. Ia dapat menyampaiakan visi misi sederhana yang difikirkan secara acak seperti kritik sosial hingga pandangannya tentang cerita di hari tua.

Dalam bercerita melalui puisi, bu Dewi, guru SMAnya pernah berkata bahwa ia adalah penulis sentimentil yang mengupas makna terdalam tentang banyak hal yang ia lihat dan rasa, Sentimentalisme Calon Penyair menjadi judul buku antologi puisi pertamanya yang ia garap bersama tiga rekan lainnya.

Selain menulis puisi, pemuda berdarah minang ini juga menulis skenario film pendek yang beberapa sudah ia garap bersama teman-temannya. Dalam menulis skenario dan menyutradarai film ia dikenal sebagai sutradara yang provokatif.

Bayu saat ini fokus menjadi sutradara disetiap projek film yang dikerjakannya. Ia menjadi sutradara dalam beberapa film berjudul Teror Lil’alamin (2015), Inspirasi Kamar Mandi (2016), Apa Pilihanmu (2016), Hikayat Lemari dan Tarian Menuju Barat (2018) dan Mitos Urban (2019).

Dibeberapa judul lain ia juga menjajal menjadi penulis, clapper, asisten sutradara, produser, hingga pemain seperti di Tuan Aktor (2016), Sosak (2018), Setetes (2018) dan Maret (2018).

Pemuda yang telah mengikuti Workshop Kepenulisan Tingkat Dasar (Medan) dan Menengah (Depok) yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Film Kementrian dan Kebudayaan ini bercerita bahwa projek yang paling berkesan baginya adalah film Hikayat Lemari dan Tarian Menuju Barat. Film ini digarap oleh KOFI, Komunitas Film Maker Pekanbaru, untuk pertama kali sejak dibentuk. Mulai dari anak SMA hingga anak komunitas yang sudah senior pun bergabung didalamnya dan ia dipilih menjadi sutradara.

“Di projekan ini sebagai sutradara aku gak mikirin biaya produksi karena syukurnya kami dapet dana sponsor jadi aku bisa bebas minta apa yang aku mau untuk keperluan film, luar biasa, kami udah beneran kayak profesional” kataya sambil tertawa.

Ia lanjut bercerita, film Hikayat Lemari dan Tarian Menuju Barat itu mengisahkan seorang kakek tua kesepian yang diakhir cerita menari dengan kerinduan teramat besar pada mendiang sang istri. Uniknya, cerita ini terinspirasi dari keseharian neneknya di rumah ketika ia pulang libur semester.

“Inspirasi bisa datang darimana dan kapan aja, dari daun yang kita lihat pun ada cerita yang bisa diambil, apapun di dunia ini bercerita dan tinggal kita mendengarkan kemudian mengolah dan menceritakan kembali kisah tersebut versi kita,” kata Pemuda berkulit coklat ini.

Ia berharap, apa yang ia dan teman-temannya lakukan dengan konsisten ini mendapat apresiasi dan dukungan dari Pemerintah Provinsi Riau. Mulai dari produksi hingga distribusi, setidaknya mereka dibantu untuk mendapatkan ruang pemutaran.

“Pekanbaru punya Idrus Tintin, gedung teater besar dan bakalan keren kalau kita bisa screening-an disana. Tapi sayangnya kita masih sulit untuk kesana karena kebanyakan komunitas film di Pekanbaru ini belum mapan finansialnya,”

Selain itu kita juga berharap, katanya lagi, akan ada pembinaan dan pengembangan kompetensi seperti workshop yang dilaksanakan Pusbang dan Bekraf atau festival film seperti di kota lain. Riau kita sudah punya Seksi Perfilm di Dinas Kebudayaan dan semoga bisa berjalan sesuai fungsi dan tujuannya dibentuk.

Festival Film

Dinas Kebudayaan Provinsi Riau, tahun 2020 rencanakan Festival Film Pendek Riau dengan menantang 11 kabupaten dan kota untuk segera menyiapkan karyanya.

“Rencana penyelenggaraan festival terkait sudah disetujui Pemerintah Pusat pada Rapat Koordinasi digelar Maret tahun 2018 di Kota Bogor," kata Kepala Seksi Perfilman Dinas Kebudayaan, Tugiman S.Hum.

