Pekanbaru (Antarariau.com) - Organisasi perlindungan satwa World Wildlife Fund (WWF) menyatakan baru segelintir perusahaan industri kehutanan dan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau, yang melakukan aksi nyata mitigasi konflik gajah Sumatera dengan manusia secara berkelanjutan.
"Masih sangat sedikit, hanya ada tiga perusahaan, dan tidak dibandingkan dengan jumlah perusahaan yang ada," kata Humas WWF Program Riau Syamsidar di Pekanbaru, Rabu.
Dari jumlah perusahaan yang bisa dihitung dengan jari itu, Syamsidar menyebutkan korporasinya antara lain PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dan Asian Agri dari April Grup, dan satu lagi adalah PT Musim Mas.
Ia menjelaskan RAPP mengadopsi sistem mitigasi konflik gajah yang sudah dilakukan WWF bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, yakni membentuk tim "flying squad".
Menurut dia, tim "flying squad" RAPP memiliki setidaknya empat gajah dewasa dan dua anak gajah.
Perusahaan tersebut mendapat tanggung jawab melakukan mitigasi terhadap satwa dilindungi, seperti gajah dan harimau, karena sejak awal mereka mendapatkan izin untuk mengelola konsesi hutan tanaman industri yang cukup luas di Riau.
Konsesi perusahaan tersebut termasuk didalamnya adalah daerah jelajah gajah Sumatera liar, sehinga sangat rawan terjadi konflik.
Tugas utama mereka adalah melakukan patroli bersama, mencegah konflik gajah dan manusia, serta membantu menghalau apabila gajah liar masuk ke permukiman warga.
"Yang perlu diperbaiki dari tim mereka (RAPP) adalah operasionalnya harus lebih aktif di wilayah operasional yang sudah ditentukan," ujarnya.
Kemudian, Syamsidar mengatakan perusahaan sawit Asian Agri juga memiliki program mitigasi konflik gajah meski tidak menggunakan gajah jinak. "Mereka melakukan patroli secara manual, tanpa gajah dengan tetap mengadopsi cara yang sudah diterapkan WWF seperti menggunakan meriam karbit untuk menghalau gajah," katanya.
Ia menambahkan, perusahaan sawit Musim Mas melakukan komitmen mereka dengan membantu pendanaan untuk operasional "flying squad" WWF-BBKSDA Riau.
Keterlibatan sektor swasta yang lebih besar sangat penting untuk mengurangi konflik gajah dan manusia, mengingat konflik kerap menjadi penyebab jatuhnya korban jiwa dan kerugian bagi manusia, juga kematian gajah Sumatera yang kini terancam punah.
Berdasarkan data WWF Program Riau, sedikitnya 10 gajah Sumatera liar yang mati akibat perburuan dan konflik dengan manusia pada 2015. Kematian satwa bongsor itu terus berlanjut pada tahun ini, bahkan beberapa diantaranya mati di dalam konsesi perusahaan industri kehutanan.
"Memang beberapa waktu terakhir mulai ada perusahaan lainnya yang ingin melakukan program mitigasi gajah, namun belum terlihat jelas wujud nyata dari komitmen mereka," ucap Syamsidar.
Berita Lainnya
Politik kemarin, impor beras hingga konflik gajah hambat coklit Pilkada
08 July 2024 10:27 WIB
Sengarun, gajah tertua yang tangani puluhan konflik di Riau
28 June 2024 15:21 WIB
Warga Pangkalan Kuras diserang gajah liar yang masuk kebun
24 March 2024 20:26 WIB
Raih CSR Award Bengkalis, PHR dinilai sukses jaga ekosistem dan antisipasi konflik gajah-manusia
09 November 2023 14:45 WIB
Cegah konflik, tiga gajah liar di Balai Raja dipasangi GPS
06 February 2023 13:16 WIB
PT Hutama Karya-BBKSDA-RSF pasang GPS Collar antisipasi konflik gajah
29 January 2023 20:12 WIB
Gajah bunting tewas di Bengkalis karena diracun
24 August 2022 18:56 WIB
Upaya menghentikan konflik gajah-manusia
18 July 2022 6:08 WIB