Jakarta (ANTARA) - Sejak sebulan terakhir suhu udara terus meningkat, cuaca panas juga terasa menyengat dan hujan pun jarang tercurah ke darat.
Seperti siklus yang selalu berulang, di Indonesia yang beriklim tropis sudah pasti setelah musim hujan akan disusul dengan kemarau secara bergantian.
Bukan hanya semata ramalan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), tapi hasil pantauan menyebut musim kemarau sudah terjadi di 37 persen wilayah Indonesia.
Baca juga: 93 hektare tanaman padi di Bantul puso akibat kekeringan dampak musim kemarau
Musim kemarau sudah dirasakan di Aceh bagian Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung, Pulau Jawa dan Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan bagian Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur bagian Selatan, Maluku, dan Papua bagian Selatan.
Uniknya, meski kemarau, ada 63 persen wilayah yang masih mengalami musim hujan.
"Musim kemarau tidak berarti tidak ada hujan sama sekali. Beberapa daerah diprediksikan masih berpeluang mendapatkan curah hujan," kata Deputi bidang Klimatologi BMKG Herizal.
Potensi curah hujan tinggi lebih dari 200 milimeter dalam 10 hari dengan peluang lebih dari 70 persen itu terjadi di Kabupaten Morowali, Banggai, dan Tojounauna Provinsi Sulawesi Tengah, juga di Kabupaten Yahukimo, Pegunungan Bintang, Asmat, Mimika, Jayawijaya, Nabire, dan Paniai Provinsi Papua.
Di daerah yang masih berpotensi hujan, perlu mewaspadai terhadap kemungkinan terjadinya banjir dan tanah longsor
Sebaliknya, di wilayah yang sudah mengalami kemarau masyarakat harus waspada dan berhati-hati terhadap kekeringan yang bisa berdampak pada sektor pertanian dengan sistem tadah hujan.
Kekeringan juga dapat menyebabkan terjadinya berkurangnya ketersediaan atau kelangkaan air tanah dan peningkatan potensi kemudahan terjadinya kebakaran.
Kekeringan
Saat ini kekeringan sudah mulai melanda sejumlah daerah di Tanah Air di antaranya seperti Kabupaten Sumedang, Gunung Kidul, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Gresik, Tuban, Pasuruan dan Pamekasan.
Warga di daerah-daerah tersebut mulai mengalami kesulitan memperoleh air bersih dan lahan pertanian juga mengalami kekeringan.
Sejumlah wilayah juga berpotensi mengalami kekeringan bahkan hingga kategori ekstrem karena sudah tidak mengalami hujan dalam dua bulan terakhir seperti di sebagian besar Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
Berdasarkan pantauan BMKG beberapa daerah juga perlu waspada atau dalam kategori potensi Awas karena telah mengalami Hari Tanpa Hujan (HTH) lebih dari 61 hari.
Baca juga: Sejumlah desa di Bengkalis kesulitan air saat kemarau
Selain itu, daerah tersebut juga diprakirakan memiliki curah hujan rendah yaitu kurang dari 20 mm dalam 10 hari mendatang dengan peluang lebih dari 70 persen yaitu di Jawa Barat tepatnya Kabupaten Bekasi, Karawang dan Indramayu.
Selain Jawa Barat, kondisi yang sama juga terjadi di Jawa Tengah yaitu Kabupaten Karanganyar, Klaten, Magelang, Purworejo, Rembang, Semarang, dan Wonogiri. Juga sebagian besar Jawa Timur dan DI Yogyakarta yaitu di Bantul, Gunung Kidul, Kulonprogo dan Sleman.
Selain itu potensi kekeringan juga dihadapi Kabupaten Buleleng Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur yaitu di Kabupaten Sikka, Lembata, Sumba Timur, Rote Ndao, Belu dan Kota Kupang. Serta di Nusa Tenggara Barat tepatnya di Kota Bima, Kabupaten Bima, Lombok Timur, Sumbawa dan Sumbawa Timur.
Sementara status Siaga atau telah mengalami HTH lebih dari 31 hari dan prakiraan curah hujan rendah kurang dari 20 mm dalam 10 hari dengan peluang lebih dari 70 persen yakni di Jakarta Utara dan Banten tepatnya di Kabupaten Lebak, Pandeglang, dan Tangerang.
Sedangkan status Waspada atau telah mengalami HTH lebih dari 21 hari dan prakiraan curah hujan rendah kurang dari 20 mm dalam 10 hari dengan peluang lebih dari 70 persen di Aceh tepatnya di Kabupaten Aceh Besar, Pidie dan Bireuen.