Menurut Tugiman, festival ini digelar sekaligus menjadi ajang unjuk karya bagi sineas-sineas muda yang berpotensi mengembangkan perfilman di Provinsi Riau dengan diikuti Kota Dumai, Kabupaten Inhu, Inhil, Pelalawan, Bengkalis, Rohul, Rohil, Kampar, Siak, Teluk Kuantan, dan Kabupaten Kepulauan Meranti.

Untuk Kota Pekanbaru, katanya menyebutkan, seluruh SLTA serta komunitas perfilman dilibatkan dan kegiatan ini akan terus diupayakan untuk dipublikasikan secara masif tentunya, karena ini adalah penyelenggaraan yang pertama.

Festival ini merupakan kegiatan terbesar pertama, katanya, setelah 3 tahun di bentuknya Seksi Perfilman Dinas Kebudayaan, dan pembentukan seksi ini penting untuk mencari, membangun dan mengarahkan jiwa-jiwa seni masyarakat dan pemuda se-Provinsi Riau.

Festival Film se-Riau ini akan mengangkat tema tentang Kebudayaan Melayu Riau dan para peserta diberi kesempatan yang luas untuk menggali keragaman Budaya Melayu Riau. Budaya Melayu yang diangkat nantinya bebas untuk dikemas peserta dalam gaya dan jenis film apapun karena tidak ingin membatasi kreativitas dan daya cipta insan perfilman muda Pekanbaru.

"Oleh karena itu diharapkan kegiatan ini menjadikan sineas-sineas muda yang tergabung dalam berbagai komunitas di Pekanbaru dapat menjalin hubungan baik dan kerjasama dengan Dinas Kebudayaan dalam membangun bidang seni potensial ini," katanya.

Ia menambahkan, diperlukan komunikasi dan koordinasi yang intens antara Pemda dan Komunitas perfilmaan Riau terutama mengatasi keterbatasan anggaran dalam membantu produktivitas dan kreatifitas sineas film di daerah itu.

Dukungan Lingkungan

Rencana penyelenggaraan Festival Film Pekanbaru ini disambut hangat oleh sineas muda di komunitas. Kegiatan ini seperti angin segar dan harapan untuk masa depan komunitas.

“Semoga ini menjadi awalan baik bagi kita semua, dan kami berharap dalam penyelenggaraan nantinya Pemerintah melaksanakannya dengan maksimal, melibatkan orang-orang yang paham akan film. Kami pun nantinya siap jika diajak bekerjasama untuk mensukseskan perhelatan ini,” kata Mohammad Irvan, salah satu penggiat film di Pekanbaru.

Ia mengatakan, iklim dari penikmat maupun pencipta dari film independen ini sendiri sudah baik. anak muda Pekanbaru sebagian mulai sadar adanya pemutaran film alternatif selain yang ada di bioskop.

“Langkah pertama kita untuk maju bersinergi dengan Pemerintah adalah Pemerintah sendiri harus menyakini apakah kota ini mau maju dengan film komunitasnya dan memerlukan bidang perfilman sebagai pengahasil produk kebudayaan di Bumi Melayu ini,” kata pemuda berjenggot tipis ini.

Irvan mengatakan, perfilman independen kita masih baru jika dibandingkan dengan kota lain di Pulau Jawa, dan sebagai insan yang tertarik dengan film ia berharap komunitas dan Pemerintah bisa bersinergi dengan apik karena majunya perfilman Indonesia secara luas juga dibangun dan didukung dari komunitas-komunitas yang berkembang.

Anak muda komunitas film di Pekanbaru, menurut Irvan, selalu ingin belajar. Salah satunya ketika bertemu dengan Bayu di film, ia merasa menemukan rekan dengan visi yang sama dan telah bergabung dalam empat produksi film dan tujuh kegiatan.

“Menurut saya nanti Bayu, dua atau tiga tahun kedepan dapat menjadi sineas muda dari komunitas yang dibaca Indonesia. Karena dia punya nilai dan konsistensi yang baik,” katanya.

Ia berpesan kepada anak-anak di komunitas untuk tidak memandang komunitas sebagai tempat menghabiskan waktu luang, karena jika ingin sukses berkembang harus memiliki loyalitas dan bersungguh-sungguh.