Harmoni di Desa Bebas Api

id harmoni, di desa, bebas api

 Harmoni di Desa Bebas Api

Pekanbaru (Antarariau.com) - Kebakaran hutan dan lahan masih menjadi masalah terbesar di Provinsi Riau. Sepanjang 18 tahun terakhir, bencana tersebut terus mengintai provinsi berjuluk Bumi Lancang Kuning itu setiap musim kemarau tiba.

Dampak yang ditimbulkan akibat bencana yang 99 persen faktor kesengajaan itu sangat besar. Mulai dari kesehatan sampai melumpuhkan ekonomi hingga miliaran.

Kondisi semakin parah ketika kebakaran melanda lahan gambut. Selain sulit dipadamkan, asap tebal juga tak dapat dihindarkan.

Namun, dalam tiga tahun terakhir, pemerintah provinsi Riau sedikit demi sedikit melakukan perubahan. Luasan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) ditekan. Bencana kabut asap berhasil ditiadakan.

Pemerintah Provinsi Riau merubah strategi dalam menangani Karhutla pasca catatan kelam 2015 lalu, yang berdampak pada terpaparnya kesehatan 97.000 warga Riau akibat kabut asap.

Penetapan status siaga bencana Karhutla lebih dini merupakan strategi pertama yang dilakukan pemerintah. Langkah itu diiringi dengan membentuk Satgas yang diperkuat berbagai elemen, TNI, Polri, masyarakat, lembaga nirlaba dan tak terkecuali pihak swasta.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menjadi komando utama dalam penanganan Karhutla dibawah Presiden Joko Widodo terus memberikan pengarahan terpadu. Helikopter pengebom air serta pesawat modifikasi cuaca juga dikerahkan untuk menangani Karhutla.

Sementara itu, Pemerintah juga mendorong dunia usaha untuk turut serta berperan dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan Karhutla.

Desa Bebas Api, salah satu program yang digulirkan oleh perusahaan bubur dan penghasil kertas, Riau Andalan Pulp dan Paper (RAPP). Program itu mendorong setiap desa yang berhasil menekan hingga memberangus Karhutla berupa penghargaan bantuan infrastruktur mencapai Rp100 juta.

Empat tahun berjalan, program yang belakangan turut dilakukan oleh sejumlah perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan maupun hutan tanaman industri (HTI) tersebut mencapai tingkat keberhasilan tinggi.

Wakil Gubernur Riau, Wan Thamrin Hasyim mengakui keberhasilan tersebut. Tanpa ragu, Wan memberikan apresiasi karena program tersebut sangat membantu pemerintah dalam mencegah dan menanggulangi Karhutla, terutama menjelang pelaksanaan Asian Games 2018 yang akan berlangsung kurang dari 20 hari lagi.

Terlebih lagi, Wan menilai bahwa Kepala Desa yang merupakan perwakilan pemerintah bersentuhan langsung dengan masyarakat.

"Kepada para pemimpin desa, terima kasih yang telah berjuang habis-habisan melawan kebakaran. Mari kita terus kerjasama melawan kabut asap," kata Wan dalam sambutannya pada Apel Penanggulangan Karhutla 2018 di Pangkalan Kerinci, Pelalawan, Riau pekan lalu.

Program Desa Bebas Api yang berjalan selama empat tahun ini telah menjangkau sebanyak 27 desa di tiga kabupaten di Riau. Desa-desa yang dirangkul tersebut sebelumnya langganan Karhutla.

Namun, dengan pendampingan serta sosialisasi dan dukungan yang baik, desa tersebut berhasil lepas dari belenggu bencana tersebut.

Kepala Kepolisian Daerah Riau, Inspektur Jenderal Nandang mengakui bahwa program yang mengedepankan pencegahan tersebut lebih efektif dibanding dengan penanggulangan.

Menurut dia, program itu harus dilakukan dengan perencanaan matang dan dapat dilakukan oleh desa lain. Tentunya dengan dukungan dan pendampingan yang setara.

"Mencegah bukan pekerjaan sesaat. Pencegahan merupakan kebiasaan yang harus dijaga dan dipelihara. Apabila gagal, maka rusak perencanaan. Apresiasi atas prestasi kepada desa yang berhasil melakukan pencegahan," kata Kapolda.

