Pekanbaru, (Antarariau.com) - Pangkalan TNI AL Dumai, Provinsi Riau, menghentikan pelayaran kapal kayu ikonik KM Jelatik 8 di Provinsi Riau karena melakukan pelanggaran yang membahayakan penumpang.
"Salah satu pelanggarannya adalah mengangkut jumlah penumpang melebihi kapasitas dan ada yang tidak tercatat pada manifes. Saat diperiksa, jumlah penumpang ada 237 orang, sedangkan yang tercatat dimanifes hanya 113 orang," kata Komandan Pangkalan TNI-AL (Lanal) Dumai, Kolonel Laut (E) Yose Aldino di Pekanbaru, Rabu.
Kapal Jelatik merupakan kapal kayu terkenal di Provinsi Riau yang melayani rute Pelabuhan Sei Duku, Pekanbaru, ke Pelabuhan Selat Panjang di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Armada Jelatik sudah ada sejak puluhan tahun lalu, dan mampu bertahan dalam persaingan bisnis melawan kapal cepat berbahan fiber. Kapal ini punya bentuk unik karena tidak ada kursi penumpang, hanya papan dibuat dipan panjang untuk duduk bersama dan ada bilik-bilik yang juga tanpa kursi. Kapal ini juga punya jendela-jendela kecil yang membuat Jelatik sekilas seperti sarang burung kalau dilihat dari luar.
Yose Aldino menjelaskan, Lanal Dumai awalnya mendapat informasi dari masyarakat terkait dugaan pelanggaran kapal kayu tersebut. Kemudian, Lanal Dumai mengerahkan KRI Pulau Rusa untuk menghentikan KM Jelatik 8 di perairan Kuala Siak dan menemukan pelanggaran-pelanggaran pada Selasa (10/7).
Kapal tersebut membawa muatan berlebih dari kapasitas seharusnya hanya mampu membawa 165 orang. Jaket pelampung dan peralatan navigasi di kapal tersebut dalam kondisi tidak lengkap bahkan ada yang rusak.
Selain itu, dalam pelayaran tersebut juga ada barang-barang yang tidak tercantum di manifes, yakni suplemen, kosmetika hingga sekardus penuh laptop bekas. KRI Pulau Rusa kemudian mengawal KM Jelatik 8 untuk dilabuhkan di Pelabuhan Sungai Duku, Pekanbaru.
"KM Jelatik 8 tidak boleh beroperasi sampai selesai proses hukum," katanya.
Ia mengatakan untuk selanjutnya Lanal Dumai berkoordinasi dengan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Pekanbaru dan Dinas Perhubungan Provinsi Riau untuk menindaklanjuti kasus KM Jelatik 8.
Untuk sementara, lanjutnya, ada tiga orang yang dimintai keterangan sebagai saksi, yakni nakhoda berinisial AR, mualim berinisial JL dan YK selaku kepala kamar mesin.
Yose memilih tidak ingin menyalahkan pihak tertentu yang seharusnya bertanggung jawab atas pemeriksaan kelayanan dan keselamatan pelayaran.
Namun, ia menegaskan bahwa transportasi air kini sedang menjadi sorotan khusus dari pemerintah, menyusul dua insiden tenggelamnya kapal di Danau Toba, Sumatra Utara dan kecelakaan di perairan Sulawesi Selatan.
"Harapan saya, ini jadi momentum, tak cari salah dan benar karena kita harus peduli dengan keselamatan pelayaran dan penumpang. Ini harus diperbaiki sebelum terjadi hal-hal yang tak diinginkan, paling tidak meminimalkan risiko," ujarnya.
Ia juga berharap agar masyarakat tidak diam dan menerima saja apabila menggunakan transportasi yang membahayakan penumpang.
"Masyarakat harus paham juga, harga nyawa tak ada tandingannya. Masyarakat harus menuntut keselamatan itu. Jangan anggap sepele, kalau tak aman silakan laporkan dan harus diperbaiki," ujarnya.***1***