Pekanbaru, (Antarariau.com) - Provinsi Riau dinilai sangat potensial untuk menggunakan pembangkit listrik tenaga surya karena memiliki radisasi panas yang cukup untuk bisa menghasilkan listrik.
"Riau punya potensi tropis khatulistiwa, karena memiliki radiasi matahari 4,8 kwh/m2 dalam satu hari. Lebih dari negara maju seperti Jerman telah menggunakan PLTS yang hanya 2,4 kwh pwe meter persegi," kata Kepala Pusat Studi Energi Universitas Islam Sultan Syarif Kasim Riau, Kunaifi di Pekanbaru, Selasa.
Dia menjelaskan bahwa untuk skala besar yakni pembangkit, untuk 1 Mega Watt listrik dibutuhkan lahan sekitar 1,2 hektare. Tempat tersebut akan digunakan untuk infrastruktur PLTS seperti panel-panel surya dan peralatan elektronik untuk menyambungkan ke transmisi PLN.
Untuk itu, dia mengaku telah mengusulkan pembuatannya di duu daerah di Riau yakni di Indragiri Hilir dan Indragiri Hulu. Di Inhil direncanakan PLTS dengan daya listrik 3 MW dan di Inhu 2 MW. Dia juga sudah menemukan investor untuk ke dua daerah itu dari Malaysia dan Jepang.
Namun ternyata izinnya sangat sulit dan juga negosiasi dengan PLN yang direncanakan akan membeli daya listrik seharga 25 sen Dollar per kwh belum ada titik temu. Akibat tidak mudahnya mengurus itu, akhirnya investor lesu dan karena harus berpacu dengan waktu, investasi gagal dilaksanakan.
Tidak hanya itu, PLTS juga bisa dibuat pada setiap rumah. Dengan radiasi 4,8 kwh/m2 itu bisa memenuhi kebutuhan rata-rata rumah yang berkisar 5-6 kwh per hari. Namun masalahnya saat penggunaan kecil dan daya berlebih, tentunya PLN harus bersedia juga membayar kepada rumah tersebut. Jadi membutuhkan suatu regulasi juga.
Ke depan dia berharap ada solusi yakni dengan pangkalnya harus dari pemerintah dengan mengeluarkan regulasi. Saat ini memang Indonesia mempunyai kebijakan disersivikasi energi, tapi itu digabung antara energi baru dengan terbarukan.
"Itu seharusnya dipisahkan agar lebih leluasa lagi. Pemerintah harus sediakan regulasi karena di negara maju pun bisa diterapkan disersifikasi energi juga bermula dari regulasi," ujarnya.
Hal itu disampaikannya saat kegiatan diskusi ketahanan energi nasional. Kegiatan ini digelar oleh PT Chevron Pasific Indonesia dan Persatuan Wartawan Indonesia Riau. Turut menjadi pembicara selain Kunaifi, dari Chevron, SKK Migas, dan Lembaga Adat Melayu Riau.