Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi (MK) diminta mewaspadai manuver Ketua Tim Kuasa Hukum capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto (BW) dalam sidang perselisihan hasil pemilu presiden 2019.
"BW memiliki rekam jejak negatif dalam penegakan hukum ketika menghadirkan saksi palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat pada 2010," kata Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Inas Nasrullah Zubir, melalui pernyataan tertulis, di Jakarta, Senin.
Baca juga: Ini strategi KPU hadapi sengketa Pemilu 2019
Menurut Inas Nasrullah, pada saat itu, penyidik Kepolisian sesungguhnya telah memiliki bukti untuk menjerat BW dalam kasus saksi palsu sengketa Pilkada Kotawaringin Barat. "Setelah kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan, justru dikesampingkan demi kepentingan umum (deponering) oleh Jaksa Agung," katanya.
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Hanura ini menjelaskan, deponering itu mengesampingkan perkara yang sudah ada buktinya dengan alasan demi kepentingan umum. "Jadi bukan tidak ada bukti, tapi penegakan hukum terhadap BW saat itu dikorbankan demi kepentingan umum,” ujarnya.
Soal deponering kasus BW tersebut, Inas mengingat hal tersebut pernah dipersoalkan oleh DPR RI. Bahkan, Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon, termasuk yang vokal memprotes Jaksa Agung karena mengesampingkan perkara BW. "Tapi sekarang kita lihat sendiri, mereka (BW dan Fadli Zon) berada di kubu yang sama," kata Inas.
Menurut Inas, pada saat itu, Fadli memprotes penghentian kasus BW yang dinilainya terlalu dipaksakan, padahal perlu ada kepastian dan penegakan hukum atas kasus tersebut.
“Sekarang apakah Fadli Zon tetap menuntut kepastian hukum kasus BW dulu?” kata Inas meyakini banyak masyarakat Indonesia yang tetap meminta kasus BW tersebut dibuka lagi.
Baca juga: Tim Prabowo-Sandi serahkan 51 bukti ke MK
Baca juga: 13 korban kericuhan aksi 22 Mei masih dirawat di RS Pelni
Pewarta: R024