Menkeu : BUMN Tidak Terganggu Meski PMN Ditunda

id menkeu , bumn tidak, terganggu meski, pmn ditunda

Menkeu : BUMN Tidak Terganggu Meski PMN Ditunda

Jakarta, (Antarariau.com) - Menteri Keuangan Bambang Brdojonegoro meyakini ditundanya pagu penyertaan modal negara (PMN) dalam APBN 2016 tidak akan mengurangi peran BUMN untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.

Menurut Bambang, setelah sidang paripurna persetujuan UU APBN 2016 di Jakarta, Jumat (31/10) malam, rencana program dan proyek BUMN, terutama untuk yang berkaitan langsung dengan infrastruktur dan pertumbuhan sektor riil, tetap akan berjalan.

Misalnya, BUMN sektor konstruksi, seperti PT Wijaya Karya Tbk, tetap akan merealisasikan sejumlah proyek jalan tolnya. Begitu juga dengan PT Perusahaan Listrik Negara, tetap akan melanjutkan program pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megawatt.

Hal itu karena PMN lebih bersifat seperti tambahan modal, bukan pagu belanja dari BUMN tersebut. Wijaya Karya diusulkan pemerintah mendapatkan PMN sebesar Rp4 triliun. Sementara PLN diusulkan mendapat Rp10 triliun.

"PMN kan tambahan modal, bukan belanja. Supaya dia bisa melakukan ekspansi bisnis dan bisa pinjam ke perbankan lebih besar lagi," ujar dia.

Selain itu, sebelum mengajukan PMN, kata Bambang, kapasitas permodalan sejumlah BUMN di bidang infrastruktur juga cukup baik.

Seperti diketahui, setelah melalui rapat paripurna dan lobi-lobi politik yang berlangsung sejak pukul 10.00 WIB hingga 21.00 WIB Jumat, anggota Dewan sepakat menyetujui UU APBN 2016, namun dengan syarat PMN dikembalikan kepada komisi terkait, yakni Komisi VI dan Komisi XI DPR. Kemudian PMN akan dibahas kembali pada pembahasan APBN Perubahan 2016 mendatang.

Jumlah PMN yang diajukan pemerintah mencapai Rp40 triliun untuk 28 BUMN.

Bambang, mewakili pemerintah, menerima syarat penundaan PMN tersebut. Meskipun demikian, penundaan PMN tidak mengubah postur APBN 2016. Hal itu karena¿ pagu untuk penyaluran PMN terletak pada pembiayaan.

Dengan begitu, pagu APBN 2016 tetap memberikan alokasi belanja negara Rp2.095 triliun dan pendapatan negara RP1.822,5 triliun. Defisit fiskal yang ingin dikendalikan pemerintah adalah maksimal 2,15 persen dari Produk Domestik Bruto atau sebesar Rp273 triliun.