Pengelolaan Blok Kampar Terkendala Tumpang Tindih Lahan

id pengelolaan blok, kampar terkendala, tumpang tindih lahan

Pekanbaru, 8/2 (ANTARA) - PT Sumatera Persada Energi (SPE) terkendala tumpangtindih lahan untuk dapat mengelola Blok Kampar Barat (West Kampar) di Provinsi Riau, yang dikhawatirkan bakal mengancam realisasi target "lifting" 2011.Masalah tersebut terungkap dalam rapat konsultasi rencana pengembangan Lapangan Pengendalian Blok Kampar Barat yang digelar di Pekanbaru, Selasa. Di dalam wilayah kerja perusahaan di blok tersebut ternyata sudah terdapat kebun kepala sawit hingga cagar budaya Candi Muara Takus.

Pemerintah Provinsi Riau secara tegas menolak PT SPE beroperasi sebelum masalah ganti rugi lahan, terutama yang bersengketa dengan warga tempatan, berhasil dituntaskan.

"Sebelum semuanya tuntas, maka perusahaan belum bisa melakukan eksploitasi dan itu diatur dalam Undang-Undang tentang Migas. Harus ada ganti rugi terlebih dahulu," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Riau, Husni Hasan.

PT SPE mendapat hak untuk mengelola Blok Kampar Barat sejak tahun 2006. Cadangan minyak di wilayah tersebut diperkirakan mencapai 10 juta hingga 12 juta barrel. Luas wilayah kerja perusahaan di blok itu mencapai sekitar 290 ribu hektare yang berada di dua provinsi, yakni Provinsi Riau dan Sumatera Utara. Khusus untuk di Riau, lokasinya berada di Kabupaten Rokan Hulu dan Kampar.

Lokasi Lapangan Pengendalian di Kabupaten Rokan Hulu, yang kini sedang diurus POD (Plan of Development) oleh perusahaan, ternyata tumpang tindih dengan kebun kelapa sawit milik PTPN V yang telah berumur lebih dari 10 tahun. Padahal di daerah itu perusahaan telah melakukan survey seismic dan merencanakan untuk membangun dua sumur yang bisa memproduksi 1.000-1.500 barrel per hari.

Selain itu, tumpang tindih dengan kebun kelapa sawit PTPN V dan kebun yang dikelola warga juga terdapat di Kabupaten Kampar. Bahkan, wilayah kerja di Kampar juga terdapat Candi Muara Takus dan daerah tangkapan air Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang yang merupakan daerah hulu untuk tiga sungai besar di Riau.

"Masalah ini harus segera dicari solusi secepatnya," ujarnya.



Ganggu Target Lifting

Kepala BP Migas Perwakilan Sumatera Bagian Utara, Baris Sitorus, mengatakan masalah tumpang tindih lahan yang berlarut-larut mengancam realisasi target "lifting" nasional yang mencapai 970 ribu barrel per hari pada 2011. Sebabnya, pemerintah telah memasukan estimasi produksi minyak PT SPE ke dalam target pencapaian untuk tahun ini.


"Kalau SPE tak kunjung melakukan produksi tentu akan berdampak pada pencapaian target 'lifting' tahun ini," ujarnya.

Ia mengatakan BP Migas siap memfasilitasi ke pemerintah daerah untuk mengurus perizinan agar masalah tumpang tindih bisa segera diatasi. Selain itu, ia mengatakan penggunaan lahan untuk operasi perusahaan tak terlalu besar yakni hanya sekira satu hektare untuk satu sumur.

Sementara itu, Direktur Utama PT SPE John S. Karamoy mengatakan tumpang tindih lahan dalam bisnis migas adalah hal yang kerap ditemui dan makin pelik sejak era otonomi daerah. Meski begitu, ia mengatakan hal tersebut merupakan tantangan bagi perusahaan yang menargetkan proses eksploitasi Blok Kampar Barat pada April 2011.

"Saya melihatnya bukan sebagai kendala, tapi sebuah tantangan," ujarnya.

Sebagai perusahaan berskala nasional, lanjutnya, SPE siap membayar berapa pun ganti rugi yang diminta warga. Karena itu, ia berharap segera tercapai titik temu untuk masalah tumpang tindih lahan tersebut.

Apabila masalah tersebut berlarut-larut dan akan mengancam prospek bisnis, lanjutnya, perusahaan lebih memilih tidak memaksakan untuk melakukan eksploitasi pada tahun ini. Menurut dia, PT SPE telah mengucurkan dana investasi sekitar 20 juta dolar AS sejak 2006 hingga sekarang. Biaya investasi diperkirakan bakal bertambah pada proses eksploitasi, yakni berkisar 20 juta hingga 30 juta dolar AS per tahun.

"Daripada bermasalah, tentu lebih baik saya tahan dulu 20 juta dolar AS itu," katanya.