Menyigi Keengganan Mesin Politik Parpol dalam Strategi Pemenangan Pilgubri

id menyigi keengganan, mesin politik, parpol dalam, strategi pemenangan pilgubri

Menyigi Keengganan Mesin Politik Parpol dalam Strategi Pemenangan Pilgubri

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Riau telah menetapkan empat nomor urut pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur yakni pasangan Syamsuar- Edy Natar nomor urut 4, berikutnya paslon Lukman Edy-Hardianto memperoleh nomor urut 1, dan paslon Firdaus-Rusli Effendi nomor urut 2, paslon Arsyadjuliandi Rachman-Suyatno nomor urut 3.

Menurut Syamsuar makna nomor urut 1 bagi mereka untuk maju pada Pilkada 2018 sepertinya sesuai dengan apa yang sudah direncanakan tim pemenangan mereka sejak berniat akan maju.

"Kami tidak ada mimpi atau mendapat pertanda untuk bisa meraih undian no 1, tetapi selama ini dalam setiap kegiatan sepertinya sudah membiasakan menampilkan angka 1," katanya.

Paslon gubernur Lukman Edy-Hardianto saat mendapat nomor 2 mengatakan memperoleh nomor 2 uang dianggap cantik dan nomor favorit. Edy meyakini bahwa nomor 2 adalah nomor psikologi masyarakat Riau pada Pilkada 2018. Sedangkan bagi paslon Firdaus-Rusli Efendi yang mendapat nomor 3 menyakini angka tersebut keramat membawa kemenangan pada Pilkada 2018, sekeramat saat ia pertama kali maju menjadi Wali Kota Pekanbaru tahun 2012.

Nomor urut yang didapat pasangan calon Arsyadjuliandi Rachman-Suyatno adalah 4, memang sudah diprediksi dan direncanakan sesuai dengan visi-misi Riau untuk membangun pariwisata di antara empat sungai besar.

"Makna angka empat banyak, bisa menandakan empat sungai besar yang mengaliri Riau, masyarakat mendapatkan suara terbanyak, didukung empat partai yakni Golkar, PDIP, hanura dan PKPI, bisa juga menggantikan huruf a pada kata Ayo,"kata Andi.

Selanjutnya dalam menyukseskan suksesi demokrasi di Riau, Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kota Pekanbaru, Provinsi Riau pun telah menyisir rumah warga untuk memastikan bahwa mereka sudah didatangi petugas untuk pencocokan dan penelitian atau "Coklit" (hingga batas 18 Februari 2018), sebagai peserta pada Pemilihan Kepala Daerah 2018.

Sementara itu Ketua Divisi Organisasi dan SDM Panwaslu Pekanbaru Rizki Abadi menerangkan Coklit adalah proses pendataan ulang warga untuk didaftar menjadi peserta pemilih pada Pilkada 2018 dan Pileg 2019.

Coklit merupakan kegiatan yang dilakukan KPU jelang Pilkada maupun Pemilu. Kegiatan ini berbasis Data Potensial Penduduk Pemilih Pilkada/Pemilu (DP4) yang telah diserahkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) beberapa waktu lalu.

Keenganan Parpol

Pengamat Politik Universitas Riau, Dr Hasanuddin, mengatakan, berdasarkan banyak kajian terhadap Pilkada terdahulu di kabupaten, kota dan provinsi di Riau menunjukan bahwa parpol tidak berupaya keras dalam memenangkan pasangan calon (paslon) yang diusungnya.

Menurut Hasan, faktor-faktor yang mempengaruhi parpol tidak total memberi dukungan kepada paslon di antaranya dipicu internalisasi pengurus terhadap kepentingan parpol lebih pragmatis dalam menetapkan target ingin dicapai dan lebih kepada mempersiapkan diri masing-masing menghadapi dan memenangkan pileg secara individual.

