Suryono mengisahkan perjalan hidupnya yang beralih dari petani kelapa sawit menjadi menanam holtikultura. Dari kampung halamannya di Medan, ia merantau ke Dusun Sukajaya Kampung Pinang Sebatang Barat, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, pada tahun 2000 hingga sekarang.
"Awalnya saya dianggap orang gila dengan masyarakat sekitar, karena menanam sayuran tidak menguntungkan apalagi diatas tanah yang sebagian besar itu adalah gambut, namun saya tidak putus asa," kata Suryono petani asal kabupaten Siak saat menjadi pembicara di seminar Festival Industri Kreatif Riau Di lantai tiga Bank Indonesia, Sabtu.
Ia mengakui awalnya memang tidak mudah ketika masuk ke pasar tradisional, karena harus berhadapan dengan para tengkulak, yang sudah lama beroperasi untuk memasok komoditas tersebut dari Kota Pekanbaru.
"Mana ada undang-undangnya yang melarang petani masuk ke pasar," sebutnya sambil bergurau.
Dia menyebutkan, keberhasilan dalam menanam sesuatu bukanlah bergantung pada tanah. Katanya tanah hanyalah sebagai media namun bukan penentu.
"Berhasil atau tidaknya sebuah produk pertanian bukanlah tergantung tanahnya, melainkan dari pupuk dan perawatannya," sebutnya.
"Saya bukan berati tidak pernah gagal dalam memulai ini semua, namun jatuh dan gagal itu adalah proses," ucapnya.
Suryono pernah menjadi pembicara di KTT PBB COP-22 di Marrakesh, Maroko, pada 7-18 November 2016. Forum COP-22 membahas pelaksanaan teknis dari Kesepakatan Paris COP-21, yang diselenggarakan tahun lalu.