Pemprov Riau Harapkan Dua Area Penambangan Pasir Ilegal Menjadi WPR

id pemprov riau, harapkan dua, area penambangan, pasir ilegal, menjadi wpr

Pemprov Riau Harapkan Dua Area Penambangan Pasir Ilegal Menjadi WPR

Pekanbaru (Antarariau.com) - Pemprov Riau meminta Kementerian ESDM untuk mengeluarkan izin wilayah pertambangan rakyat di area penambangan pasir masyarakat, termasuk yang selama ini beroperasi secara ilegal di Pulau Rupat Kabupaten Bengkalis dan Kuantan Singingi.

"Itu yang sedang didorong, usulkan semua di Riau dan yang pertambangan tanpa izin yang marak itu dua, yakni di Kuansing (Kuangan Singingi) dan Rupat," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Riau, Syahrial Abdi, disela kunjungan Menteri ESDM Ignatius Jonan, di Pekanbaru, Rabu.

Menteri ESDM Ignatius Jonan melakukan kunjungan ke Riau untuk meninjau proyek kelistrikan kabel bawah laut di Pulau Rupat, Bengkalis.

Syahrial Abdi menjelaskan, dua kabupaten tersebut sedang diusulkan mendapat izin dari Menteri ESDM sebagai wilayah pertambangan rakyat (WPR). Dengan begitu, masyarakat yang sebelumnya beraktivitas menambang pasir secara ilegal dapat mengurus izinnya.

Ia mengakui selama ini penambangan pasir oleh masyarakat seperti di Pulau Rupat beroperasi tanpa izin atau ilegal, dan dijual ke luar negeri. Namun itu terjadi karena aktivitas penambangan itu dilakukan pada wilayah yang bukan peruntukan untuk pertambangan.

"Karena kasihan masyarakat kita aktivitas mereka jadi ilegal semua," katanya.

Selain itu, apabila WPR disetujui, maka pemerintah daerah berkewajiban mengeluarkan izin pertambangan rakyat dan wajib melakukan pembinaan.

"Kita bisa gunakan anggaran APBD untuk pengelolaan pertambangan yang berbasis kemasyarakatan," ujarnya.

Selama ini terjadi pro dan kontra mengenai keberadaan penambangan pasir ilegal tersebut, terutama yang terjadi di Pulau Rupat. Sebabnya, aktivitas tersebut mengancam Pantai Rupat dan Pulau Beting Aceh yang ditetapkan sebagai destinasi wisata, dan dikhawatirkan mengikis bentang alam Rupat yang merupakan daerah perbatasan di Selat Malaka.

Sementara itu, pasir di daerah tersebut sangat diminati karena bukan sekedar pasir biasa. Kuat dugaan pasir di Rupat mengandung silika dan logam tanah jarang, yang merupakan mineral mahal karena bisa sebagai sumber energi.

Namun, Syahrial membantahnya, bahwa pasir di Pulau Rupat adalah pasir yang mudah tercerai, lembut dan mudah habis, bukan bersifat insitu karena bersumber dari arus dari Selat Malaka.

"Ikatan antara butiran partikel pasir yang ada di Pulau Rupat sangat lemah dan tidak terikat, dan merupakan tipe tumpukan. Ini datang dari Laut Selatan dan Selat Malaka. Seperti di Beting Aceh, itu pasir datang. Cuma memang dia mengandung silika," ujarnya.

Ia mengatakan Kementerian ESDM sebelumnya pernah mengeluarkan izin kuasa pertambangan pasir untuk Beting Aceh yang lokasinya tidak jauh dari Pulau Rupat, namun aktivitasnya tidak ada lagi karena danya moratorium ekspor mineral mentah.

Ketika ditanya sejauh mana proses perizinan WPR di Kementerian ESDM, Syahrial berharap persetujuannya tidak akan lama lagi keluar.

"Tadi sudah kita laporan ke Menteri (ESDM), kita sudah ingatkan. Sudah di meja menteri, nanti kami percepatlah," kata Syahrial Abdi.

Sementara itu, Menteri ESDM Ignatius Jonan belum bersedia berkomentar mengenai hal tersebut. Ia juga mengaku tidak melihat adanya penambangan pasir, maupun menerima laporan penambangan pasir ilegal di Pulau Rupat.

"Gak lihat saya, laporan belum ada," katanya singkat.