Kekerasan Terhadap Perempuan di Riau Tinggi, Sosiolog: Pemerintah Perlu Tambah Sukarelawan

id kekerasan terhadap, perempuan di, riau tinggi, sosiolog pemerintah, perlu tambah sukarelawan

Kekerasan Terhadap Perempuan di Riau Tinggi, Sosiolog: Pemerintah Perlu Tambah Sukarelawan

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Sosiolog dari Universitas Riau Dra Risdayati MSi mengatakan, Riau membutuhkan tenaga sukarelawan dalam jumlah yang memadai untuk menangani kasus KDRT karena jumlahnya masih tinggi.

"Sukarelawan dapat menangani kasus KDRT secara holistik jika jumlah mereka ditambah, dengan perbandingan minimal seorang sukarelawan bisa menangani satu hingga dua kasus saja," kata Risdayati dalam keterangannya di Pekanbaru, Kamis.

Kebutuhan tenaga sukarelawan tersebut karena masih banyak ketimpangan yang dialami perempuan, di bidang hukum, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kekekerasan dalam rumah tangga.

"Keberadan tenaga sukarelawan dibutuhkan karena mereka adalah orang pilihan yang memiliki keterampilan khusus yang mamapu memberikan pendampingan, berpengalaman, dan berjibaku rela mendampingi korban menyelesaikan kasusnya sampai tuntas," kata Risdayati yang juga mantan Ketua P2TP2A Provinsi Riau 2010-2017.

Penyelesaian secara holistik itu perlu dilakukan, katanya, dengan harapan pada akhirnya korban harus mandiri, kuat dan bisa kembali berintegrasi dengan normal contohnya kasus anak yang diperkosa. Untuk kasus ini, anak membutuhkan pendampingan dokter, psikolog hingga mentalnya benar-benar bisa pulih kembali.

Misalnya anak korban kejahatan, perlu berulang kali melakukan rehabilitasi mental dan berkelanjutan serta harus didampingi oleh sukarelawan untuk mendapatkan bimbingan agama agar anak bisa lebih tenang.

"Keberadaan sukarelawan berpengalaman harus didukung oleh Pemerintah daerah khususnya dalam mengalokasikan anggaran untuk biaya operasional mereka yang masih tergolong rendah. Pengalokasian anggaran yang memadai tersebut dibutuhkan karena sukarelawan juga memiliki tanggung jawab untuk kebutuhannya sendiri," kata peneliti tentang gender dari FISIP UNRI.

Menurut dia, tingginya kasus KDRT di Riau antara lain dipicu oleh pola pikir bahwa seorang istri harus patuh pada suami tanpa pertimbangan kendati perilaku suami cenderung berbuat jahat terhadap istrinya. Anak harus diberi penjelasan bahwa ibu yang bersikap diam itu salah, dan ibu harus melawan jika perlakuan suami sudah tidak masuk akal.

Mantan Ketua Pusat Studi wanita UNRI periode 2009-2012 itu mengatakan, kasus kekerasan terhadap perempuan masih saja terjadi kendati sudah banyak payung hukum untuk memberikan perlindungan kepada perempuan seperti UU perkawinan, UU anti KDRT, UU tenaga kerja, UU Perlindungan anak dan Perda Provinsi Riau tentang Perlindungan Hak Perempuan.

Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ditangani P2TP2A Riau pada 2017 tercatat sebanyak 318 kasus, dengan persentase perempuan sebagai korban 79,1 persen dan korban laki-laki 20,9 persen. Persentase tertinggi usia korban adalah berumur 6-12 tahun sebesar 20,5 persen. ***