Penyebab lain minimnya usaha parpol dalam memenangkan paslonnya lebih imbas proses seleksi paslon untuk mendapatkan dukungan parpol yang diwarnai friksi antara pengurus parpol dengan paslon. Untuk sebagian parpol dan calon, justru menyisakan keengganan pada pengurus parpol untuk mendukung dan paslon untuk mengajak bersama meraih kemenangan.

Selain itu, menurut Hasan, persoalan dana terkait kosentrasi dana pemenangan pada paslon dan orang-orang dekatnya tentu saja akan menimbulkan ketidak puasan pada pengurus parpol apabila dirasakan tidak memadai untuk membiayai keikutsertaan memenangkan paslon.

"Kondisi ini akan menyumbangkan keengganan yang besar untuk berjuang memenangkan pasangan calon pilkada itu," katanya.

Padahal Parpol memiliki dua kepentingan dalam momentum Pilkada Riau 2018, yakni sebagai arena pemanasan sekaligus evaluasi menghadapi pemilu legislatif dan Pilpres 2019.

Lalu apakah parpol sebagai mesin politik dapat bekerja optimal atau justeru sebaliknya? Indikatornya sederhana saja, yaitu dilihat dari kinerja parpol dalam memberi dukungan kepada paslon yang diusungnya.

Ia memandang bahwa kekuatan parpol, khususnya anggota parpol yang sementara ini duduk di legislatif -dengan asumsi memiliki dukungan konstituen riil-- ditambah dengan anggota parpol bukan anggota legislatif yang berkeinginan mencalonkan diri menjadi anggota legislatif, apabila total turun mempengaruhi pemilih maka akan terlihat besaran perolehan suara paslon nantinya. Atau minimal akan sama dengan akumulasi suara berdasar jumlah kursi parpol pengusung paslon di legislatif pada masing-masing dapilnya.

Kepentingan kedua, katanya, sebagai arena untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih besar yaitu dengan memenangkan Pilkada 2018, tentu saja terkandung harapan bahwa kemenangan itu akan memberi banyak bonus politik yang memudahkan parpol pengusung menghadapi Pileg dan Pilpres 2019.

"Pertanyaannya, apakah parpol pengusung memiliki cukup kekuatan untuk memenangkan paslon yang diusungnya di tengah kondisi berlangsung friksi internal di masing-masing parpol karena perbedaan orientasi pilihan kepada paslon atau juga friksi antar sesama parpol pengusung," katanya.

Hasan justru memandang bahwa parpol pengusung tidak cukup kuat menjadi kekuatan utama pemenangan paslon.

Padakonteks itu daya jual paslon dan kapabilitas manajemen tim pemenangan paslon menempati posisi sentral.

"Sejak hari pertama dan seterusnya akan diuji kemampuan masing-masing tim pemenangan menjual paslonnya dengan menjelajah wilayah seluas mungkin.

Pada hari pertama kampanye, memang masih terlalu awal untuk memberi penilaian atas langkah-langkah yang diambil masing-masing paslon,"katanya.

Merangkul konstituen perempuan

Seorangg warga kota Pekanbaru, Sarifah (38) mengaku enggan mendaftarkan dirinya sebagai pemilih, antara lebih karena banyak calon yang telah terpilih justru masih belum pro terhadap kepentingan perempuan.

"Ya bagaimana kami mau ikut sebagai peserta pemilu, karena banyak kepentingan perempuan yang belum diakomodir, misalnya penyediaan sarana yang memadai untuk perempuan dalam bidang ekonomi, serta kenyamanan bagi anak untuk bermain di luar rumah dan lainnya termasuk realisasi penjatuhan hukuman mati bagi pedhopil,"katanya.

Pendapat tersebut disetujui oleh Wenni (29), Dessy (37) , dan Bela yang mengaku sudah tiga kali pemilu kepala daerah, dirinya absen memberikan suara. Padahal konstituen perempuan jumlahnya lebih banyak ketimbang konstituen pria, sehingga jika ditelisik ini menjadi bagian penting dalam mendongkrak perolehan suara pemenangan pilkada.

