Sederet Peran Aktif Indonesia untuk Negara-Negara Asia Selatan

id sederet peran, aktif indonesia, untuk negara-negara, asia selatan

Sederet Peran Aktif Indonesia untuk Negara-Negara Asia Selatan

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Sebagai salah satu negara di dunia, maka Indonesia tentu akan dan harus menjalin hubungan dengan negara-negara lain.

Sama seperti manusia, maka sebuah negara layaknya membutuhkan negara lain baik untuk memenuhi kebutuhan negaranya, menjalin kerja sama, saling membantu dan lainnya dalam berbagai bentuk kepedulian bernegara.

Akan tetapi, agar hubungan yang dijalin tetap harmonis serta berada dalam koridor norma dan hukum yang benar maka sebuah negara harus memiliki suatu politik luar negeri. Politik adalah suatu arah kebijakan, strategi, cara berprilaku dan berhubungan dengan negara-negara lain yang tentunya harus dibina berdasarkan kepentingan nasional.

Untuk mempertegas hubungan itu, Indonesia menganut politik luar negeri bebas dan aktif artinya tidak memihak pada kekuatan lain yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila tentunya dan tetap terus aktif dalam menjalankan kebijaksanaan luar negeri, serta tidak diam dan cepat tanggap dalam menanggapi berbagai peristiwa yang terjadi di kancah internasional (Mochtar Kusumaatmadja pakar HI, red)

Definisi politik bebas aktif adalah yang bebas dan tidak terikat pada satu blok negara adikuasa tertentu, dan aktif dalam mengembangkan kerja sama internasional dengan negara lain (A.W Wiajaya pakar hubungan internasional, red),

Bahkan baru-baru ini, RI terus memainkan peran aktif dalam memajukan kerja sama dengan negara-negara Asia Selatan, ditandai dengan hasil kunjungan Presiden Joko Widodo ke Sri Lanka, India, Pakistan, dan Bangladesh hingga Afghanistan pada 24-28 Januari 2018.

Dalam lawatannya itu, Presiden Jokowi menegaskan melaksanakan kunjungan bahkan ikut ambil bagian dalam penanganan pengungsi Rohingya.

Pengamat hukum internasional Universitas Riau (UNRI) Dr. Evi Deliana HZ, LLM mengatakan berdasarkan kerja sama perdagangan antara Indonesia dengan India dan Pakistan, tercatat Indonesia hampir selalu mengalami surplus perdagangan akibat dukungan dari program ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA).

Menurut Evi, dalam program AIFTA bukan tidak mungkin kerja sama perdagangan akan meluas ke negara-negara Asia Selatan lainnya, misalnya Srilanka, Pakistan dan Bangladesh, buahnya sejumlah program dalam bidang perdagangan telah disepakati".

"Beberapa kesepakatan perdagangan yang disetujui oleh Indonesia dengan Pakistan dan Srilanka serta Bangladesh, menunjukkan kepercayaan para pihak bahwa hubungan dagang yang akan dilaksanakan akan memberikan keuntungan bagi masing-masing pihak,"katanya.

Bagi Indonesia, kerja sama ini diharapkan akan semakin memperluas pasar ekspor Indonesia di kawasan Asia Selatan dan.

Kunjungan Presiden Jokowi ke beberapa Negara Asia Selatan beberapa waktu lalu merupakan lawatan yang menunjukkan semakin eratnya hubungan Indonesia dengan negara-negara Asia Selatan khususnya India.

Jika dilihat kebelakang, katanya, khususnya dengan India, Indonesia memiliki hubungan yang istimewa, baik hubungan diplomatik, maupun ekonomi. India merupakan salah satu negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia.

"Dan hampir seluruh presiden yang pernah menjabat di Indonesia pasti telah melakukan lawatan kenegaraan ke India, bahkan pada masa Soesilo Bambang Yudoyono, beberapa kali beliau melakukan lawatan,"katanya.

Sebagai anggota ASEAN, kunjungan Jokowi kali ini ke negara-negara Asia Selatan semakin mempererat hubungan yang telah ada selama ini, diantara kedua kawasan, baik dari sisi politik maupun sisi ekonomi. Dimana telah dimulai dengan ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA), yang telah dimulai sejak tahun 2010.

"Dengan adanya lawatan ini, maka Indonesia semakin memperlebar peluang bagi negara-negara Asia Selatan lainnya untuk melakukan segala bentuk kerja sama yang saling menguntungkan, baik untuk kawasan Asia Tenggara, maupun bagi Indonesia,"katanya.

Terlibat penanganan Rohingya

DrEvi Deliana HZ LLM mengatakan Pemerintah RI berperan aktif dalam menyelesaikan masalah pengungsi Rohingya asal Rakhine, Myanmar yang jumlahnya berdasarkan data terakhir mencapai 820 ribu orang.

"Keaktifan Pemerintah RI tersebut lebih karena Indonesia peduli dengan perdamaian dunia hingga sudah untuk kesekian kalinya pemerintah RI terus melakukan kunjungan ke Bangladesh dan secara konsisten terus memberikan bantuan makanan serta obat-obatan ke pengungsi Rohingya," kata Evi.

Menurut dia, kunjungan Presiden ke Bangladesh, menunjukkan kepedulian Indonesia atas masalah yang menimpa pengungsi Rohingya sekaligus merupakan cara Indonesia untuk melakukan intervensi dan menjaga masalah pengungsi Rohingya tetap menjadi persoalan kemanusiaan bagi kawasan Asia Tenggara.

Pembicaraan diantara pemimpin Indonesia dan Bangladesh akan memberi kemudahan bagi Indonesia untuk terus berperan aktif dalam menyelesaikan masalah pengungsi Rohingya. Peran aktif Pemerintah RI antara lain juga ditandai dengan telah dibukanya kamp pengungsian di beberapa provinsi, seperti Aceh di Gampong Blang Adeu, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara.

Hubungan Pemerintah RI yang baik dengan Bangladesh katanya, juga akan memberi akses yang luas bagi Indonesia untuk memberi bantuan kepada pengungsi Rohingya. Bahkan banyak negara yang berharap pada pemerintah RI untuk turut membantu menyelesaikan krisis kemanusiaan Rohingya di Rakhine, Myanmar.

Sebab, seperti yang disampaikan Menteri/ Sekretaris Negara Pratikno, karena hingga sekarang, hanya Indonesia yang bisa membuka akses komunikasi terhadap otoritas Myanmar. Banyak negara lain di ASEAN juga tidak dibuka, yang dibuka cuma Indonesia.

Sementara itu, data Badan Internasional untuk Migrasi PBB (IOM) PBB menyebutkan lebih dari 820.000 Muslim Rohingya telah menyeberang dari Myanmar ke Bangladesh sejak 25 Agustus 2017.

Meskipun jumlah pendatang baru sekarang melambat, kata Joel Millman, juru bicara IOM, orang-orang terus berdatangan di permukiman darurat Coxs Bazar setiap hari, sehingga jumlah penduduk Rohingya di distrik tersebut menjadi lebih dari 820.000 jiwa.

"Permukiman sangat padat dan penuh sesak dan tekanan pada sumber air minum bersih dan sanitasi dasar sangat besar. Setelah berjalan berhari-hari tanpa air dan makanan, para pengungsi sampai ke pemukiman yang kehabisan tenaga dan haus. Banyak yang sakit," kata Millman, seperti yang dikutip dari Anadolu.