Juga di Jambi yaitu di Kabupaten Merangin, Batanghari, lalu Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung, Kabupaten Pulangpisau Kalimantan Tengah, Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat serta di Kabupaten Bantaeng, Selayar, dan Takalar Provinsi Sulawesi Selatan.
Daerah-daerah yang sudah tidak mengalami hujan dalam waktu yang lama tersebut sepatutnya waspada terhadap berbagai dampak kekeringan.
Apalagi bagi daerah-daerah yang berlahan gambut yang dengan mudah dapat mengalami kebakaran hutan di musim kemarau seperti sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan.
Cadangan Beras
Saat terjadi kekeringan, bukan hanya kesulitan mendapatkan air bersih tapi juga bisa berdampak terhadap lahan pertanian yang terancam gagal tanam maupun panen karena air yang dibutuhkan tanaman tidak tersedia.
Seperti ribuan hektare padi yang terancam mengalami puso di Ciamis Jawa Barat dan juga di Gunungkidul, Bantul serta Sleman Provinsi DI Yogyakarta.
Untuk mengatasi kemungkinan sulitnya memenuhi kebutuhan pangan akibat kekeringan tersebut, Kementerian Sosial (Kemensos) siap menyalurkan Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
Baca juga: BMKG: Kemarau di Aceh Berakhir September
"Kita siap menyalurkan CBP jika pemda setempat sudah mengeluarkan surat keterangan (SK) tanggap darurat kekeringan," kata Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat.
Dengan SK tanggap darurat sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial No.12 Tahun 2012, maka bupati atau wali kota dapat menggunakan CBP hingga 100 ton.
Jika tidak mencukupi kebutuhan masyarakat, maka gubernur dapat menggunakan CBP hingga 200 ton dan jika dianggap kurang, maka SK keperluan beras di atas 200 ton dapat dikeluarkan oleh Mensos.
Kemensos menyimpan CBP di gudang-gudang Bulog di daerah, sehingga jika kapan saja dibutuhkan bisa segera disalurkan. Selama ini CBP kerap dikeluarkan untuk penanganan bencana-bencana yang terjadi seperti banjir di Konawe Utara, Sultra dan Samarinda, Kaltim maupun gempa bumi di Palu, Sulteng.
Hingga 31 Mei 2019, sebanyak 295 ribu ton CBP telah digunakan pemerintah untuk kebutuhan logistik pada penanganan berbagai bencana.
Namun, menurut Harry, hingga saat ini belum ada pemda yang meminta bantuan beras untuk mengatasi kekeringan di daerah mereka.
Perum Bulog masih menyimpan sebanyak lebih dari dua juta ton CBP untuk didistribusikan tahun 2019.
Meski saat bencana baik banjir maupun kekeringan Pemerintah selalu siaga menyalurkan bantuan, tapi ada baiknya masyarakat juga tetap menjaga lingkungan sesuai kondisi alam.
Di kala musim hujan, tidak membuang sampah sembarangan, tidak menebang pohon di kawasan hulu, tidak melakukan alih fungsi lahan dan sebagainya.
Saat musim kemarau, tidak merusak dan mencemari sumber mata air, tidak membuka lahan dengan cara membakar sembarangan, serta banyak hal-hal kecil yang bisa dilakukan demi menjaga keseimbangan alam dan bumi yang semakin tua ini.
Baca juga: Awal Kemarau Waktunya Antisipasi Karhutla
Oleh Desi Purnamawati
Berita Lainnya
Mensos-Menko Pemberdayaan Masyarakat percepat nol kemiskinan ekstrem di Indonesia
18 December 2024 17:19 WIB
Kemenag berhasil raih anugerah keterbukaan informasi publik
18 December 2024 17:00 WIB
Dokter menekankan pentingnya untuk mewaspadai sakit kepala hebat
18 December 2024 16:37 WIB
Indonesia Masters 2025 jadi panggung turnamen terakhir The Daddies
18 December 2024 16:28 WIB
Menko Pangan: Eselon I Kemenko Pangan harus fokus pada percepatan swasembada pangan
18 December 2024 16:13 WIB
ASEAN, GCC berupaya perkuat hubungan kerja sama kedua kawasan
18 December 2024 15:57 WIB
Pramono Anung terbuka bagi parpol KIM Plus gabung tim transisi pemerintahan
18 December 2024 15:51 WIB
Pertamina berencana akan olah minyak goreng bekas jadi bahan bakar pesawat
18 December 2024 15:12 WIB