Masih berkaitan dengan tahun politik kini, Kadis Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Riau, Dra. Hj. T. Hidayati Effiza MM meminta kaum perempuan di daerah itu untuk cerdas memberikan hak pilihnya pada calon pemimpin yang berkualitas.

Seorang calon pempimpin yang berkualitas, katanya, bisa dilihat dari visi dan misinya atau hasil dari berbagai kebijakan yang sudah dia lakukan, dan rekam jejaknya, ini terkait pada calon yang incumben itu.

Selain itu, perempuan Riau jangan terlibat praktik kampanye hitam, pilihlah calon pemimpim yang sesuai dengan hati nurani dan bukti dari pelaksanaan pembangunan yang telah dia lakukan.

Pada kesempatan itu ia juga mengimbau perempuan ASN jangan sampai terlibat berkampanye dalam prosesi pilkada gubernur, bupati dan pileg seperti larangan UU, akan tetapi secara pribadi dia boleh menggunakan hak pilihnya dengan baik.

Asumsi

Banyak asumsi klasik yang mendera para kandidat Pilkada di Indonesia dan khususnya Riau. Paslon kini masih berasumsi masyarakat sudah sekian persen mendukungnya, atau masyarakat di kampung halamannya sudah total mendukungnya karena tokoh-tokoh masyarakatnya sudah menyampaikan dukungannya.

Naifnya segudang asumsi lainnya yang membuat hati kandidat membumbung tinggi dan celakanya justru mereka tertutup terhadap kritik. Yang paling memprihatinkan banyak paslon justru berbicara dan bertindak tidak lagi berdasarkan data yang valid yang bisa dibuktikan.

Padahal bertindak berdasarkan asumsi semata adalah sebuah awal kekalahan yang sangat fatal. Dan awal kekalahan ini akan berefek domino pada kekalahan-kelalahan berikutnya hingga sehari setelah pencoblosan tentunya. Oleh karena itu paslon perlu melakukan pemetaan politik.

Peta politik adalah seperangkat informasi yang valid yang menggambarkan secara jelas menyangkut kandidat sendiri, pesaing, masyarakat (pemilih), media komunikasi, dan berbagai isu strategis. Peta politik ini sangat penting dimiliki oleh setiap kandidat.

Peta politik ini akan menuntun kandidat untuk menentukan jalan yang paling efektif dan efsien untuk mencapai tujuan.

Ibarat seseorang yang akan menuju suatu tempat, bila ia membawa peta kandidat tidak akan tersesat di jalan dan bahkan bisa menentukan jalan mana dan kendaraan apa yang akan ia gunakan untuk mencapai tujuan secara cepat dan efisien.

Dengan peta politik ini kandidat juga akan mengetahui berbagai kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan pesaingnya. Dengan memiliki peta politik ini kandidat tidak akan terkecoh atau terpancing dengan berbagai informasi atau isu yang menyesatkan. Kandidat tetap bisa fokus dengan target dan sasaran yang harus ditempuh dan mengabaikan hal-hal yang tidak terlalu penting.

Modal utama bagi kandidat yang pernah disampaikan berbagai kalangan pakar politik adalah seperti mencermati pemikiran ahli filsafat perang Sun Tzu untuk menggambarkan pentingnya pemetaan politik. Sun Tzu mengatakan, "kenali diri sendiri, kenali lawan" maka kemenangan sudah pasti ada di tangan. Kenali medan pertempuran, kenali iklim, maka kemenangan akan sempurna".

Dengan kata lain, Sun Tzu membagi empat pemetaan kekuatan politik tersebut adalah, pemetaan diri sendiri, kekuatan dan kelemahan diri sendiri, kedua pemetaan lawan (kekuatan dan kelemahan lawan), ketiga pemetaan medan pertempuran (seluk beluk masyarakat atau pemilih dan keempat pemetaan iklim (isu-isu yang sedang berkembang). ***2***T.F011