Pekanbaru, (Antarariau.com) - Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Riau menyebut Peraturan Pemerintah No.71/2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut harus dapat mensejahterakan rakyat terkait revisi regulasi tersebut saat ini.
"Kami akan lakukan penolakan keras, ketika terjadi pengurangan tenaga kerja akibat penerapan suatu peraturan. Regulasi yang dikeluarkan, mesti bermanfaat bagi rakyat. Bukan menyesengsarakan rakyat," papar Koordinator Wilayah KSBSI Provinsi Riau, Patar Sitanggang di Pekanbaru, Jumat.
Dia menuturkan, saat ini pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) sedang menampung aspirasi untuk merevisi PP Gambut sebagai turunan dari Undang-undang No.31/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kalangan pengusaha yang melakukan budi daya tanaman di lahan gambut protes aturan itu terutama mengenai ketentuan muka air saat ini ditetapkan maksimal 0,4 meter atau 40 centimeter dan ketentuan pemanfaatan lahan gambut sebagai area komersial, asalkan memenuhi syarat lingkungan.
Pelaku usah mendesak agar penetapan ketinggian maksimal tidak dipukul rata dan penentuan harus didasarkan kondisi lahan gambut di tiap lokasi seperti perkebunan kelapa sawit 0,6 meter dan hutan tanaman industri 0,8 meter.
"Di Riau terdapat buruh yang mengantungkan hidup keluarganya dari perkebunan sekitar 150 ribu orang lebih, sedangkan dari diperkayuan termasuk hutan tanaman industri dan industri kertas diperkirakan memperkerjakan buruh 70 ribu orang lebih," bebernya.
Sebelum sebuah regulasi baru dikeluarkan oleh pemerintah yang bakal dijalankan pelaku usaha, ia melanjutkan, maka harus dipikirkan dampak bagi masyarakat terutama kaum buruh.
"Selain perusahaan, masyarakat yang punya kebun sawit 2 hektare terkena imbas. Apa untungnya bagi pemerintah ketika pertahankan peraturan itu?. Ketika dilakukan revisi, apa sudah dipikirkan pengurangan tenaga kerja dan rakyat berprofesi sebagai petani sawit api tidak boleh lakukan budi daya di lahan gambut," ucap Sitanggang.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi pada akhir tahun 2014 meminta pemerintah Joko Widod mengambil langkah cepat untuk merevisi PP Gambut demi menjaga kemampuan industri berbasis hutan tanaman dan kelapa sawit karena penyumbang devisa serta menyerap tenaga kerja.
Ia memperkirakan, sekitar 340.000 orang terancam kehilangan pekerjaan dengan devisa ekspor dari hasil kelapa sawit mencapai Rp103,2 triliun akan hilang dan investasi perkebunan Rp136 triliun pun bakal mati.
Di bidang industri hijau sekitar 300.000 orang tenaga kerja bakal menganggur, devisa besar dari kontribusi pulp dan kertas hingga 5,4 miliar dolar AS akan hilang dan mengancam kelangsungan investasi hutan tanaman menimbulkan kerugian Rp103 triliun.
Terbitnya PP Gambut malah menjadi pukulan berat terhadap industri unggulan seperti hutan tanaman, produk kayu, pulp dan kertas hingga kelapa sawit.
"Ketentuan bisa ditafsirkan seenaknya dan terkesan berlaku surut itu, tentu tidak baik bagi industri andalan nasional," katanya.
Berita Lainnya
Relawan Ganjar Pranowo serap masukan dari KSBSI
15 August 2023 11:50 WIB
Disnakertransduk Riau Penuhi Tuntutan Massa Seribuan Buruh KSBSI, Ini Rinciannya
02 May 2017 19:05 WIB
Diklaim Seribuan Buruh KSBSI Aksi di Disnakertransduk Riau, Ini Tuntutannya
02 May 2017 12:35 WIB
KSBSI: PHK Chevron Hanyalah Pengalihan Isu Untuk Perpanjangan Kontrak
04 April 2016 15:17 WIB
PHK 700 Karyawan, KSBSI Riau Nilai Chevron Tunjukkan Arogansi
04 April 2016 14:25 WIB
KSBSI Riau Minta Gubernur Tunda Tetapkan UMP
03 December 2014 15:21 WIB
Kecenderungan Gagal, Program Restorasi Gambut Harus Dibarengi Pemberdayaan Masyarakat
19 November 2018 16:35 WIB
Regulasi Gambut Harus Beri Kepastian Untuk Masyarakat dan Industri
03 May 2017 22:45 WIB