Jakarta, (Antarariau.com) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menginginkan Perserikatan Bangsa Bangsa dapat menetapkan aktivitas pencurian ikan sebagai kejahatan transnasional yang terorganisasi.
"Kita harus mengakui bahwa "Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing" ini terkait dengan kejahatan transnasional yang terorganisasi. Operasinya sering didukung oleh kelompok terorganisir," kata Menteri Susi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Menurut Susi, Indonesia adalah saksi kejahatan pelanggaran HAM tersebut, mulai dari perdagangan manusia, perbudakan anak, hingga pelecehan fisik dan seksual yang terjadi di kapal penangkap ikan.
Selain itu, ujar dia, tidak jarang juga terjadi penyelundupan mulai dari bahan makanan seperti beras, bawang, pakaian, hingga obat-obatan terlarang, alkohol, dan narkotika. "Mereka juga menyelundupkan satwa liar yang terancam punah, seperti burung beo, burung surga, dan armadillo," ungkap Menteri Susi.
Untuk itu, ia mengimbau agar negara-negara anggota PPB tidak membiarkan praktik "illegal fishing" terjadi secara bebas di masing-masing negara.
Menurut dia, praktik tersebut tak hanya berdampak pada berkurangnya stok ikan di lautan, tetapi juga telah mengancam punahnya beberapa spesies-spesies laut lainnya.
Penangkapan ikan secara ilegal, lanjutnya, nantinya akan berdampak kepada ekonomi dalam negeri, di mana barang atau spesies selundupan akan dijual dengan harga murah, sehingga memungkinkan terjadinya kompetisi yang tidak sehat.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengajak warga dari berbagai kalangan untuk bersama-sama dapat memberantas praktik penangkapan ikan destruktif atau merusak dengan sarana bom dan racun ikan.
"Kami meminta bantuan bapak-bapak dan ibu-ibu sebagai Pokwasmas (kelompok pengawas masyarakat) agar pencegahan awal bisa dilakukan karena sulit sekali mendeteksi mereka (pelaku penangkapan ikan destruktif)," ujar Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Eko Djalmo Asmadi dalam jumpa pers di kantor KKP, Jakarta, Rabu (7/6).
Menurut Eko, aktivitas penangkapan ikan destruktif sangat membahayakan karena hanya sekitar 200 gram bahan peledak sana dinilai bisa merusak hingga sekitar 5,3 meter kubik terumbu karang.
Eko memaparkan, penangkapan ikan yang merusak dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu dengan menggunakan peledak dan menggunakan racun ikan.
"Daerah rawan "destructive fishing" ini cukup banyak di Indonesia, dan sudah dipetakan oleh pihak kepolisian," ucapnya.
Dia mengungkapkan, cara kerja penangkapan ikan dengan eksplosif biasanya menggunakan modus yang sistematis, yaitu dibagi menjadi empat tim, yaitu tim peninjau awal, tim pembawa bahan peledak, tim pengaktif detonator, serta tim pengumpul ikan.
KKP juga kerap kesulitan dalam melakukan tangkap tangan terhadap mereka yang menjadi pelaku penangkapan ikan destruktif, tetapi biasanya hanya bisa menangkap peralatan yang ditinggal oleh para pelaku.