Jakarta, (Antarariau.com) - Petugas Profesional Nasional untuk Inisiatif Bebas Tembakau Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Indonesia, Dina Kania mengatakan, Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) merupakan konvensi yang paling banyak diratifikasi dan diaksesi dalam sejarah PBB.
"Sudah ada 180 negara yang meratifikasi dan mengaksesi FCTC. Itu membuktikan kesadaran negara-negara dunia terkait pentingnya pengendalian tembakau," kata Dina, di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan, dengan 180 negara yang sudah berada di pihak FCTC, maka 90 persen populasi dunia sudah mendukung pengendalian tembakau. Saat ini hanya tinggal tujuh negara yang belum meratifikasi atau mengaksesi FCTC, yaitu Indonesia, Andorra, Eritrea, Liechtenstein, Malawi, Monaco dan Somalia.
Menurut Dina, Indonesia merupakan satu-satunya negara Asia yang belum meratifikasi atau mengaksesi FCTC. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar yang belum meratifikasi atau mengaksesi FCTC. Karena itu, industri tembakau internasional berusaha menyasar Indonesia.
"Tujuan FCTC bukan untuk mematikan petani dan industri tembakau, tetapi lebih kepada mengatur pasokan dan permintaan untuk melindungi generasi dari dampak buruk konsumsi tembakau dan paparan asap rokok bagi kesehatan, sosial dan ekonomi," tuturnya.
Dina mengatakan, ketentuan-ketentuan pokok FCTC adalah kawasan tanpa rokok (KTR); kemasan dan pelabelan; harga dan cukai; larangan iklan, promosi dan sponsor; rokok ilegal dan bantuan terhadap petani dan pekerja rokok.
"Sebagian peraturan di Indonesia sudah memenuhi beberapa ketentuan-ketentuan pokok FCTC. Namun, peraturan-peraturan tersebut belum maksimal baik dari sisi regulasi maupun penerapan," katanya.
Dina mencontohkan peraturan tentang KTR yang masih menyebutkan adanya ruangan untuk merokok. Seharusnya, aktivitas merokok dilarang sama sekali di dalam ruangan. Peraturan tentang KTR pun belum berlaku di seluruh Indonesia karena baru 171 provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki.
Peraturan tentang pemberlakuan peringatan kesehatan bergambar pada kemasan rokok sebesar 40 persen di Indonesia juga belum maksimal mengurangi konsumsi rokok. Menurut Dina, beberapa negara menerapkan peringatan kesehatan bergambar lebih dari 40 persen.
"Penerapan cukai rokok di Indonesia juga belum memenuhi ketentuan FCTC. FCTC mensyaratkan cukai rokok dua pertiga dari harga rokok. Di Indonesia, cukai rokok berlapis-lapis dan maksimal hanya 57 persen," katanya.
Dina Kania menjadi salah satu pembicara dalam acara "Kaleidoskop Pengendalian Konsumsi Rokok: Quo Vadis FCTC?" yang diadakan Lembaga Demografi Universitas Indonesia di Jakarta.
Selain Dina, pembicara lainnya adalah guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Jakarta Prof Emil Salim, Wakil Kepala Lembaga Demografi Universitas Indonesia Abdillah Ahsan dan pengurus Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Widyastuti Soerojo.
Berita Lainnya
Izin Tak Lengkap Menara Telekomunikasi Disegel Aparat
03 April 2017 15:30 WIB
Jokowi Jenguk Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Hasyim Muzadi
15 March 2017 11:05 WIB
Pemko Batu Alokasikan Rp4,3 Miliar Untuk Bantu Ibu Hamil
07 February 2017 10:50 WIB
Liburan Imlek, Pantai Selatbaru di Bibir Selat Malaka Dipadati Pengunjung
29 January 2017 21:40 WIB
Jalani Pemeriksaan Di Imigrasi Pekanbaru, TKA Ilegal Mengaku Stres
18 January 2017 16:55 WIB
Pelajar Sekolah Di Inhil Banyak Yang "Ngelem"
13 January 2017 6:15 WIB
Sejumlah Produk Kosmetik Dan Makanan Kadaluarsa Disita Pihak Polres Bengkalis
16 December 2016 23:15 WIB