Tetap Waspada Meski Rupiah Menguat

id tetap waspada, meski rupiah menguat

Tetap Waspada Meski Rupiah Menguat



Sambungan dari hal 1 ...

Deputi Senior Gubernur BI Mirza Adityaswara mengatakan berlanjutnya reformasi struktural, melalui paket kebijakan ekonomi, menambah kepercayaan investor untuk masuk ke pasar domestik. Hal itu, menurut Mirza, terbukti dengan nilai apresiasi terhadap rupiah menjadi yang tertinggi dibanding mata uang lain.

"Kita tadinya selalu mengatakan investor asing mengatakan pemerintah tidak pernah serius melakukan reformasi struktural, tapi adanya paket kebijakan itu mendorong investor masuk," kata Mirza.

Beberapa indikator megenai masih kuatnya fundamental perekonomian Indonesia, adalah laju inflasi yang terkendali. Deflasi terjadi pada September sebesar 0,05 persen, sedangkan inflasi tahun kalender berjalan sebesar 2,24 persen (ytd), dan tahunan (yoy) 6,82 persen.

BI melihat bahwa risiko stabilitas ekonomi makro sudah mereda. Terdapat beberapa indikator yang menjelaskan hal ini yaitu perkiraan inflasi di akhir tahun ini akan berada di bawah empat persen serta defisit transaksi berjalan berdasarkan pengkajian atau asesmen terakhir diperkirakan berada di posisi 2,0 persen.

Selain itu, faktor penundaan normalisasi kebijakan The Fed membuat arus dana masuk mengalami perbaikan. Hingga 12 Oktober 2015 terjadi "net inflow portfolio" menjadi 249 juta dolar AS, di mana sebelumnya masih terjadi "net outflow" pada September 2015. Hal ini memberi dampak positif terhadap suplai dan permintaan valas. Pada Oktober, terlihat asing sudah dalam posisi "net supply".

Dengan penguatan nilai rupiah, eksportir juga sudah mulai melepas dolar sehingga suplai dan permintaan berimbang. Ini menyebabkan pasar saham membaik, IHSG dan yield-nya juga membaik.

Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Persero (BNI) Ryan Kiryanto mengatakan penguatan rupiah dan saham di dalam negeri tidak lepas dari aksi pemerintah yang aktif mengeluarkan kebijakannya agar perekonomian Indonesia terjaga.

"Paket ekonomi itu ujung-ujungnya efisiensi dalam kegiatan operasional di dunia usaha, itu akan mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemerintah," kata Ryan.

Salah satu pelaku usaha, Vice President Director PT Pan Brothers Tbk Anne Patricia Sutanto menanggapi positif paket-paket kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah.

"Untuk kebijakan pemerintah yang paling menyentuh bagi perseroan yakni "tax allowance", penurunan pajak DHE, dan penurunan tarif dasar listrik (TDL) bagi industri," kata Anne Patricia.

Jangka pendek

Analis LBP Enterprise Lucky Bayu Purnomo menilai bahwa penguatan nilai tukar rupiah dan harga saham itu masih bersifat jangka pendek. Penundaan kenaikan suku bunga AS dijadikan kesempatan untuk kembali masuk ke pasar keuangan berisiko.

"Penundaan kenaikan suku bunga the Fed pada Oktober ini memberi kesempatan kepada pemodal untuk sejenak masuk ke pasar yang akhirnya mendorong nilai tukar rupiah dan harga saham," kata Lucky Bayu .

Ia mengingatkan masih cukup terbuka bagi Bank Sentral AS untuk menaikkan suku bunganya pada rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) berikutnya.

Ia mengharapkan pemodal tidak terlalu terbawa arus dengan penguatan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir, pemodal harus tetap waspada dan tidak mudah panik bila sentimen the Fed kembali muncul.

"Kebijakan pemerintah memang cukup membantu, namun saat ini sentimen global masih yang menjadi perhatian utama investor," katanya.

Fundamental positif

Pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova mengatakan meski secara fundamental, ekonomi Indonesia masih memiliki ketahanan cukup baik.

Namun perekonomian Indonesia memiliki keterkaitan erat dengan negara lain dan perekonomian global. Faktor global itu dapat menekan kembali mata uang rupiah.

Di tengah melambatnya perekonomian global, berbagai indikator positif masih dapat ditemui salah satunya cadangan devisa Indonesia yang relatif masih di atas standar kecukupan internasional, yakni sebesar 101,7 miliar dolar AS pada akhir September 2015.

Selain itu, lanjut dia, Indonesia juga tidak lagi menghadapi tekanan inflasi yang tsatu persen dapat dicapai dengan dukungan penguatan koordinasi kebijakan.

Meski paket kebijakan ekonomi merupakan sinyal bahwa pemerintah fokus mengembalikan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia, ancaman terhadap stabilitas nilai tukar rupiah belum hilang.

Tekanan eksternal tetap harus diwaspadai. Begitu juga dalam menjaga reformasi struktural ekonomi domestik.

"Kenaikan suku bunga The Fed, bisa menjadi pemicu penguatan dolar AS ke depan, karena para investor akan kembali mengalihkan asetnya ke dolar AS," katanya.

Ancaman eksternal juga datang dari mitra dagang terbesar Indonesia, yakni Tiongkok. Jika perekonomian "Tirai Bambu" masih lesu, ekspor Indonesia juga akan terus terkoreksi.

Sebagai negara berkembang dan negara dengan portofolio dana asing yang tinggi, perekonomian Indonesia memang rentan terhadap tekanan ekonomi global.

Namun pilar imunitas dari tekanan ekonomi global adalah fundamen perekonomian domestik yang kuat. Karena itu, reformasi struktural perekonomian perlu terus dilakukan dengan langkah konkret dan terfokus.