2018 ini, RAPP kembali memberikan "rewards" kepada 15 desa berupa bantuan dana infrastruktur masing-masing sebesar Rp100 juta. Ke 15 desa tersebut masing-masing adalah Desa Tanjung Padang, Putri Puyu, Bumi Asri, Pelantai, Mekar Sari, Teluk Belitung, Bagan Melibur, Mayang Sari, Dedap, Mekar Delima dan Kudap.

Selanjutnya tiga desa dari Siak yakni Kampung Olak, Kampung Lubuk Jering, Kampung Dayun serta kelurahan Langgam dari Pelalawan. Sementara itu, satu desa dari Pelalawan, yakni Penarikan memperoleh bantuan sebesar Rp50 juta.

Merubah Kebiasaan Masyarakat.

Tengku Supri, Kepala Desa Pelantai, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti tak dapat menyembunyikan kebahagiaan ketika mendapat bantuan Rp100 juta. Pria 57 tahun itu tak sabar untuk segera kembali ke kampungnya yang berlokasi di Pulau Padang dan menyampaikan kabar baik itu.

Desa Pelantai menjadi salah satu dari 16 desa penerima bantuan dana pembangunan infrastruktur sebesar Rp100 juta. Rencananya, dana itu akan digunakan untuk memperbaiki akses jalan desa.

Supri mengatakan bahwa bukan pekerjaan mudah untuk melepas belenggu kebakaran di desa yang ia pimpin sejak 2010 lalu. Desa dengan kontur lahan gambut tersebut sangat bersahabat disaat musim hujan, namun akan sangat berbahaya pada musim kemarau.

Dia mengisahkan, 2017 lalu menjadi momen kelam terakhir desa tersebut berhadapan dengan Karhutla. Kabut asap tebal melanda desa berpenduduk 286 kepala keluarga tersebut.

"Alhamdulillah, dengan program Desa Bebas Api dan bantuan keberadaan tim di lapangan kita berhasil melewati musim kemarau tahun ini tanpa kebakaran," kata Supri.

Ia menjelaskan bahwa Karhutla di desa tersebut tidak lepas dari kebiasaan masyarakat yang masih kerap ceroboh saat musim kemarau tiba. Salah satunya adalah dengan membakar sampah, atau hanya sekedar membuang puntung rokok sembarangan di tanah organik itu.

Alhasil, api dengan mudah melahap lahan yang miskin air saat musim kemarau itu. Menurut dia, merubah kebiasaan masyarakat menjadi kunci utama mencegah Karhutla.

Senada dengan Supri, Maitizan yang merupakan Lurah Langgam, Pelalawan menyampaikan hal yang sama. Kelurahan Langgam yang berpenduduk 3.000 KK tersebut pernah mengalami kebakaran hebat pada 2015 yang mencapai ratusan hektare.

Dalam setahun terakhir, Kelurahan yang mengandalkan komoditas ikan sungai dan pertanian hortikultura itu terus berbenah hingga bebas Karhutla.

"Kita ikuti program desa bebas api, mulai sosialisasi dan pendampingan. Alhamdulillah ada perbedaan sangat signifikan," ujarnya.

Baik Supri maupun Matizan berharap desa desa di Riau, yang mayoritas berdiri diatas lahan gambut dapat terus belajar dan berbenah sehingga menciptakan harmoni dan kesejahteraan.

Direktur PT RAPP Rudi Fajar mengatakan program desa bebas api telah berjalan selama empat tahun, dan melibatkan sebanyak 27 desa dari tiga Kabupaten di Provinsi Riau.

"Sejak 2014 RAPP telah bermitra dengan 27 desa dan berhasil menekan angka kebakaran secara drastis. Pada 2017 tercatat hanya 0,03 persen desa mitra yang mengalami kebakaran," ujarnya.

Program desa bebas api mengedepankan lima elemen. Diantaranya adalah penghargaan kepada desa yang tidak terjadi kebakaran dan keterlibatan warga asli desa yang menjadi koordinator desa bebas api.

Selanjutnya perusahaan bubur dan produsen kertas itu juga memberikan bantuan pembukaan lahan melalui peralatan pertanian, meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya pembukaan lahan dengan cara membakar, dan pemantauan kualitas udara melalui perangkat PM10 di tujuh desa.

Dia berharap program tersebut dapat terus berjalan sehingga mampu menekan angka kebakaran dalam jangka panjang. Selain itu, Rudi juga memberikan apresiasi kepada Satgas Karhutla yang mendukung program pionir tersebut.

***4***