Pengamat: Penyatuan KLH-Kemenhut Atasi Kerusakan Lingkungan

id pengamat penyatuan, klh-kemenhut atasi, kerusakan lingkungan

Pengamat: Penyatuan KLH-Kemenhut Atasi Kerusakan Lingkungan

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Pengamat lingkungan dari Universitas Riau Tengku Ariful Amri berpendapat penyatuan dua lembaga Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) merupakan satu langkah kabinet pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk mengatasi persoalan kerusakan lingkungan.

"Banyak kerusakan lingkungan itu karena eksploitasi yang berlebihan dan akhirnya melewati daya tampung dan daya dukung," kata Ariful Amri kepada Antara di Pekanbaru, Senin sore.

Oleh sebab itu, lanjut kata dia, sumber daya yang paling bermasalah yang terus dihadapi bangsa ini adalah eksploitasi sumber daya hutan seperti kebakaran lahan yang selama ini terjadi.

Akibatnya, lanjut dia, keseimbangan fegetasi dan hidrologi menjadi terganggu, dan terganggunya dua tatanan tersebut, yang kemudian menyebabkan lingkungan menjadi rusak.

Di sisi lain, menurut dia, ada lagi eksploitasi sumber daya mineral dan pertambangan, seperti batubara yang juga kerap mengakibatkan kerusakan terhadap hutan dan lingkungan di sekitarnya.

Ariful Amri mengatakan, selama ini masih banyak kebijakan di bidang kehutanan yang tidak bersinergi dengan lingkungan hidup, itu yang kemudian menyebabkan ketimpangan di lapangan.

Sebab itu, lanjutnya, fungsi pengawasan yang paling tepat adalah ketika dua lembaga ini disatukan menjadi dibawa satu kementerian.

"Hanya saja, operasionalnya nanti harus tetap terpisah, ada sub lingkungan dan ada sub kehutanan. Tujuannya agar pekerjaan di masing-masing bidang bisa maksimal untuk kemudian disinkronkan," katanya.

Nantinya, lanjut dia, kedua bidang ini akan muda dikontrol di "atas meja" sehingga penyelesaiannya akan lebih optimal.

Dengan demikian, kata Ariful, kalaulah kinerja kabinet Jokowi-JK bagus di lapangan, diharapkan akan ada perbaikan mutu lingkungan dan ini yang menjadi harapan semua pihak.

Kemudian, demikian Ariful Amri, dengan adanya spesifikasi ekosistem lingkungan hidup di nagara ini, maka sangat tepat jika dua lembaga ini disatukan.

Karena walau bagaimanapun, lanjutnya, ekosistem dari lingkungan hidup akan memberikan warga dari berbagai sisi, mulai dari fegetasi, hidrologi, keanekaragaman hayati dan lain-lain.

Dengan kontrol satu menteri yang dibawanya ada sub-sub, katanya, tentu akan lebih memudahkan dalam koordinasi di lapangan sehingga pengawasan dan upaya perbaikan dapat lebih ditingkatkan dan dimaksimalkan.

Terlepas dari itu semua, kata Ariful, tetap saja keberhasilan akan terlihat dari kinerja di lapangan, dan sebaiknya di tingkat kabupaten/kota sebagai pengambil kebijakan nasional, juga harus memahami tatanan kebijakan itu.

"Ini yang selama ini kita lihat bahwa Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU lainnya itu tidak sinkron,"kata dia.

Mengenai ketidaksinkronan, menurut dia, karena tugas pokok dan fungsi (tupoksi) undang-undang tersebut justru tersebar di berbagai departemen.

Dengan penyatuan dua lembaga yang saling berdampingan ini, lanjutnya, maka dapat dipastikan akan mampu mengurangi beban pencemaran lingkungan di masa yang akan datang.

"Namun ini bisa lebih baik kalau yang memimpin dapat merangkul berbagai pihak yang terkait di dalamnya. Artinya memang harus ada kebijakan untuk merangkul sejumlah pakar lingkungan dalam upaya memperbaiki lingkungan secara nasional," katanya.

Kinerja Siti Nurbaya Bakar selaku Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup pada Kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam mengatasi persoalan lingkungan yang sedemikian parah menurut Ariful Amri masih akan dinanti rakyat.

Menurut dia, kebijakan yang paling tepat untuk mengatasi persoalan lingkungan adalah ketegasan dan keuletan serta koordinasi dan analisis yang baik.